This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Senin, 05 September 2016

Harga Emas Berusaha Naik Pasca Rilis PMI Manufaktur Tiongkok

Harga emas di sesi perdagangan Asia pada hari Kamis (01/09) berusaha naik setelah adanya rilis data PMI manufaktur Tiongkok menunjukkan penurunan tipis. Saat berita ini diturunkan, XAU/USD diperdagangkan di kisaran level harga 1,310 dolar AS.
Sementara itu, harga emas futures untuk pengiriman bulan Desember mengalami kenaikan tipis sebesar 0.15 persen menjadi ke level harga 1,313 dolar AS per troy ons. Sedangkan harga perak futures untuk pengiriman bulan Desember menjadi 18.79 dolar AS per troy ons, naik signifikan sebesar 0.42 persen dan harga tembaga futures berada di kisaran level harga 2.086 dolar AS per pound, menanjak sebesar 0.41 persen.
Sementara itu, data PMI manufaktur Caixin untuk bulan Agustus di Tiongkok melandai dibawah ekspektasi yakni ke level 50 poin dari bulan Juli sebesar 50.6. Pada sesi sebelumnya, adapun rilis data PMI manufaktur CFLP bulan Agustus di Tiongkok naik ke 50.4 dan PMI non manufaktur Tiongkok turun ke 53.5. Data-data tersebut merupakan sebuah indikator yang menunjukkan seluruh aktivitas di sektor manufaktur di negara China.
Disamping itu, selama sesi perdagangan hari Rabu malam kemarin, harga emas menurun ke level harga terendah dua bulan setelah rilis data dari pasar ketenagakerjaan AS yang mampu menguatkan spekulasi the Fed akan segera menaikkan tingkat suku bunganya dalam waktu dekat.

Rilis Data Dari Sektor Ketenagakerjaan AS

Data nonfarm employment change versi ADP untuk bulan Agustus diatas ekpektasi yakni mengalami pertumbuhan sebanyak 177,000. Rilis tersebut diatas perkiraan analis yang sebelumnya memperkirakan bahwa hanya akan ada kenaikan sebanyak 175,000. Sedangkan data non farm ADP pada bulan Juli direvisi menanjak dari sebelumnya hanya 179,000 ke 194,000. Selain itu, data pending sales AS secara bulanan merangkak naik melampaui ekspektasi para analis yakni menjadi 1.3 persen dari sebelumnya -0.8 persen.
Sementara ini, sebagian besar pelaku pasar tengah bersiap untuk rilis data yang sudah ditunggu-tunggu yaitu data NFP AS. Rilis data ini penting untuk menentukan indikasi tertentu terkait dengan apakah bank sentral AS akan segera menaikkan tingkat suku bunganya pada bulan September ini. Diprediksi NFP AS akan menunjukkan adanya pertumbuhan sebesar 180,000.
Seperti yang sudah diketahui bahwa tingginya probabilitas kenaikan suku bunga oleh the Fed ini dapat menyebabkan penguatan pada mata uang dolar AS. Kondisi ini tentu saja akan membebani harga emas sebagai aset safe haven dan mendorong logam mulia emas harus bersaing ketat dengan aset berimbal balik bunga.

Harga Emas Naik Tipis, Investor Menanti Rilis NFP AS

Harga emas terpantau diperdagangkan naik tipis di sesi Asia pada hari Jumat (02/08) dengan fokus investor ke rilis data dari pasar ketenagakerjaan yaitu Non Farm Payroll AS (NFP). Saat berita ini diturunkan, XAU/USDdiperdagangkan di kisaran level harga 1,313 dolar AS.
Sementara itu, pada Comex New York Mercantile Exchange, harga emas futures untuk pengiriman bulan Desember mengalami kenaikan tipis sebesar 0.01 persen ke level harga 1,317 dolar AS per troy ons. Sedangkan harga perak futures untuk pengiriman bulan Desember diperdagangkan di level harga 19.04 dolar AS per troy ons, menanjak sebesar 0.51 persen dan harga tembaga futures untuk pengiriman bulan Desember mengalami kenaikan sebesar 0.21 persen menjadi 2.087 dolar AS per pound.
Selama sesi perdagangan hari Kamis malam kemarin, harga emas menurun ke level terendah dua bulan karena sebagian besar investor menantikan rilis data NFP AS bulan Agustus. Pada sesi sebelumnya, harga emas telah turun cukup signifikan yaitu sebesar 0.39 persen atau sekitar 5.10 dolar AS setelah data employment change ADP AS mencatatkan pertumbuhan.

Investor Fokus Ke Rilis NFP AS

Para investor kini tengah berfokus ke rilis data Non Farm Payrolls AS untuk bulan Agustus. Rilis ini sangat ditunggu-tunggu untuk menilai apakah kondisi perekonomian AS sudah cukup kuat apabila the Fed menaikkan tingkat suku bunganya dalam waktu dekat ini.
Diperkirakan data NFP AS tersebut akan tumbuh sebanyak 180,000, setelah pada bulan sebelumnya bertambah sangat signifikan sebanyak 255,000. Jika laporan data NFP AS bulan Agustus menunjukkan pertumbuhan yang signifikan maka pandangan kenaikan suku bunga AS pada bulan September ini semakin menguat, setelah adanyakomentar hawkish dari beberapa petinggi the Fed beberapa waktu lalu.
Seperti yang sudah diketahui bahwa logam mulia emas sangat sensitif dengan pergerakan suku bunga AS. Apabila the Fed menaikkan tingkat suku bunganya, mata uang dolar AS akan cenderung menguat. Kondisi tersebut kemudian akan membebani harga emas dan menurunkan minat terhadap emas sebagai aset investasi alternatif.

Jumat, 02 September 2016

Emas Genapkan Penurunan Jadi 3 Persen Bulan Ini

Harga emas mengalami penurunan kembali di sesi perdagangan Asia pada hari Rabu (31/08) setelah naiknya ekspektasi rate hike oleh the Fed sebelum akhir tahun 2016 ini. Saat berita ini diturunkan, XAU/USD diperdagangkan di kisaran level harga 1,314 dolar AS.


Sementara itu, pada Comex New York Mercantile Exchange, harga emas futures untuk pengiriman bulan Desember mengalami penurunan signifikan menjadi 1,318 dolar AS per troy ons. Sedangkan harga perak futures untuk pengiriman bulan Desember naik sebesar 0.52 persen ke level harga 18.77 dolar AS per troy ons dan harga tembaga futures untuk pengiriman bulan Desember diperdagangkan di level harga 2.082 dolar AS per pound, naik sebesar 0.29 persen.
Selama sesi perdagangan hari Selasa kemarin, logam mulia emas masih dibawah tekanan. Sementara itu, harga emas telah menggenapkan penurunannya menjadi tiga persen selama bulan Agustus 2016 ini. Penurunan harga emas tersebut disebabkan oleh adanya kemungkinan bahwa bank sentral AS akan menaikkan tingkat suku bunganya sebelum akhir tahun 2016.
Disamping itu, pada hari Selasa kemarin, adapun Dewan Gubernur the Fed, Stanley Fischer yang menuturkan, rilis data ekonomi AS selanjutnya akan menentukan peluang untuk kenaikan suku bunga AS. Pernyataan petinggi the Fed ini menyiratkan adanya optimisme bahwa produktivitas dan pertumbuhan ekonomi AS akan rebound. Kondisi tersebut kemudian membebani harga emas sebagai aset safe haven.

Pelaku Pasar Tunggu Data Ketenagakerjaan AS

Saat ini para pelaku pasar terus memberikan perhatian mereka pada rilis data NFP AS. Diprediksi NFP AS untuk bulan Agustus akan menjadi 180,000 dari sebelumnya 255,000. Selain itu, investor juga menunggu data tingkat pengangguran di AS. Para analis memperkirakan bahwa tingkat pengangguran (unemployment rate) bulan Agustus akan turun ke 4.8 persen. Data-data ini sangat penting untuk mengetahui indikasi lebih lanjut terhadap kapan the Fed akan menaikkan suku bunga AS.
Seperti yang sudah diketahui, apabila the Fed menaikkan suku bunga AS maka mata uang dolar AS akan terdorong untuk menguat. Hal ini selanjutnya akan membebani harga emas dan menyebabkan logam mulia emas cenderung turun (bearish).

Harga Emas Berusaha Naik Pasca Rilis PMI Manufaktur Tiongkok

Harga emas di sesi perdagangan Asia pada hari Kamis (01/09) berusaha naik setelah adanya rilis data PMI manufaktur Tiongkok menunjukkan penurunan tipis. Saat berita ini diturunkan, XAU/USD diperdagangkan di kisaran level harga 1,310 dolar AS.
Sementara itu, harga emas futures untuk pengiriman bulan Desember mengalami kenaikan tipis sebesar 0.15 persen menjadi ke level harga 1,313 dolar AS per troy ons. Sedangkan harga perak futures untuk pengiriman bulan Desember menjadi 18.79 dolar AS per troy ons, naik signifikan sebesar 0.42 persen dan harga tembaga futures berada di kisaran level harga 2.086 dolar AS per pound, menanjak sebesar 0.41 persen.
Sementara itu, data PMI manufaktur Caixin untuk bulan Agustus di Tiongkok melandai dibawah ekspektasi yakni ke level 50 poin dari bulan Juli sebesar 50.6. Pada sesi sebelumnya, adapun rilis data PMI manufaktur CFLP bulan Agustus di Tiongkok naik ke 50.4 dan PMI non manufaktur Tiongkok turun ke 53.5. Data-data tersebut merupakan sebuah indikator yang menunjukkan seluruh aktivitas di sektor manufaktur di negara China.
Disamping itu, selama sesi perdagangan hari Rabu malam kemarin, harga emas menurun ke level harga terendah dua bulan setelah rilis data dari pasar ketenagakerjaan AS yang mampu menguatkan spekulasi the Fed akan segera menaikkan tingkat suku bunganya dalam waktu dekat.

Rilis Data Dari Sektor Ketenagakerjaan AS

Data nonfarm employment change versi ADP untuk bulan Agustus diatas ekpektasi yakni mengalami pertumbuhan sebanyak 177,000. Rilis tersebut diatas perkiraan analis yang sebelumnya memperkirakan bahwa hanya akan ada kenaikan sebanyak 175,000. Sedangkan data non farm ADP pada bulan Juli direvisi menanjak dari sebelumnya hanya 179,000 ke 194,000. Selain itu, data pending sales AS secara bulanan merangkak naik melampaui ekspektasi para analis yakni menjadi 1.3 persen dari sebelumnya -0.8 persen.
Sementara ini, sebagian besar pelaku pasar tengah bersiap untuk rilis data yang sudah ditunggu-tunggu yaitu data NFP AS. Rilis data ini penting untuk menentukan indikasi tertentu terkait dengan apakah bank sentral AS akan segera menaikkan tingkat suku bunganya pada bulan September ini. Diprediksi NFP AS akan menunjukkan adanya pertumbuhan sebesar 180,000.
Seperti yang sudah diketahui bahwa tingginya probabilitas kenaikan suku bunga oleh the Fed ini dapat menyebabkan penguatan pada mata uang dolar AS. Kondisi ini tentu saja akan membebani harga emas sebagai aset safe haven dan mendorong logam mulia emas harus bersaing ketat dengan aset berimbal balik bunga.

Kamis, 01 September 2016

6 Alasan BoE Potong Suku Bunga Dan Nasib Poundsterling Setelahnya

Sesuai ekspektasi, Bank Sentral Inggris (BoE) akhirnya mengambil putusan kebijakan moneter dengan caramemotong suku bunga hingga 25 basis poin menjadi 0.25 persen serta menggelontorkan pembelian obligasi pemerintah sebesar 70 miliar Pound dari jumlah sebelumnya sebesar 60 miliar Pound. Pendekatan-pendekatan tersebut direspon kuat oleh pasar terbukti dengan melemahnya Poundsterling secara tajam terhadap semua mata uang mayor.


Pertanyaannya, lalu apa sebenarnya yang mendasari keputusan BoE untuk mengambil kebijakan moneter tersebut di Bulan Agustus 2016 ini?

Menurut pernyataan Gubernur Mark Carney, pihaknya merasa bahwa dengan mengambil tindakan lebih awal dan komprehensif semacam itu, MPC diharapkan dapat mengurangi ketidakpastian, menopang kepercayaan bisnis, menumpulkan perlambatan, dan mendukung segala penyesuaian yang diperlukan dalam perekonomian Inggris. Selain itu, ada enam alasan lagi mengenai dasar pengambilan kebijakan BoE bulan Agustus ini. Berikut digambarkan dalam tabel grafik.
1. Pertumbuhan
Bank sentral merasakan adanya pelemahan nyata dalam pertumbuhan Inggris sejak keputusannya untuk meninggalkan Uni Eropa bulan Juni lalu.


Tak hanya itu, dalam proyeksi GDP mereka, tampak bahwa keterpurukan akan lebih kentara di tahun 2017 nanti daripada di tahun ini, dengan angka prediksi yang terpapras dari 2.3 persen menjadi 0.8 persen. Kendati demikian, dalam laporan inflasi terbarunya, BoE tak lantas menyimpulkan bahwa ekonomi Inggris akan terjerumus dalam resesi.

2. Inflasi
Proyeksi inflasi BoE memang meningkat sejak melemahnya Pounds Sterling. Saat ini, BoE memperkirakan inflasi Inggris bisa mencapai target 2 persen pada kuartal akhir 2017, lebih cepat daripada perkiraan sebelumnya di kuartal kedua tahun 2018.

BoE mengungkapkan, "... Nilai tukar Sterling pun melorot drastis. Hal ini, dengan sendirinya, akan menjadi dukungan bagi para eksporter namun juga menaikkan harga immpor sehingga memberatkan pendapatan riil masyarakat dan menaikkan inflasi."

3. Pounds Sterling
Merujuk pada terempasnya Sterling sejak Brexit, BoE mengatakan bahwa Sterling kini berada 15 persen di bahwa puncak pada bulan November dan sekitar 10 persen di bawah jalur yang terbentuk pada bulan Mei.


4. Upah
Upah pekerja di Inggris tumbuh sangat lamban, sehingga merefleksikan minimnya pertumbuhan produktivitas. Bank sentral menyebut lemahnya pertumbuhan upah telah terjadi sejak krisis finansial dan reratanyamasih di bahwa level pra-krisis meski ada kenaikan dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan, Upah Pekerja Nasional yang telah diberlakukan pada April lalu, ditaksir hanya akan memberikan efek yang kecil bagi pertumbuhan upah secara keseluruhan.


5. Tingkat Pengangguran
Setelah Brexit, tingkat pengangguran Inggris diperkirakan akan lebih tinggi daripada yang diasumsikan oleh BoE pada bulan Mei. Tingkat Pengangguran akan naik menjadi 5.4 persen tahun depan (dari perkiraan 4.9 persen sebelum Brexit) dan akan terus naik hingga 5.6 persen pada tahun 2018. Dalam konferensinya kemarin, Gubernur BoE mengatakan, Unemployment Rate kemungkinan akan melonjak hingga 250,000 sehingga butuh tindakan segera.

6. Tingkat Suku Bunga
BoE memotong suku bunga untuk pertama kalinya sejak tahun 2009 menjadi 0.25 persen. Rate saat ini adalah yang terendah sejak BoE didirikan pada tahun 1694. Meski demikian, dalam pernyataan kemarin, Carney tak menyiratkan nada yang terlalu dovish dengan tak menyinggung masalah penerapan suku bunga negatif.


Bagaimana nasib Pounds Sterling setelah ini?

Kathy Lien, analis dari BK Asset Management memandang kebijakan BoE dan pernyataan-pernyataan gubernurnya sebagai sinyal tidak adanya tambahan penurunan yang parah untuk GBP/USD. Bank Sentral Inggris akan wait and see setelah menerapkan kebijakan untuk beberapa lama, kemungkinan hingga tahun depan, sebelum mengambil langkah baru.

Berdasarkan kondisi tersebut, BK Asset Management memprediksi bahwa Pound memang masih bisa mengalami pelemahan tajam -- GBP/USD, GBP/CAD, GBP/NZD, dan GBP/AUD yang tenggelam hampir 2 persen kemarin -- terhadap mata uang-mata uang lain, tetapi tidak akan turun tajam lagi terhadap Dolar AS.

Simpulan Simposium Jackson Hole Dan Proyeksi Dolar Pra FOMC September

Event yang ditunggu-tunggu pasar pekan lalu, Simposium Bank Sentral di Jackson Hole, Wyoming, telah berakhir. Pernyataan Ketua The Fed, Janet Yellen, pun hampir sesuai ekspektasi dengan menyebutkan penilaian yang optimis terhadap ekonomi Amerika meski minus sinyal waktu pelaksanaan kenaikan tingkat suku bunga The Fed. Pada dasarnya, ada 3 intisari dari pernyataan Yellen di Wyoming pada Jumat (26/Agustus) lalu:


1. Peningkatan Ekonomi AS

Ada tiga bahasan pokok tentang ekonomi AS yang disinggung oleh Yellen. Pertama adalah masalah pertumbuhan ekonomi. Ketua The Fed tersebut mengakui bahwa pertumbuhan ekonomi AS memang belum pesat, terutama di tengah tahun pertama. Akan tetapi, Yellen segera menambahkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang seperti sekarang pun sudah cukup untuk memotori peningkatan dalam pasar tenaga kerja. Ke depan, Yellen mengekspektasikan pertumbuhan yang moderat dalam GDP riil, dipimpin oleh pertumbuhan belanja masyarakat.
Kedua, adalah sektor pasar tenaga kerja. Kalimat pertama yang diangkat Yellen saat membuka topik sektor tenaga kerja adalah perolehan rata-rata lapangan kerja dalam tiga bulan terakhir yang mencapai 190,000. Menurut analisBabyPips, pernyataan Yellen tersebut adalah signifikansi dari pidatonya pada bulan Desember 2015 lalu yang mengatakan:

"Penyediaan lapangan kerja (tambahan dari pemerintah) baru mungkin dibutuhkan apabila rata-rata lapangan kerja di bawah 100,000 per bulan."

Pernyataan tersebut bersinergi dengan pernyataan Presiden The Fed untuk wilayah Atlanta pada tanggal 16 Agustus lalu, Dennis Lockhart, dimana menurutnya, pertumbuhan tenaga kerja sudah menembus level breakeven yang terpasang di kisaran 80,000 dan 100,000. Ini artinya, perolehan sektor tenaga kerja AS sudah sangat bagus. Yellen dan rekan-rekannya di The Fed tinggal menunggu data tambahan untuk meyakinkan penguatan sektor tenaga kerja AS.
Ketiga, Ketua The Fed menukil masalah inflasi. Yellen mengatakan inflasi AS masih berjalan di bahwa ekspektasi 2 persen meski menyebut bahwa efek perpindahan akan mulai memudar. Yellen tetap yakin bahwa inflasi AS akan mencapai 2 persen dalam beberapa tahun ke depan.

2. Tingginya Kans Kenaikan Suku Bunga

Mengingat optimisnya pandangan Yellen pada ekonomi Amerika, kesimpulan pidato Ketua The Fed tersebut adalah "kemungkinan kenaikan Fed Rate menguat dalam beberapa bulan terakhir." Kendati demikian, Yellen tetap menyebutkan bahwa kebijakan moneter tergantung pada data, terutama saat outlook ekonomi tampak tak pasti. Oleh karena itu, kebijakan moneter tidak bisa langsung ditetapkan. Pernyataan Yellen tersebut dinilai agak wagu karena pada akhirnya, tak menyediakan sinyal yang jelas tentang kapan kenaikan suku bunga AS akan dilaksanakan.


3. Kenaikan Suku Bunga Bertahap

Pada awalnya, Yellen membahas krisis yang terjadi di awal tahun 2008 termasuk keputusan The Fed untuk memotong suku bunga. Namun demikian, Yellen menyimpulkan bahwa perangkat kebijakan The Fed yang telah diterapkan hingga saat ini terbilang efektif dan ke depan, The Fed perlu menaikkan tingkat suku bunga secara bertahap.


Reaksi Dolar AS Dan Proyeksi Dolar Ke Depan

Dolar AS melambung cukup tinggi terhadap mata uang-mata uang mayor pasca pernyataan Yellen. Akan tetapi, kenaikan tersebut tak berlangsung lama karena setelah pidato tersebut disampaikan secara lengkap, pasar tidak mendapatkan indikasi yang jelas tentang waktu pelaksanaan kenaikan tingkat suku bunga The Fed.

Meski demikian, para analis memperkirakan, menjelang rapat The Fed pada September mendatang bull Dolar masih mungkin menanduk, apalagi pernyataan dari Wakil Ketua The Fed, Stanley Fischer terdengan sangat hawkish dengan menyebut adanya kemungkinan kenaikan suku bunga pada bulan September serta kenaikan suku bunga lebih dari satu kali tahun ini.

Menurut Shaun Osborne, Kepala Ahli Strategi Forex di Scotiabank, para investor saat ini belum dapat menemukan arah yang jelas untuk Dolar AS. Walaupun begitu, setiap pergeseran yang terjadi pada mata uang, utamanya Dolar, dapat mengacaukan sektor-sektor aset dan komoditas yang selama ini mendapatkan manfaat dari kelemahan Dolar. Katalis yang paling potensial bagi Dolar dalam waktu dekat ini adalah laporan NFP AS di hari Jumat mendatang.

Rabu, 31 Agustus 2016

Harga Minyak Brent Melesat Tembus 50 Dolar Per Barel

Harga minyak Brent menanjak hingga lebih dari 50 Dolar tadi malam dan bertahan di level tinggi pagi ini (19/8), didorong oleh spekulasi mengenai prospek akan tercapainya kesepakatan yang bisa menyeimbangkan suplai di pasar minyak pada pertemuan informal OPEC bulan depan. Namun, sejumlah pakar mengingatkan bahwa reli ini bisa jadi hanya pepesan kosong.
Saat berita ini diturunkan, harga minyak Brent berada di kisaran $50.73 per barel, masih di level tinggi meskipun telah lebih rendah ketimbang harga penutupan tadi malam pada $50.89 maupun puncak $51.05 yang dicapainya di sesi Amerika. Sementara minyak WTI diperdagangkan di kisaran $48.24 per barel, lebih tinggi dibanding harga penutupan sebelumnya pada $48.22.
Menurut laporan Reuters, pesatnya kenaikan harga minyak hingga mencapai level tinggi dua bulan saat ini didorong oleh aksi short-covering para spekulator, termasuk lembaga-lembaga Hedge Fund dan pengelola investasi lainnya yang beberapa waktu lalu telah mengakumulasikan banyak posisi short.
Lemahnya Dolar akibat tak jelasnya kapan suku bunga Amerika Serikat akan dinaikkan lagi juga mendukung perbaikan harga minyak, karena membuat harga komoditas ini jadi lebih murah bagi negara-negara pengguna mata uang lainnya.

Hanya Pepesan Kosong?

Sebagian anggota OPEC tengah mengalami kesulitan ekonomi akibat rendahnya harga minyak dalam dua tahun terakhir dibandingkan dengan puncak tertingginya di atas $100 per barel. Meskipun sejumlah negara Timur Tengah mampu berproduksi dengan biaya sangat rendah, tetapi negara lain seperti Venezuela membutuhkan harga tinggi agar bisa memulihkan perekonomian mereka.
Dalam konteks tersebut, para anggota OPEC akan menggelar pertemuan informal berdampingan dengan International Energy Forum di Aljazair pada tanggal 26-28 September. Pasar kini mensinyalir OPEC bisa jadi akan mengambil kesepakatan untuk membekukan level produksinya pada tingkat tertentu.
Namun, banyak analis menilai pembekuan produksi pada tingkat yang sama dengan level produksi saat ini bisa jadi tak akan membantu mendorong harga minyak meningkat. Pasalnya, berbagai negara produsen minyak terkemuka kini tengah menggenjot output di atau mendekati level tertingginya, termasuk Rusia dan Arab Saudi.
Carsten Fritsch, analis komoditas dan minyak senior di Commerzbank Jerman mengatakan pada Reuters, "Berita terbaru dari Arab Saudi sangat tak mendukung harga sama sekali. Ini adalah pukulan ganda bagi pasar minyak. Pengujian level rendah (harga minyak seperti) awal Agustus cukup dimungkinkan terjadi."
Analis dari bank multinasional Citi pun memperingatkan adanya risiko reli harga semata-mata karena potensi diskusi OPEC di masa depan, karena pertemuan serupa awal tahun ini gagal mencapai kesepakatan.

Harga Minyak Loyo Setelah Saudi Kirim Sinyal Genjot Suplai

mahnya Dolar setelah notulen rapat kebijakan bank sentral AS mengindikasikan terbelahnya pendapat para pejabatnya mengenai urgensi kenaikan suku bunga dalam waktu dekat. Pelemahan Dolar pada umumnya membuat minyak menjadi lebih murah bagi negara-negara pengguna mata uang lain. Namun, reli ini berumur pendek.

Produsen Minyak Berlomba Genjot Output

Laporan Reuters dari wawancara narasumber orang dalam industri menyebutkan bahwa Arab Saudi telah mulai menggenjot produksi sejak Juni, dengan dalih untuk memenuhi peningkatan musiman permintaan domestik serta ekspor. Pada bulan Juni, Saudi memproduksi 10.55 juta bph, kemudian di bulan Juli naik ke 10.67 juta bph. Kini produksi bulan Agustus diekspektasikan bisa naik setinggi 10.8-10.9 juta bph. Ini berarti suplai minyak mentah Saudi di bulan Agustus bisa mencapai rekor level tinggi baru, melampaui Rusia sebagai negara produsen minyak terbesar dunia.
Meski Menteri Energi Saudi mengindikasikan terbuka untuk melakukan diskusi dalam rangka stabilisasi harga, nampaknya negara pengekspor minyak nomor satu dunia ini ingin menggenjot output dulu sebelum level produksi dibekukan di tingkat tertentu.
Saudi tak sendiri dalam memperparah limpahan suplai minyak di pasaran. Menteri Perminyakan Iran Bijan Zanganeh mengungkapkan pada parlemen setempat bahwa pihaknya siap mengangkat output hingga 4.6 juta bph dalam lima tahun, jauh di atas level produksi saat ini pada 3.6 juta bph maupun tingkat output sebelum sanksi diberlakukan dan dicabut yang sekitar 3.8-4 juta bph. Demikian pula dengan Rusia yang meski pada April menyatakan siap membekukan laju produksi-nya, tetapi kini output berada dekat level tertinggi sepanjang masa pada 10.85 juta bph dan mengharapkan bisa mendorong naik lebih jauh lagi tahun depan.

Ada Risiko Kerapuhan Reli

Saat berita ini diturunkan, harga minyak Brent berada di sekitar $49.72 per barel, sedikit melandai dari harga penutupan perdagangan sesi sebelumnya di $49.85. Harga minyak WTI pun cenderung flat di kisaran $46.79 per barel. Harga tetap berada di level tinggi setelah sempat nyaris menyentuh $50 pada hari Rabu lalu.
Dalam wawancara dengan Reuters, analis dari bank kawakan Citi memperingatkan adanya risiko pada kemungkinan reli harga hanya berdasarkan pada prospek digelarnya diskusi OPEC, karena pertemuan serupa di bulan April lalu terbukti gagal. Menurutnya, "Kerjasama OPEC perlu diperlakukan dengan hati-hati, karena ini dasar yang rapuh untuk dijadikan dasar reli bullish."

Selasa, 30 Agustus 2016

Harga Emas Bergejolak Pasca Pernyataan Janet Yellen

Pidato ketua Bank Sentral AS Federal Reserve, Janet Yellen pada pertemuan di Jackson Hole, Wyoming Kansas City pada Jumat malam (26/8) memaksa harga emas berfluktuasi tajam akibat minimnya petunjuk kenaikan suku bunga yang dinanti nantikan pelaku pasar dalam beberapa waktu belakangan ini.
Harga emas bergejolak hebat, hal tersebut terlihat dari pergerakan selama 1 jam pertama saat Janet Yellen berpidato dan menyampaikan pandangannya tentang kondisi perekonomian dan sedikit menyinggung tentang masalah kenaikan suku bunga.
Sempat tenang dan cenderung naik selama sesi Asia dan Eropa, emas langsung meraih level terendah harian di 1319 dollar AS per troy ounce pada menit menit awal pidato Yellen. Namun tidak lama kemudian setelah  chairwoman The Fed tersebut tidak secara gamblang menyebutkan waktu pelaksanaan rate hike, membuat harga emas terdorong kembali keatas hingga menyentuh level tertinggi harian pada harga 1342 dollar AS per troy ounce.

Investor  Emas Masih Mencerna Pidato Yellen
Pernyataan Yellen cenderung implisit, hal itulah yang membuat harga emas bergerak liar pada malam hari ini. Harga emas bergerak dalam range cukup lebar yakni naik turun 23 dollar AS dalam kurun waktu 1 jam terhitung dari pukul 21.00 hingga 22.00 WIB.
Tampaknya pelaku pasar masih mencerna pidato Yellen dan harus melihat kembali rilis data ekonomi AS kembali guna memperkuat pernyataan hawkish Janet Yellen malam ini. Fokus pasar selanjutnya tertuju pada rilis NFP pada awal bulan sebelum menanti hasil pertemuan FOMC pada 21 September mendatang.
Saat ini XAU/USD diperdagangkan pada level 1323 dollar AS per troy ounce, menjauhi level high harian 1342. Emas bergerak melemah dan berpeluang mencatatkan pelemahan mingguan untuk kedua kalinya secara beruntun.

Harga Emas Menurun, Investor Tunggu Kepastian Kenaikan Suku Bunga AS

Emas terpantau masih melandai di sesi perdagangan Asia pada hari Senin (29/08) setelah sebagian besar investor mencerna lagi pernyataan Janet Yellen pekan lalu dan menunggu kepastian kapan the Fed akan menaikkan suku bunganya. Saat berita ini diturunkan, harga XAU/USD diperdagangkan di kisaran level harga 1,316 dolar AS.
Sementara itu, pada Comex New York Mercantile Exchange, harga emas futures untuk pengiriman bulan Desember berada di kisaran level harga 1,319 dolar AS, turun sebesar 0.48 persen. Sedangkan harga perak futures untuk pengiriman bulan Desember menurun signifikan sebesar 1.20 persen ke level harga 18.52 dolar AS per troy ons dan harga tembaga futures untuk pengiriman bulan Desember terpantau diperdagangkan di level harga 2.086 dolar AS per pound, naik tipis sebesar 0.07 persen.
Selama sesi perdagangan hari Jumat pekan lalu, harga emas mengalami penurunan sangat signifikan. Kondisi tersebut terjadi setelah sebagian pelaku pasar menilai bahwa kemungkinan terjadinya kenaikan tingkat suku bunga oleh the Fed adalah saat rapat kebijakan bulan September nanti.

 

Investor Tunggu Kepastian Kenaikan Suku Bunga AS

Dalam pidatonya pada agenda pertemuan tahunan di Jackson Hole, Wyoming, Ketua the Fed, Janet Yellenmenyatakan, kepentingan untuk menaikkan tingkat suku bunga AS sudah menguat, mengingat adanya perbaikan dalam sektor ketenagakerjaan AS dan ekspektasi tentang akan membaiknya pertumbuhan ekonomi AS.
Akan tetapi, Janet Yellen tidak mengindikasikan dengan gamblang kapan the Fed akan bertindak untuk menaikkan suku bunga AS. Janet Yellen hanya menyatakan bahwa kenaikan tingkat suku bunga oleh the Fed akan bergantung pada data perekonomian AS yang akan dirilis dalam beberapa waktu mendatang.
Seperti yang sudah diketahui bahwa harga emas sensitif dengan pergerakan tingkat suku bunga the Fed. Oleh karena itu, apabila bank sentral AS tersebut memutuskan untuk menaikkan suku bunga AS, maka harga emas akan bearish (cenderung menurun). 
Sementara itu, sebagian besar investor tengah menunggu data dari sektor manufaktur China dan NFP AS yang dijadwalkan akan rilis pada pekan ini. Dua data ini dinilai penting ditengah-tengah kekhawatiran atas kesehatan dan pertumbuhan ekonomi terbesar di dunia tersebut.

Senin, 29 Agustus 2016

Goldman Sachs: Meski OPEC Bekukan Produksi, Surplus Takkan Terhenti

Harga minyak mentah hari ini (24/8) kembali tersungkur setelah persediaan minyak AS dilaporkan meningkat lebih tinggi dari ekspektasi. Sementara itu, bank multinasional Goldman Sachs memperingatkan bahwa meskipun seandainya OPEC sepakat membekukan produksi pada pertemuan informal bulan depan, limpahan surplus tetap membanjiri pasar.
Kabar peningkatan persediaan minyak mentah AS dan kekhawatiran akan menurunnya permintaan minyak China menekan harga minyak. Saat berita ini diturunkan, minyak berjangka Brent telah melorot 0.8% ke $49.57 per barel, sedangkan minyak WTI tergelincir lebih dari 1% ke $47.59 per barel.
Tadi malam, pemerintah China menyatakan akan mulai menggulung perusahan-perusahaan pengilangan tak berijin (teapots), sehingga memunculkan kekhawatiran kalau itu akan mengakibatkan penurunan permintaan minyak dari Negeri Tirai Bambu.
Tak lama sebelumnya, American Petroleum Institute (API) melaporkan peningkatan masif angka persediaan minyak AS sebanyak 4.464 juta barel. Besaran itu merupakan kenaikan tertinggi dalam empat bulan dan jauh berlawanan dengan ekspektasi konsensus yang mengharapkan penurunan 0.5 juta barel. Kabar ini memperparah kerisauan akan surplus di pasar minyak setelah Perdana Menteri Irak beberapa jam sebelumnya menyatakan bahwa pihaknya takkan menyetujui pembekuan produksi sebagai bagian dari kesepakatan apapun di OPEC.
Pernyataan Perdana Menteri Irak tersebut menggarisbawahi pesimisme para pakar akan prospek tercapainya sebuah kesepakatan yang siginifikan dalam pertemuan informal negara-negara OPEC di Aljazair bulan depan. Apalagi bila negara-negara produsen enggan mengendalikan output masing-masing, sebagaimana dinyatakan olehGoldman Sachs.
Menurut salah satu bank top dunia itu, Libya, Irak, dan Nigeria yang bulan lalu menderita beraneka gangguan produksi terlihat sudah mulai menggenjot output minggu lalu. Goldman Sachs memperkirakan pasar di semester kedua tahun ini akan digempur oleh setidaknya 100,000 barel per hari dari negara-negara tersebut. Karenanya, meski sebuah kesepakatan dimungkinkan tercapai di kalangan negara-negara produsen minyak, upaya itu takkan banyak mengangkat harga. Goldman memperkirakan harga minyak tetap akan berada di kisaran $45-$50 hingga musim panas tahun depan.

Saudi Tepis Upaya Intervensi, Harga Minyak Kembali Gamang

Harga minyak masih diperdagangkan sideways dengan kecenderungan tertekan hari ini (26/8) di tengah penantian pasar menjelang pertemuan informal OPEC di Aljazair bulan September mendatang. Minyak mentah Brentmelorot 1.82% di sesi perdagangan sebelumnya, dan kini berada di kisaran $49.53. Sementara minyak WTI sedikit melandai ke $47.24. Komentar Menteri Energi Saudi kembali memukul ekspektasi akan dicapainya kesepakatan pembekuan produksi.
Menteri Energi Arab Saudi, Khalid Al Falih, mengungkapkan keyakinannya bahwa pasar minyak tak membutuhkan "intervensi signifikan" dalam bentuk apapun saat ini, kepada kantor berita Reuters pasca berpidato dini hari tadi. Lebih lanjut, ia menyatakan hingga kini belum ada diskusi spesifik sama sekali mengenai pembekuan produksi OPEC, meski limpahan surplus terus menahan harga minyak di bawah ambang $50.
Arab Saudi berproduksi dalam rekor laju tertinggi sepanjang masa 10.67 juta bph pada bulan Juli, dan Al Falih mengatakan bahwa produksi minyak bulan Agustus masih akan berada di kisaran itu, meski tak menunjuk angka tertentu. Ia pun tutup mulut mengenai berapa level output yang dinilai cukup mampu menstabilkan pasar. Sosok yang juga menjabat sebagai pimpinan Saudi Aramco ini hanya mengutarakan kembali pandangannya, "Pasar sedang bergerak ke arah yang tepat. Permintaan naik dengan baik di seluruh dunia."
Pernyataan Al Falih kali ini menepis persepsi pasar dari komentarnya sebelumnya yang mengindikasikan kalau pihaknya menyambut baik ajakan diskusi untuk menstabilkan harga.
Sebagaimana diketahui, sebuah diskusi informal yang dihadiri negara-negara anggota OPEC dijadwalkan akan digelar berdampingan dengan International Energy Forum di Aljazair pada tanggal 26-28 September. Rencana ini mencuatkan kembali topik pembekuan produksi yang diharapkan beberapa pihak akan bisa membantu menstabilkan limpahan surplus di pasar minyak, tetapi disinyalir oleh banyak pihak akan kembali berbuah nihilsetelah upaya serupa di bulan April 2016 mengalami kegagalan. Konglomerasi keuangan multinasional Goldman Sachs bahkan menilai, meski sebuah kesepakatan dimungkinkan tercapai di kalangan negara-negara produsen minyak, upaya itu takkan banyak mengangkat harga.

Jumat, 26 Agustus 2016

Emas Kembali Melemah, Fokus Pada Pidato Yellen

Pada sesi perdagangan New York hari rabu (24/8) malam, harga emas terpantau anjlok cukup dalam. Tampaknya pelaku pasar benar berhati hati menjelang pidato ketua Federal Reserve, Janet Yellen yang dijadwalkan pada hari jumat akhir pekan mendatang.
XAU/USD bergerak mendatar selama sesi Asia tadi dan begitu memasuki sesi New York, kemilau emas meredup dimana sempat menyentuh level terendah harian 1326 dollar AS per troy ounce. Sebelumnya emas masih stabil di kisaran 1336 hingga 1339.
Pelaku pasar begitu menantikan pernyataan Yellen terkait kenaikan suku bunga Federal Reserve dimana sebelumnya terjadi silang pendapat antara presiden The Fed negara bagian. Investor ingin mendapatkan petunjuk lebih jelas mengenai kapan waktu pelaksanaan hike rate bank sentral AS.

Peluang Rate Hike Meningkat Tajam, Emas Tertekan
Berdasarkan informasi yang bersumber dari indeks Fund Rate Future dari CME grup menunjukan bahwa peluang kenaikan suku bunga pada bulan September melonjak tajam dari 15 persen menjadi 21 persen dalam kurun waktu yang singkat. Selain itu pasar juga masih menaruh harapan kepada The Fed untuk menaikan suku bunga setidaknya pada akhir tahun nanti. Pelaku pasar menyakini peluang rate hike bulan desember mendatang sebesar 50 persen.
Meningkatnya peluang kenaikan suku bunga The Fed pada bulan September mendatang juga diiringi oleh komentar bernada hawkish dari beberapa pemegang hak suara The Fed beberapa hari belakangan ini. Namun secara keseluruhan pasar masih meragukan langkah berani The Fed untuk menaikan suku bunga pada bulan September karena kondisi perekonomian yang belum begitu solid, ditambah gelojak politik negeri Paman Sam menjelang pemilu pada November mendatang.
Saat ini emas diperdagangkan pada level 1329 dollar AS per troy ounce. Pasar masih menunggu pidato Yellen akhir pekan nanti. Bila ketua The Fed melontarkan pandangan Hawkish maka tidak tertutup kemungkinan emas akan kembali tertekan.

Bank-Bank Sentral Di Dunia Kurangi Pembelian Emas

Sebagian besar bank-bank sentral dunia masih melakukan pembelian emas, tetapi ke depan kemungkinan akan mengurangi transaksi pembeliannya. Menurut analisis dalam penelitian Macquarie, bank-bank sentral di dunia hanya membeli sekitar 166 ton emas saja dan menjual 22 ton emas dalam kuartal pertama tahun 2016 ini. Sedangkan untuk pembelian bersih adalah sebanyak 144 ton emas.


Kondisi tersebut sebenarnya tidak banyak berubah dari pembelian bersih yang mereka lakukan pada tahun 2013 dan 2014 lalu. Akan tetapi, menurut catatan Mattew Turner, jumlah pembelian bersih emas tahun 2016 ini terpantau sedikit lebih rendah daripada pembelian pada periode yang sama di tahun sebelumnya yang bisa mencapai 179 ton emas. Selain Rusia dan China, hanya terdapat beberapa pembeli emas dengan prospek yang cenderung rendah dan substantif.
Turner juga menuturkan bahwa saat ini masih belum ada minat tinggi untuk menjual emas. Walaupun demikian, penelitian Macquarie mencatat bahwa Venezuela menjual cadangan emasnya di tengah-tengah krisis ekonomi dan utang untuk meningkatkan pendapatan. Langkah Venezuela ini menyebabkan stok cadangan emas di negara tersebut merosot sebesar 79 ton pada kuartal pertama tahun 2016 dan sebanyak 59 ton pada tahun 2015.
Dengan demikian, Venezuela termasuk negara yang dengan signifikan berperan dalam penurunan jumlah pembelian emas oleh bank sentral dunia. Turner menambahkan, bank-bank sentral tetap berada pada sisi buy di pasar emas dalam kuartal I tahun ini, tetapi merosotnya cadangan di Venezuela telah atau akan membebani harga emas.

Harga Emas Sekarang

Sejauh ini, harga emas sudah naik sebesar 24 persen dalam tahun 2016 dan kenaikan harga lebih lanjut bisa jadi akan menambah lebih banyak lagi bank sentral yang masuk kedalam daftar pembeli emas.
Seperti yang sudah diketahui bahwa bank sentral di dunia membeli emas untuk melakukan diversifikasi pada cadangan devisa mereka. Adaya fakta bahwa mereka memiliki cadangan emas yang banyak, membuat para investor mengamati aktivitas beli dan jual emas pada bank tersebut untuk memperoleh sentimen tertentu terhadap pergerakan harga logam mulia emas.
Saat berita ini diturunkan, harga pair XAU/USD diperdagangkan di kisaran level harga 1,326 dolar AS.
Sementara itu, para pelaku pasar kini masih menunggu pidato Janet Yellen di Jakson Hole, Wyoming. Pidato tersebut dinilai penting untuk mengetahui indikasi lebih lanjut terkait dengan kapan tingkat suku bunga AS akan naik. 

Kamis, 25 Agustus 2016

Harga Emas Menurun Lagi, Nantikan Pidato Janet Yellen

Harga emas di sesi Asia pada hari Rabu (24/08) kembali mengalami penurunan seiring dengan para pelaku pasar yang tengah berfokus pada pidato oleh ketua the Fed, Janet Yellen pada hari Kamis dini hari nanti. Pidato tersebut dinilai penting untuk mengetahui apakah pernyataan Yellen juga cenderung hawkish sama dengan komentar para pejabat the Fed sebelumnya. Saat berita ini diturunkan, XAU/USD diperdagangkan di kisaran level harga 1,337 dolar AS.

Sementara itu, pada Comex New York Mercantile Exchange, harga emas futures untuk pengiriman bulan Desember menurun sebesar 0.35 persen ke level harga 1,341 dolar AS per troy ons. Sedangkan harga perak futures untuk pengiriman bulan Desember menjadi 18.92 dolar AS per troy ons, turun tipis sebesar 0.04 persen dan harga tembaga futures mengalami kenaikan ke level harga 2.125 dolar AS per pound.
Selama sesi perdagangan hari Selasa kemarin, harga logam mulia emas sempat naik tipis dan berusaha bangkit dari penurunan yang signifikan dari sesi sebelumnya. Kondisi ini didorong oleh melemahnya mata uang dolar AS seiring dengan pasar yang masih menantikan pernyataan dan komentar ketua the Fed, Janet Yellen. Selain itu, sebagian besar pelaku pasar juga menunggu kejelasan terkait dengan kapan kenaikan tingkat suku bunga AS akan terjadi.
Disamping itu, logam mulia emas pada sesi perdagangan hari Senin anjlok ditengah-tengah adanya sinyal the Fed kemungkinan besar akan menaikkan suku bunganya bulan September nanti. Sinyal tersebut muncul setelah komentar dari beberapa petinggi the Fed yang hawkish.


Investor Tunggu Pidato Janet Yellen

Pidato Janet Yellen dalam pertemuan tahunan bank sentral di Jackson Hole, Wyoming bisa jadi akan memberikan indikasi terbaru pada kenaikan suku bunga AS selanjutnya. Agenda simposium ini biasanya digunakan oleh the Fed untuk membuat peryataan kebijakan yang penting.
Seperti yang sudah diketahui, emas merupakan logam mulia yang sensitif terhadap pergerakan tingkat suku bunga AS. Selain itu, apabila the Fed menaikkan suku bunganya maka harga emas akan cenderung bearish(menurun) dan bersaing ketat dengan aset berimbal balik bunga.