This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selasa, 23 Agustus 2016

Harga Minyak Brent Melesat Tembus 50 Dolar Per Barel

Harga minyak Brent menanjak hingga lebih dari 50 Dolar tadi malam dan bertahan di level tinggi pagi ini (19/8), didorong oleh spekulasi mengenai prospek akan tercapainya kesepakatan yang bisa menyeimbangkan suplai di pasar minyak pada pertemuan informal OPEC bulan depan. Namun, sejumlah pakar mengingatkan bahwa reli ini bisa jadi hanya pepesan kosong.
Saat berita ini diturunkan, harga minyak Brent berada di kisaran $50.73 per barel, masih di level tinggi meskipun telah lebih rendah ketimbang harga penutupan tadi malam pada $50.89 maupun puncak $51.05 yang dicapainya di sesi Amerika. Sementara minyak WTI diperdagangkan di kisaran $48.24 per barel, lebih tinggi dibanding harga penutupan sebelumnya pada $48.22.
Menurut laporan Reuters, pesatnya kenaikan harga minyak hingga mencapai level tinggi dua bulan saat ini didorong oleh aksi short-covering para spekulator, termasuk lembaga-lembaga Hedge Fund dan pengelola investasi lainnya yang beberapa waktu lalu telah mengakumulasikan banyak posisi short.
Lemahnya Dolar akibat tak jelasnya kapan suku bunga Amerika Serikat akan dinaikkan lagi juga mendukung perbaikan harga minyak, karena membuat harga komoditas ini jadi lebih murah bagi negara-negara pengguna mata uang lainnya.

Hanya Pepesan Kosong?

Sebagian anggota OPEC tengah mengalami kesulitan ekonomi akibat rendahnya harga minyak dalam dua tahun terakhir dibandingkan dengan puncak tertingginya di atas $100 per barel. Meskipun sejumlah negara Timur Tengah mampu berproduksi dengan biaya sangat rendah, tetapi negara lain seperti Venezuela membutuhkan harga tinggi agar bisa memulihkan perekonomian mereka.
Dalam konteks tersebut, para anggota OPEC akan menggelar pertemuan informal berdampingan dengan International Energy Forum di Aljazair pada tanggal 26-28 September. Pasar kini mensinyalir OPEC bisa jadi akan mengambil kesepakatan untuk membekukan level produksinya pada tingkat tertentu.
Namun, banyak analis menilai pembekuan produksi pada tingkat yang sama dengan level produksi saat ini bisa jadi tak akan membantu mendorong harga minyak meningkat. Pasalnya, berbagai negara produsen minyak terkemuka kini tengah menggenjot output di atau mendekati level tertingginya, termasuk Rusia dan Arab Saudi.
Carsten Fritsch, analis komoditas dan minyak senior di Commerzbank Jerman mengatakan pada Reuters, "Berita terbaru dari Arab Saudi sangat tak mendukung harga sama sekali. Ini adalah pukulan ganda bagi pasar minyak. Pengujian level rendah (harga minyak seperti) awal Agustus cukup dimungkinkan terjadi."
Analis dari bank multinasional Citi pun memperingatkan adanya risiko reli harga semata-mata karena potensi diskusi OPEC di masa depan, karena pertemuan serupa awal tahun ini gagal mencapai kesepakatan.

USDX Pulang Ke 94.52, Minyak Terancam Melemah

Analisa Trend Mayor Minyak

  1. koreksi terjadi pada USDX, harga naik menyeret EMA 6 jam dan harian mendekati EMA mingguan, namun pantulan harga terjadi di area EMA mingguan yang merupakan level keseimbangan bergerak buyer seller mingguan. kini harga turun namun harga terhalang oleh level kuat 94.52 yang menjadi level keseimbangan support dan resisten yang terbentuk seperti yang terlihat pada chart. dengan terhalangnya harga oleh level kuat tersebut maka pantulan naik diprediksikan akan terjadi sehingga penguatan USD diperkirakan akan terjadi kedepannya.
  2. selama USD menguat maka minyak serentak melemah, sehingga peluang sell muncul pada minyak dengan syarat minyak harus menyentuh area level kuat.

klik gambar untuk memperbesar

Analisa Trend Minor Minyak

  1. Minayak melemah seiring menguatnya USD yang diindikasikan oleh naiknya USDX ke area EMA mingguan. kini arah harian minyak bearish, dengan adanya prediksi pantulan pada USDX maka minyak berpotensi untuk terus melemah dan ketika minyak menyentuh area level keseimbangan yang ditandai oleh warna biru pada chart maka sell dapat dibuka dengan batasan stop loss dan take profit menurut garis yang sudah terbentuk.
  2. sell dapat dibuka di area level 47.57 dengan stop loss pada level 48.40 dan take profit pada level 46.33 yang merupakan level kuat terdekat di bawah harga saat ini. Jika trader tidak ingin membatasi profit dengan take profit, maka SL plus dapat digunakan saat trader menemui kesempatan ketika harga sudah cukup jauh dari open posisi dalam kondisi profit. Khusus untuk pengguna martingale yang mengacu pada jurnal minyak, jurnal minyak akan menggunakan teknik yang lebih simpel dan target yang lebih besar, posisi sebelumnya kita anggab clear dan mulai dengan akun baru karena telah terbukti aman, nantikan hanya di jurnal minyak.
  3. Rekomendasi  sell di area level 47.57 dengan stop loss pada level  48.40 dan take profit di-hold menggunakan strategi SL plus, atau bisa diletakkan pada level 46.33 . Bagi pengguna martingale, stop loss dapat dihilangkan dan dilakukan diversifikasi akun seperti pada jurnal minyak dan forex cross. Jika ada sinyal open posisi, ada saatnya posisi dapat langsung dibuka pada pagi hari tanpa menunggu harga menyent uh level kuat dikarenakan martingale yang tidak menggunakan batasan-batasan level sebagai ukuran risk/rewardnya, melainkan hanya menggunakan kekuatan balance. Aturan-aturan penggunaan lot harus dipatuhi untuk menghindari MC, sehingga jika MC terjadi maka akun yang lain masih ada.

Senin, 22 Agustus 2016

Harga Emas Meninggi, Investor Abaikan Pandangan Kenaikan Suku Bunga AS

Harga emas terpantau meninggi di sesi Asia hari Rabu (10/08) sejalan dengan sebagian investor yang masih mengikuti tren perdagangan semalam dan mengabaikan ekspektasi baru kenaikan tingkat suku bunga oleh the Fed tahun ini dan rilis data pesanan mesin yang melebihi ekspektasi di negara Jepang. Saat berita ini ditulis, XAU/USDdiperdagangkan di kisaran level harga 1,348 dolar AS.


Sementara itu, pada Comex New York Mercantile Exchange, harga emas futures untuk pengiriman bulan Desember merangkak naik signifikan sebesar 0.57 persen menjadi ke 1,354 dolar AS per troy ons. Sedangkan harga perak futures untuk pengiriman bulan September mengalami kenaikan sebesar 0.98 persen ke level 20.05 dolar AS per troy ons dan harga tembaga futures untuk pengiriman bulan September ke level harga 2.158 dolar AS per pound, naik 0.37 persen.

Harga Emas Flat Di Level Cukup Tinggi 

Selama sesi perdagangan hari Selasa malam kemarin, harga emas diperdagangkan cukup stagnan seiring dengan ekuitas yang secara meluas menyentuh level tertinggi dalam kurun waktu satu tahun ini. Hal ini menyebabkan penurunan tipis harga emas sebagai aset safe haven ketika sebagian besar investor terlibat didalam pencarian aset berimbal balik bunga yang tinggi.
Meskipun harga emas mulai menunjukkan penurunan dari awal bulan Juli lalu, logam mulia emas masih tetap berada di level cukup tinggi ketika mampu diperdagangkan di kisaran 1,374 dolar AS. Sejak pembukaan harga emas tahun ini di level harga 1,075 dolar AS per ons, logam mulia ini sudah merangkak naik sekitar 25 persendan menuju harga terkuatnya selama satu dekade.


Investor Menunggu Kepastian Tingkat Suku Bunga The Fed

Didorong oleh kenaikan saham-saham di sektor perawatan kesehatan dan teknologi, pada hari Selasa kemarin, indeks NASDAQ dan S&P 500 mengalami peningkatan harga dan mampu ke level harian yang cukup tinggi. selain itu, dalam sesi hari Selasa lalu, dividen oleh S&P 500 juga naik ke 2.04 persen memberikan para pelaku pasar dorongan untuk berinvestasi pada saham perusahaan tersebut.
Disamping itu, prospek untuk kenaikan tingkat suku bunga oleh the Fed yang terus berkembang masih berlanjut membebani harga emas. Fed Watch Tool milik CME Group menyatakan probabilitas kenaikan suku bunga pada bulan Desember adalah 50 persen, naik dari sebelum adanya rilis penguatan pada laporan data ketenagakerjaan di AS. Bahkan CME Group juga menaikkan peluang kenaikan suku bunga pada
bulan September menjadi 20 persen.
Seperti yang diketahui bahwa adanya keputusan the Fed untuk menaikkan tingkat suku bunga AS akan menyebabkan harga emas cenderung bearish (menurun) dan membuat logam mulia emas akan bersaing ketat dengan aset berimbal balik bunga.

Harga Emas Turun Lagi, Investor Tunggu Kenaikan Suku Bunga The Fed

Harga emas diperdagangkan rendah pada sesi Asia hari Selasa ini (09/08) karena sebagian investor masih menunggu kepastian terhadap kenaikan suku bunga AS dalam waktu dekat ini dan pasca rilis data Consumer Price Index (CPI) untuk bulan Juli di Tiongkok. Saat berita ini ditulis, XAU/USD berada di kisaran level harga 1,334 dolar AS.


Sementara itu, pada Comex New York Mercantile Exchange, harga emas futures untuk pengiriman bulan Desember berada di level harga 1,339 dolar AS per troy ons mengalami penurunan sebesar 0.12 persen. Sedangkan harga perak futures untuk pengiriman bulan September turun signifikan sebesar 0.25 persen menjadi 19.76 dolar AS per troy ons dan harga tembaga futures untuk pengiriman bulan September diperdagangkan menurun sebesar 0.37 persen ke level harga 2.157 dolar AS per pound.

 

Rilis Data Inflasi Di Tiongkok

Badan Statisik China melaporkan, CPI untuk bulan Juli disana secara YoY menurun sesuai ekspektasi ke 1.8 persen, dari sebelumnya 1.9 persen. Selain itu, CPI negara China untuk bulan Juli secara bulanan naik signifikan dari -0.1 persen menjadi 0.2 persen dan data PPI China untuk bulan Juli secara YoY juga membaik ke -1.7 persen daripada data sebelumnya di -2.6 persen.

 

Menguatnya Data Pasar Ketenagakerjaan AS

Selama sesi perdagangan hari Senin kemarin, harga emas menurun tipis ditengah-tengah sedikit menguatnya dolar AS dan sejalan dengan para investor yang masih berlanjut untuk menanti kenaikan tingkat suku bunga AS oleh the Fed akhir tahun ini. Kondisi tersebut dipicu oleh penguatan laporan data dari pasar ketenagakerjaan pada pekan lalu.
Disamping itu, pada sesi perdagangan emas hari Jumat minggu kemarin, harga emas merosot hingga 20 dolar AS atau sekitar 1.65 persen setelah Departemen Ketenagakerjaan AS menyatakan bahwa perekonomian disana berhasil menambahkan jumlah lapangan kerja menjadi 255,000. Meskipun demikian, logam mulia emas ini terpantau masih meningkat lebih dari lima persen sejak keputusan Inggris untuk keluar dari Uni Eropa pada tanggal 24 Juni lalu. Brexit tersebut membawa harga emas melompat lebih dari 25 persen dan pada awal bulan Juli dan emas berhasil menyentuh level tinggi selama 28 bulan yaitu ke level harga 1,370 dolar AS.

 

Menunggu Kenaikan Suku Bunga The Fed

Pasar ketenagakerjaan di AS terus berlanjut rebound dari masa keterpurukannya pada bulan Mei lalu ketika data perekonomian AS menunjukkan NFP AS hanya bertambah 24,000. Kemungkinan kenaikan tingkat suku bunga oleh the Fed dalam beberapa bulan mendatang semakin berkembang mengingat adanya penguatan pada data NFP tersebut.
Pada hari Senin kemarin, Fed Watch tool milik CME Group memperkirakan peluang untuk kenaikan tingkat suku bunga oleh the Fed pada bulan September adalah sebesar 18 persen, naik tajam dari sebelumnya hanya sembilan persen dalam prediksi hari Kamis pekan lalu.
Sementara itu, probabilitas kenaikan tingkat suku bunga pada bulan Desember meningkat menjadi 40 persen, naik dari 29.4 persen. Dalam lima rapat FOMC yang sudah diselenggarakan tahun 2016, bank sentral AS masih memberlakukan tingkat suku bunga di level antara 0.25 persen dan 0.50 persen. Desember tahun lalu, the Fed menghentikan kebijakan tingkat suku bunga di nol persen dengan menaikkan tingkat suku bunga AS untuk pertama kalinya dalam satu dekade.
Seperti yang sudah diketahui bahwa tren suku bunga AS yang mengalami kenaikan bisa jadi akan membebani harga emas dan mendorong emas untuk bersaing ketat dengan aset berimbal balik bunga.

Jumat, 19 Agustus 2016

Nantikan Laporan AS, Minyak Nangkring Di Level Tinggi Satu Bulan

Harga minyak mentah meroket ke puncak tertinggi satu bulan tadi malam setelah Menteri Energi Rusia turut mengungkapkan dukungannya bagi rencana diskusi OPEC bulan depan. Namun demikian, Selasa pagi ini (16/8) reli nampak kehabisan energi menjelang rilis data inventori minyak AS versi API nanti malam dan versi EIA esok hari.
Harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Oktober saat ini nangkring di $48.01, agak lebih rendah dari puncak tertinggi sebelumnya $48.53 per barel. Sementara itu, minyak WTI untuk pengiriman September terpantau agak melandai dari kisaran $45.92 ke $45.44 per barel.

Rusia Dukung Stabilisasi, Venezuela Terancam Gulung Tikar

Harga terpantau melonjak setelah pernyataan Menteri Energi Arab Saudi Khalid Al-Falih pekan lalu bahwa negaranya membuka diri untuk melakukan diskusi guna menstabilkan pasar minyak yang dibanjiri limpahan supply. Reli pun terus melaju pada Senin malam setelah Menteri Energi Rusia Alexander Novak menyatakan negaranya terus berdiskusi dengan Saudi dan negara-negara produsen minyak lainnya untuk mencapai kestabilan di pasar minyak.
"Mengenai kerjasama dengan Arab Saudi, dialog diantara kedua negara berkembang secara konkrit, baik dalam kerangka struktur multi-pihak maupun pada level bilateral," ungkap Novak pada koran Asharq al-Awsat, sebagaimana dikutip Reuters, "Kami bekerjasama dalam kerangka konsultasi terkait pasar minyak dengan negata-negara OPEC dan para produsen di luar organisasi tersebut, dan berniat untuk melanjutkan dialog guna mencapai stabilitas pasar."
Kabar tentang akan kolapsnya output minyak dari Venezuela juga turut menopang harga minyak di level tinggi satu bulan. Sebagaimana diketahui, Venezuela yang menyimpan salah satu cadangan minyak bumi terbesar di dunia, tengah mengalami krisis ekonomi dan politik berat. Akibatnya, produksi minyak pun terpangkas. Dalam waktu 12 bulan hingga Juni, output minyak mentah Venezuela telah anjlok 9 persen, demikian pula ekspor dan penjualan independen dari joint venture.

Dikhawatirkan Surplus Berlanjut

Namun, banyak analis tetap skeptis kalau OPEC akan mampu mengambil langkah signifikan dalam menstabilkan harga minyak dalam pertemuan informal di Aljazair bulan depan. Selain karena upaya serupa bulan April lalu telah gagal, kondisi saat ini tak mengindikasikan realisasi nyata dari itikad negara-negara OPEC. Iran yang sebelumnya menjadi ganjalan untuk tercapainya kesepakatan, hingga kini pun masih bersikeras untuk menggenjot produksi.
Apalagi, limpahan inventori minyak dan aktivitas pengeboran masih terus meningkat di Amerika Serikat, sebagaimana terlihat dalam laporan pekanan API, EIA, dan Baker Hughes dalam beberapa minggu terakhir. Ke depan, pelaku pasar akan memantau publikasi laporan API nanti malam, EIA esok hari, dan Baker Hughes di Jumat malam, selain tetap mencari tahu sinyal-sinyal lebih lanjut dari negara-negara OPEC.

Harga Minyak Loyo Setelah Saudi Kirim Sinyal Genjot Suplai

Harga minyak nampak lesu pada sesi perdagangan pagi ini (18/8) meski sempat menanjak di sesi sebelumnya. Sebuah laporan eksklusif Reuters yang dipublikasikan dini hari tadi mengklaim adanya indikasi bahwa Saudi menggenjot output minyak mentahnya ke rekor level tinggi baru pada bulan Agustus, memupus optimisme yang sempat beredar setelah inventori minyak mentah Amerika Serikat dilaporkan menurun.

Inventori Minyak AS Berkurang Besar-Besaran

Tadi malam, inventori minyak mentah di Negeri Paman Sam dilaporkan -2.5 juta barel oleh US Energy Information Agency, jauh lebih baik dibanding prediksi peningkatan 522 ribu barel yang disinyalir oleh para analis sebelumnya. Inventori gasolin juga -2.7 juta barel, atau menurun nyaris dua kali lipat lebih tinggi dibanding ekspektasi.
Kabar tersebut sempat mendorong harga minyak Brent naik hingga menyentuh $49.92 per barel. Turut mendukung reli adalah melemahnya Dolar setelah notulen rapat kebijakan bank sentral AS mengindikasikan terbelahnya pendapat para pejabatnya mengenai urgensi kenaikan suku bunga dalam waktu dekat. Pelemahan Dolar pada umumnya membuat minyak menjadi lebih murah bagi negara-negara pengguna mata uang lain. Namun, reli ini berumur pendek.

Produsen Minyak Berlomba Genjot Output

Laporan Reuters dari wawancara narasumber orang dalam industri menyebutkan bahwa Arab Saudi telah mulai menggenjot produksi sejak Juni, dengan dalih untuk memenuhi peningkatan musiman permintaan domestik serta ekspor. Pada bulan Juni, Saudi memproduksi 10.55 juta bph, kemudian di bulan Juli naik ke 10.67 juta bph. Kini produksi bulan Agustus diekspektasikan bisa naik setinggi 10.8-10.9 juta bph. Ini berarti suplai minyak mentah Saudi di bulan Agustus bisa mencapai rekor level tinggi baru, melampaui Rusia sebagai negara produsen minyak terbesar dunia.
Meski Menteri Energi Saudi mengindikasikan terbuka untuk melakukan diskusi dalam rangka stabilisasi harga, nampaknya negara pengekspor minyak nomor satu dunia ini ingin menggenjot output dulu sebelum level produksi dibekukan di tingkat tertentu.
Saudi tak sendiri dalam memperparah limpahan suplai minyak di pasaran. Menteri Perminyakan Iran Bijan Zanganeh mengungkapkan pada parlemen setempat bahwa pihaknya siap mengangkat output hingga 4.6 juta bph dalam lima tahun, jauh di atas level produksi saat ini pada 3.6 juta bph maupun tingkat output sebelum sanksi diberlakukan dan dicabut yang sekitar 3.8-4 juta bph. Demikian pula dengan Rusia yang meski pada April menyatakan siap membekukan laju produksi-nya, tetapi kini output berada dekat level tertinggi sepanjang masa pada 10.85 juta bph dan mengharapkan bisa mendorong naik lebih jauh lagi tahun depan.

Ada Risiko Kerapuhan Reli

Saat berita ini diturunkan, harga minyak Brent berada di sekitar $49.72 per barel, sedikit melandai dari harga penutupan perdagangan sesi sebelumnya di $49.85. Harga minyak WTI pun cenderung flat di kisaran $46.79 per barel. Harga tetap berada di level tinggi setelah sempat nyaris menyentuh $50 pada hari Rabu lalu.
Dalam wawancara dengan Reuters, analis dari bank kawakan Citi memperingatkan adanya risiko pada kemungkinan reli harga hanya berdasarkan pada prospek digelarnya diskusi OPEC, karena pertemuan serupa di bulan April lalu terbukti gagal. Menurutnya, "Kerjasama OPEC perlu diperlakukan dengan hati-hati, karena ini dasar yang rapuh untuk dijadikan dasar reli bullish."

Kamis, 18 Agustus 2016

Setelah Semalam Terperosok, Harga Minyak Menggeliat Songsong Rilis Data AS

Untuk pertama kalinya sejak bulan April, harga minyak mentah AS jatuh ke bawah level $40 per barel pada sesi perdagangan tadi malam. Baik WTI maupun Brent merosot sekitar 4 persen akibat meningkatnya kekhawatiran akan limpahan surplus. Namun, pagi ini (2/8) harga mulai merangkak naik kembali di atas $40 di tengah antisipasi menjelang rilis data inventori AS.
Menurut trader yang diwawancarai oleh Reuters, ambruknya harga terutama dipicu oleh stop-loss teknikal, dikombinasikan dengan likuidasi posisi oleh pelaku pasar yang takut kalau limpahan surplus akan kembali "menenggelamkan" harga minyak. Pasalnya, persediaan minyak mentah AS hingga puncak musim panas kini masih terus meningkat, padahal biasanya masa liburan seperti ini diiringi dengan pengurangan persediaan karena peningkatan konsumsi BBM oleh masyarakat.
Pada titik terendahnya tadi malam WTI sempat menyentuh $439.86, meski kemudian ditutup pada $40.06. Brent cenderung lebih kuat dengan hanya melorot sampai $41.87, dan setelahnya ditutup pada $42.14. Namun, saat berita ditulis, harga minyak WTI telah berada di sekitar $40.17 per barel dan Brent diperdagangkan diantara $42.38 per barel.
Pasar masih berfokus pada proyeksi peningkatan produksi negara-negara OPEC ke level tertingginya sepanjang masa. Diketahui bahwa Arab Saudi, Irak, dan Nigeria kini tengah menggenjot produksinya dengan kekuatan penuh, demikian pula Iran. Berbicara di stasiun televisi pemerintah, Menteri Perminyakan Iran mengakui bahwa pasar telah mengalami surplus berlebih, tetapi tetap meyakini kalau keseimbangan supply dan demand akan pulih.
Meskipun demikian, tak semua outlook saat ini bearish. Survei Reuters yang diselenggarakan hari Senin mengekspektasikan persediaan minyak mentah AS untuk periode minggu lalu telah mengalami penurunan untuk pertama kalinya dalam 10 pekan terakhir. Jumlah sumur pengeboran minyak AS hari Jumat lalu dilaporkan kembali mengalami peningkatan, tetapi bila angka persediaan menurun dalam jumlah cukup besar, maka itu bisa mengindikasikan masih adanya kekuatan demand. Ke depan, pasar akan mengamati rilis data inventori minyak AS dari American Petroleum Institute (API) pada Rabu malam dan US Energy Information Adminstration (EIA) pada Kamis malam.

Harga Minyak Mulai Bergairah Setelah Dolar Melemah

Harga minyak mentah berjangka nampak mulai bergairah setelah akhir pekan lalu Amerika Serikat melaporkan bahwa pertumbuhan ekonominya di kuartal II/2016 mengecewakan. Hari ini (1/8), perbaikan laporan indeks sentimen bisnis China turut menopang harga komoditas emas hitam ini, tetapi kecemasan tentang limpahan surplus masih membayangi.
Di New York Mercantile Exchange (NYMEX), harga minyak WTI berada di kisaran $41.75, sekitar setengah dolar lebih tinggi ketimbang harganya di sesi Asia hari Jumat. Demikian pula harga acuan internasional Brent saat ini sudah merangkak naik kembali ke $43.70 per barel.

Dolar AS Roboh Akibat Lambatnya Pertumbuhan

Ekonomi Amerika Serikat pada kuartal II/2016 tercatat hanya membukukan pertumbuhan sebesar 1.2%, jauh di bawah ekspektasi 2.6% dan hanya naik sedikit dari pencapaian kuartal I sebesar 1.1%. Akibatnya, Dolar AS terhantam. Indeks Dolar AS yang merekam kekuatannya terhadap 6 mata uang lain pun roboh dari 96.739 di hari Kamis menjadi 95.530 saja di hari Jumat. Hingga saat berita ini diangkat, indeks tersebut belum beranjak dari kisaran 95an.
Sebelumnya, analis dari bank investasi kawakan Goldman Sachs mengindikasikan bahwa karena tingginya ketidakpastian terkait keseimbangan supply dan demand di pasar minyak sekarang, maka outlook harga minyak jangka pendek pada akhirnya akan lebih digerakkan oleh Dolar AS, mata uang dengan mana komoditas ini diperdagangkan, dibanding oleh fundamentalnya. Situasi saat ini agaknya memperkuat indikasi tersebut.
Di sisi lain, data-data terkait sentimen bisnis China yang dirilis tadi pagi menunjukkan sinyal beragam. Indeks PMI Manufaktur Caixin bulan Juli melonjak ke 50.6 dari 48.6 di bulan Juni, meskipun indeks PMI Manufaktur versi pemerintah tergelincir ke 49.9 dari level ekspansi 50 dimana angka indeks berada di bulan sebelumnya.

Limpahan Surplus Minyak Masih Mencemaskan

Positifnya data dari salah satu negeri konsumen minyak terbesar dunia tersebut sedikit meredakan kerisauan di sisidemand minyak, tetapi belum mampu mengentaskan kecemasan akan limpahan surplus.
Sebagaimana dikutip Reuters, analis dari ANZ Bank mengatakan, "Harga minyak naik hari ini, tetapi nampak rapuh karena kekhawatiran tentang oversupply."
Senada dengan itu, pakar dari bank investasi kawakan Barclays mengungkapkan, "Pertumbuhan demand masih lesu dan belum menunjukkan perkembangan signifikan dalam mengurangi kelebihan persediaan minyak (inventori)... Dengan gambaran makroekonomi yang memburuk dan Arab Saudi yang kemungkinan takkan menunjukkan pengendalian diri (dalam menggenjot produksi)..."
Arab Saudi dilaporkan telah memangkas harga minyak light crude-nya untuk pengiriman September bagi wilayah Asia sebanyak $1.30 per barel. Sementara itu, produksi OPEC diproyeksikan mencapai level tertinggi sepanjang masa pada bulan Juli, naik dari 33.31 juta bph menjadi 33.41 juta bph, karena tingginya ekspor Irak.
Tak mau kalah, para produsen minyak di Amerika Serikat pekan lalu kembali membuka sumur-sumur pengeborannya. Pada hari Jumat, Baker Hughes melaporkan bahwa jumlah oil rigs meningkat lagi dari 371 jadi 374. Ini merupakan kenaikan jumlah rig count untuk pekan kelima berturut-turut.

Rabu, 17 Agustus 2016

Harga Emas Menurun Tipis Pasca Rilis Data Perdagangan Tiongkok

Harge emas di sesi perdagangan Asia pada hari Senin (08/08) mengalami penurunan tipis seiring dengan adanya rilis data neraca perdagangan di negara China yang surplus. Saat berita ditulis, XAU/USD diperdagangkan di kisaran level harga 1,335 dolar AS. 


Sementara itu, pada Comex New York Mercanile Exchange, harga emas futures untuk pengiriman bulan Desember menurun sebesar 0.21 persen menjadi ke level harga 1,341 dolar AS per troy ons.Sedangkan harga perak futures untuk pengiriman bulan September ke level harga 19.67 dolar AS per troy ons, merosot sebesar 0.74 persen dan harga tembaga futures untuk pengiriman bulan September meningkat sebesar 0.84 persen ke level harga 2.172 dolar AS per troy ons.


Rilis Data Perdagangan Tiongkok

Negara Tiongkok merupakan salah satu negara konsumen logam mulia emas terbesar kedua di dunia. Oleh karena itu, adanya rilis data neraca perdagangan di negara tersebut akan memberikan pengaruh
terhadap harga emas.
Data neraca perdagangan di China bulan Juli tahun ini merangkak naik menjadi surplus 52.31 miliar apabila dibandingkan dengan bulan Juni sebelumnya neraca perdagangan Tiongkok hanya surplus 48.11 miliar dan prediksi para analis 47.60 miliar. Sedangkan sektor ekspor di negara ini mengalami kenaikan tipis dari -4.8 persen menjadi -44 persen, dibawah ekspektasi dan sektor impor menyusut dari -8.4 persen ke -12.5 persen.

 

Penguatan Data Ketenagakerjaan Di AS

Disamping itu, selama sesi perdagangan emas pekan kemarin, harga emas merosot pada hari Jumat ke level terendahnya selama sepekan. Kondisi tersebut didorong oleh data perekonomian di AS bulan Juli menunjukkan peningkatan diatas ekspektasi.
Departemen Ketenagakerjaan AS pada hari Jumat malam lalu menyatakan bahwa data NFP di AS menanjak sangat signifikan menjadi 255,000 diatas perkiraan yang akan turun ke 180,000. Selain itu, tingkat pengangguran stagnan di 4.9 persen seiring dengan bertambahnya jumlah orang yang memasuki pasar ketenagakerjaan.
Laporan dari Departemen Ketenagakerjaan AS juga memaparkan data upah rata-rata per jam secara bulanan yang naik sebesar 0.3 persen, diatas perkiraan akan naik 0.2 persen. Adanya penguatan pada data pasar ketenagakerjaan AS tersebut selanjutnya dapat meninggikan probabilitas terhadap kenaikan tingkat suku bunga AS oleh the Fed dalam beberapa bulan mendatang.
Spekulasi untuk kenaikan tingkat suku bunga AS oleh para analis semakin meningkat dengan peluang sebesar 15 persen untuk kenaikan tingkat suku bunga AS pada bulan September nanti. Disamping itu, peluang sebesar 44 persen untuk kenaikan bulan Desember, naik dari sebelumnya hanya 33 persen.
Seperti yang sudah diketahui bahwa harga emas ditengah-tengah tren suku bunga AS yang tinggi akan cenderung mengalami penurunan (bearish) dan akan bersaing ketat dengan aset berimbal balik bunga.

Harga Emas Turun Pasca Rilis Data NFP AS

Harga emas di sesi perdagangan New York Jumat (5/8) malam turun tajam setelah laporan data Non Farm Payroll AS lebih baik dari estimasi. Penguatan dollar AS pasca NFP jelas memukul harga emas untuk turun lebih rendah dari harga open pekan ini pada tanggal 1 Agustus silam.
Berdasarkan laporan dari Biro Statistik Tenaga Kerja, Ekonomi AS bulan Juli berhasil menciptakan lapangan kerja sebanyak 255k, jauh diatas prakiraan 180k. Namun secara m-to-m, NFP bulan Juli melambat dibandingkan bulan Juni yang sempat menyentuh angka 292k.
Sebelumnya selama 4 hari beruntun, harga logam mulia emas berada di jalur penguatan dimana pada pembukaan pekan emas berada di level 1349, terus meninggi hingga mencapai puncak di level 1367 pada hari selasa. Setelah itu emas bergerak mendatar serambi menunggu rilis data NFP, apiknya data ADP hari Rabu lalu pun tidak banyak mempengaruhi harga emas dimana hanya turun 0.66 persen ke level 1354.
Sementara itu kemarin, emas sempat meninggi menyentuh harga tertinggi di level 1364 setelah Bank Sentral Inggris memangkas suku bunga menjadi 0.25 persen dan menambah program QE menjadi 435 Milyar Poundsterling. Namun pasca keputusan BoE tersebut, emas belum mampu menyundul level tertinggi pekan ini 1367 lantaran pelaku pasar masih menanti rilis data NFP.
Positifnya data Non Farm Payroll AS malam ini sekaligus memupuskan harapan emas untuk mencatatkan kenaikan mingguan untuk kedua kalinya, malahan emas terperosok dibawah harga open weekly 1349 dan menuju pelemahan terbesar dalam periode satu pekan. Saat ini emas diperdagangkan di level 1338 USD per troy ounce atau telah melemah sebanyak 1.7 persen selama sesi New York malam ini.

Selasa, 16 Agustus 2016

Harga Minyak Mulai Bergairah Setelah Dolar Melemah

Harga minyak mentah berjangka nampak mulai bergairah setelah akhir pekan lalu Amerika Serikat melaporkan bahwa pertumbuhan ekonominya di kuartal II/2016 mengecewakan. Hari ini (1/8), perbaikan laporan indeks sentimen bisnis China turut menopang harga komoditas emas hitam ini, tetapi kecemasan tentang limpahan surplus masih membayangi.
Di New York Mercantile Exchange (NYMEX), harga minyak WTI berada di kisaran $41.75, sekitar setengah dolar lebih tinggi ketimbang harganya di sesi Asia hari Jumat. Demikian pula harga acuan internasional Brent saat ini sudah merangkak naik kembali ke $43.70 per barel.

Dolar AS Roboh Akibat Lambatnya Pertumbuhan

Ekonomi Amerika Serikat pada kuartal II/2016 tercatat hanya membukukan pertumbuhan sebesar 1.2%, jauh di bawah ekspektasi 2.6% dan hanya naik sedikit dari pencapaian kuartal I sebesar 1.1%. Akibatnya, Dolar AS terhantam. Indeks Dolar AS yang merekam kekuatannya terhadap 6 mata uang lain pun roboh dari 96.739 di hari Kamis menjadi 95.530 saja di hari Jumat. Hingga saat berita ini diangkat, indeks tersebut belum beranjak dari kisaran 95an.
Sebelumnya, analis dari bank investasi kawakan Goldman Sachs mengindikasikan bahwa karena tingginya ketidakpastian terkait keseimbangan supply dan demand di pasar minyak sekarang, maka outlook harga minyak jangka pendek pada akhirnya akan lebih digerakkan oleh Dolar AS, mata uang dengan mana komoditas ini diperdagangkan, dibanding oleh fundamentalnya. Situasi saat ini agaknya memperkuat indikasi tersebut.
Di sisi lain, data-data terkait sentimen bisnis China yang dirilis tadi pagi menunjukkan sinyal beragam. Indeks PMI Manufaktur Caixin bulan Juli melonjak ke 50.6 dari 48.6 di bulan Juni, meskipun indeks PMI Manufaktur versi pemerintah tergelincir ke 49.9 dari level ekspansi 50 dimana angka indeks berada di bulan sebelumnya.

Limpahan Surplus Minyak Masih Mencemaskan

Positifnya data dari salah satu negeri konsumen minyak terbesar dunia tersebut sedikit meredakan kerisauan di sisidemand minyak, tetapi belum mampu mengentaskan kecemasan akan limpahan surplus.
Sebagaimana dikutip Reuters, analis dari ANZ Bank mengatakan, "Harga minyak naik hari ini, tetapi nampak rapuh karena kekhawatiran tentang oversupply."
Senada dengan itu, pakar dari bank investasi kawakan Barclays mengungkapkan, "Pertumbuhan demand masih lesu dan belum menunjukkan perkembangan signifikan dalam mengurangi kelebihan persediaan minyak (inventori)... Dengan gambaran makroekonomi yang memburuk dan Arab Saudi yang kemungkinan takkan menunjukkan pengendalian diri (dalam menggenjot produksi)..."
Arab Saudi dilaporkan telah memangkas harga minyak light crude-nya untuk pengiriman September bagi wilayah Asia sebanyak $1.30 per barel. Sementara itu, produksi OPEC diproyeksikan mencapai level tertinggi sepanjang masa pada bulan Juli, naik dari 33.31 juta bph menjadi 33.41 juta bph, karena tingginya ekspor Irak.
Tak mau kalah, para produsen minyak di Amerika Serikat pekan lalu kembali membuka sumur-sumur pengeborannya. Pada hari Jumat, Baker Hughes melaporkan bahwa jumlah oil rigs meningkat lagi dari 371 jadi 374. Ini merupakan kenaikan jumlah rig count untuk pekan kelima berturut-turut.

Minyak Mentah Terdampar Di Harga Terendah Sejak April

Harga minyak mentah berjangka melorot tajam pada hari Kamis, diseret oleh pekatnya kekhawatiran akan limpahan surplus global serta apreasiasi Dolar AS. Di NYMEX, minyak mentah WTI untuk pengiriman September anjlok nyaris 2 persen dan ditutup pada $41.16 per barel, sedangkan Brent di Intercontinental Exchange (ICE) menutup sesi pada harga $43.24 per barel. Hari Jumat pagi ini (29/7), WTI kembali terpuruk ke $41.10, sementara Brent di kisaran $42.68 per barel.
Harga minyak mentah berjangka AS (WTI) telah ambrol sekitar 22% dari puncak level tingginya bulan Juni lalu di kisaran $53 per barel. Harga acuan internasional Brent pun tak jauh berbeda. Tiga laporan dari industri minyak AS yang dirilis dalam sepekan belakangan menunjukkan indikasi peningkatan persediaan minyakpertambahan jumlah sumur pengeboran, sekaligus melonjaknya produksi.
Ke depan, pelaku pasar akan kembali memantau laporan Baker Hughes tentang jumlah sumur pengeboran minyak (oil drilling rigs) yang bakal dipublikasikan tengah malam nanti. Minggu lalu, laporan pekanan itu menyebutkan terjadinya peningkatan jumlah rigs sebanyak 14 ke total 371. Jika angkanya kembali membubung, maka kekhawatiran pasar yang telah mendorong harga minyak jatuh akan semakin beralasan.

Tetap Rendah, Penggeraknya Dolar

Para pelaku pasar pun mensinyalir harga minyak akan terus terdampar di level rendah. Dalam konferensi pers hari Kamis, pimpinan perusahaan migas ConocoPhillips melaporkan kerugian besar-besaran akibat murahnya harga sembari mengungkapkan, "Kami meyakini dunia (harga) rendah ini dan banyak volatilitas harga akan tetap disini."
Senada dengan itu, analis dari bank investasi kawakan Goldman Sachs menyatakan dalam ulasan yang dikutip kantor berita CNBC, "Perbaikan fundamental minyak tetap rapuh dan terus menampilkan kekuatan penyeimbang:kebakaran (Kanada) menyeimbangkan produksi Iran yang kuat, perlambatan permintaan di India dan China pada semester II tahun 2016 akan menyeimbangkan masalah produksi di Nigeria dan Venezuela".
Lebih lanjut, mereka menyebutkan bahwa ketidakpastian dalam outlook harga minyak jangka pendek pada akhirnya akan digerakkan oleh Dolar AS, mata uang dengan mana komoditas ini diperdagangkan, dibanding oleh fundamentalnya.
Di sisi lain, indeks Dolar AS yang mengukur kekuatan mata uang tersebut terhadap sekelompok mata uang lainnya, meski kemarin sempat tergelincir ke level terendah dalam dua pekan, tetapi masih berada di level tinggi dalam pantauan bulanan. Ketika Dolar terapreasiasi seperti ini, harga-harga komoditas yang diperdagangkan dengan Dolar, seperti minyak mentah, menjadi lebih mahal bagi negara-negara pengguna mata uang lainnya.

Senin, 15 Agustus 2016

Harga Emas Flat,

Harga Emas pada sesi perdagangan Asia hari Kamis ini (04/08) cenderung flat sejalan dengan para investor yang masih berfokus pada rilis hasil rapat kebijakan bank sentral Inggris nanti. Saat berita ini ditulis, XAU/USDdiperdagangkan di kisaran level harga 1,356 dolar AS.

Sementara itu, pada Comex New York Mercantile Exchange, harga emas futures untuk pengiriman bulan Desember berada di level harga 1,364 dolar AS per troy ons, mengalami penurunan tipis sebesar 0.02 persen Sedangkan harga perak futures untuk pengiriman bulan September turun cukup signifikan sebesar 0.71 persen menjadi 20.33 dolar AS per troy ons dan harga tembaga futures untuk pengiriman bulan September menurun sebesar 0.16 persen ke level harga 2.195 dolar AS per pound.
Disamping itu, harga emas pada sesi perdagangan hari Rabu malam kemarin diperdagangkan di antara level harga 1,360 dan 1,373 dolar AS, menurun sebesar 0.62 persen dari sesi sebelumnya. Dengan adanya penurunan tersebut, emas harus menghentikan kenaikan harga beruntun selama enam hari pada seminggu terakhir ini.
Meskipun demikian, sejak awal pembukaan harga di level harga 1,075 dolar AS pada tahun 2016 ini, harga emas sudah meningkat lebih dari 28 persen selama enam bulan dan masih menuju ke level terkuat selama satu dekade.

 

Menunggu Hasil Rapat Kebijakan BoE

Pada hari kamis pagi, bank sentral Inggris secara meluas diperkirakan akan memotong tingkat suku bunganya menjadi 0.25 persen mengingat rilis data ekonomi di Inggris yang mengalami pelemahan dalam seminggu inikarena keputusan keluarnya Inggris dari Uni Eropa.
Ketika pemilih di Inggris memutuskan untuk Brexit pada tanggal 24 Juni lalu, Gubernur BoE, Mark Carney memberikan indikasi kuat bahwa bank sentral Inggris bisa jadi kan menurunkan tingkat suku bunganya dan memberlakukan pelonggaran kebijakan moneter untuk mengangkat kondisi perekonomian Inggris yang cenderung menurun.
Sebelumnya, penurunan tingkat suku bunga oleh BoE sudah dikaitkan dengan depresiasi tajam pada mata uang Poundsterling. Selama enam minggu terakhir ini saja, pair GBP/USD telah anjlok lebih dari 10 persen akibat keputusan Brexit.

 

Investor Amati Data Ketenagakerjaan AS

Setelah rilis hasil rapat kebijakan bank sentral Inggris, para pelaku pasar akan memberi perhatian mereka pada data dari pasar ketenagakerjaan di AS untuk bulan Juli nanti malam dan hari Jumat besok. Sementara itu, hari Rabu kemarin, adapun rilis data ADP Nonfarm Employment Change AS untuk bulan Juli yang menanjak signifikan, diatas perkiraan yakni menjadi 179,000 dari 176,000.
Setelah rilis data-data tersebut, Presiden the Fed Chicago, Charles Evans selanjutnya berkomentar di depan media bahwa satu kali kenaikan tingkat suku bunga AS tahun ini kemungkinan akan diberlakukan apabila tingkat inflasi disana bergerak mendekati target inflasi the Fed di 2.0 persen.
Seperti yang sudah diketahui bahwa logam mulia emas tidak berkaitan langsung dengan kenaikan tingkat suku bunga AS. Oleh karena itu, kondisi tersebut akan membebani emas dan akan membuat harga emas bearish serta harus bersaing ketat dengan aset berimbal balik bunga.

Tertinggi Dalam 28 Bulan

Harga Emas melandai dan cenderung stagnan di sesi perdagangan Asia pada hari Rabu ini (03/08) setelah aksi profit taking ditengah-ditengah adanya pelonggaran kebijakan moneter global yang masih berlanjut. Saat berita ini diturunkan, XAU/USD diperdagangkan di kisaran level harga 1,363 dolar AS.


Sementara itu, pada Comex New York Mercantile Exchange, harga emas futures untuk pengiriman bulan Desember mengalami penurunan tipis sebesar 0.19 persen menjadi 1,370 dolar AS per troy ons.Sedangkan harga perak futures untuk pengiriman bulan September turun sebesar 0.05 persen menjadi 20.69 dolar AS per troy ons dan harga tembaga futures untuk pengiriman bulan September berada di level harga 2.212 dolar AS per pound, naik sebesar 0.14 persen.
Selama sesi perdagangan emas hari Selasa kemarin, logam mulia tersebut membumbung tinggi lebih dari 10 dolar AS ke level tingginya dalam 28 bulan terakhir. Hal ini terjadi akibat dari turunnya dolar AS ke level rendah sejak akhir bulan Juni tahun ini karena inflasi AS masih relatif rendah. Kondisi tersebut menyebabkan munculnya spekulasi bahwa the Fed tidak akan terburu-buru menaikkan tingkat suku bunganya dalam waktu dekat.

 

Rilis Data Inflasi AS

Pada hari Selasa malam lalu, Biro Analisis Ekonomi AS memapaparkan, data Personal Consumption Expenditures(PCE) di AS hanya naik sebesar 0.1 persen, dibawah ekspektasi akan adanya kenaikan sebesar 0.2 persen. Kenaikan tipis itu didorong oleh pengeluaran untuk gas, listrik dan jasa perawatan kesehatan. Selama 12 bulan terakhir ini, Indeks harga PCE telah mengalami peningkatan sebesar 0.9 persen dan indeks ini terpantau stagnan karena tidak berubah dari bulan Mei tahun lalu.
Disamping itu, indeks PCE inti yang tidak termasuk harga makanan dan energi pada bulan Juni, menanjak sebesar 0.1 persen sesuai dengan estimasi konsensus, tetapi dibawah kenaikan bulanan pada bulan Mei sebesar 0.2 persen. Sedangkan secara YoY, indeks PCE inti naik 1.6 persen, tidak berubah dari level pada bulan Mei. Seperti yang sudah dinyatakan dalam hasil rapat FOMC beberapa pekan lalu bahwa tingkat inflasi AS masih relatif lemah karena indeks PCE berada di bawah target inflasi jangka panjang sebesar 2.0 persen.

 

Pidato Presiden The Fed Dallas

Selain hal tersebut, adapun Presiden the Fed Dallas, Rob Kaplan dalam pidatonya terkait dengan kebijakan moneter serta ekonomi global di Beijing menuturkan, bank sentral AS sebaiknya menaikkan tingkat suku bunganya bertahap dan disertai dengan tindakan yang tidak terburu-buru, mengingat tantangan terhadap perekonomian AS masih berlanjut.
Seperti yang sudah diketahui bahwa setiap ada kenaikan tingkat suku bunga AS akan mendorong harga emas menurun (bearish) dan harus berusaha bersaing ketat dengan aset berimbal balik bunga.

Jumat, 12 Agustus 2016

Klaim Pengangguran Mingguan AS Turun, Greenback Berpotensi Menguat

Data Fundamental yang rilis pada sesi New York hari kamis malam(11/8) datang dari Departemen Tenaga Kerja AS dimana melaporkan jumlah warga negeri Paman Sam yang mengajukan tunjangan pengangguran menurun sehingga memberikan sentimen positif bagi Greenback untuk menguat versus berbagai major currency.

Jumlah Unemployment Claims mingguan AS seperti yang dirilis oleh Departemen Tenaga Kerja menunjukan telah terjadi sedikit penurunan klaim pengangguran di angka 266 k. Perhitungan yang berakhir pada tanggal 6 Agustus lalu lebih baik dari periode sebelumnya 267 k dan hasil Klaim pengangguran yang rilis malam ini bertolak belakang dengan prakiraan ekonom dimana sebelumnya memprediksi akan terjadi lonjakan hingga 272 k.
Tidak ada kejutan dari laporan Unemployment Claims tersebut dimana hampir sama dengan periode sebelumnya dan dapat disimpulkan bahwa Jobless Claims AS masih berada didekat level terendah 4 dekade dimana mengindikasikan bahwa trend pasar tenaga kerja AS tetap berada di jalur pemulihan yang berkelanjutan.
Hasil rilis data Unemployment Claims mingguan AS berada di angka 266 k atau sudah menginjak pekan ke- 75 secara beruntun Jobless Claims berada di bawah level 300 k dan itu merupakan periode terpanjang sejak tahun 1970.
Sebagian besar pengusaha AS masih mempertahankan dan menerima lebih banyak tenaga kerja dimana hal tersebut menjadi faktor penyebab Umemployment Claims bertahan di dekat level terendah. Selain itu faktor lainnya seperti pertumbuhan pasar tenaga kerja AS bertahan dalam performa positif dan tingkat pertumbuhan upah pekerja AS bulan Juli lalu mengalami lonjakan 0.3 persen.
Tampaknya belanja konsumen akan menopang perekonomian AS sepanjang tahun 2016 ini apabila pertumbuhan pasar tenaga kerja dan kenaikan upah perkerja bertahan di trend positif. Saat berita ini diturunkan Greenback mencoba menguat versus berbagai major currency, pair EUR/USD berada di level 1.1160, pair GBP/USD berada di level 1.2978, pair USD/JPY berada di level 101.34 dan pair USD/CHF berada di level 0.9730.