Kabul (ANTARA News) - Ashraf Ghani dinyatakan sebagai presiden
Afghanistan mendatang, Minggu, setelah memenangkan pemilu 14 Juni, kata
para pejabat, mengakhiri beberapa bulan perselisihan atas tuduhan
kecurangan besar-besaran yang membawa negara ke dalam krisis politik.
"Komisi Independen Pemilihan Umum menyatakan Dr Ashraf Ghani sebagai
presiden, dan dengan demikian mengumumkan bahwa proses pemilu telah
berakhir," kata Kepala Komisi Ahmad Yousaf Nuristani kepada wartawan
tanpa memberikan margin kemenangan atau angka partisipasi pemilih, lapor
AFP.
Dua kandidat presiden Afghanistan yang bersaing, sebelumnya
menandatangani satu perjanjian pembagian kekuasaan, Ahad, tanda
mengakhiri konflik yang berkepanjangan menyangkut hasil pemilu yang
disengketakan pada saat yang sangat penting dalam sejarah negara itu.
Penghitungan hasil akhir juga menurut rencana akan dikeluarkan
setelah tertunda pada perundingan detik-detik akhir, untuk mengatasi
kebuntuan yang menyebabkan Afghanistan dilanda krisis saat pasukan
pimpinan AS akan mengakhiri perang 13 tahun mereka terhadap Taliban.
Ashraf Ghani, yang meraih kemenangan dalam pemilu presiden pada
Juni, sesuai dengan hasil sementara akan menjadi presiden, sementara
Abdullah Abdullah diangkat mengisi jabatan baru "Pejabat Kepala
Eksekutif" (CEO), yang akan sejajar dengan perdana menteri.
Baik Ghani maupun Abdullah mengklaim menang dalam pemilu yang dituduh kelompok Abdullah diwarnai kecurangan.
PBB mendesak keras adanya pembentukan satu "pemerintah persatuan
nasional" untuk menghindari kembalinya perpecahan etnik seperti yang
dalam perang saudara tahun 1990-an.
Kedua kandidat menandatangani perjanjian itu dalam satu acara di
istana presiden dan setelah itu mereka saling berangkulan dan Presiden
Hamid Karzai mulai berpidato.
Penerjemah: Askan Krisna
Editor: B Kunto Wibisono