Harga minyak mentah berjangka melorot tajam pada hari Kamis, diseret oleh pekatnya kekhawatiran akan limpahan surplus global serta apreasiasi Dolar AS. Di NYMEX, minyak mentah WTI untuk pengiriman September anjlok nyaris 2 persen dan ditutup pada $41.16 per barel, sedangkan Brent di Intercontinental Exchange (ICE) menutup sesi pada harga $43.24 per barel. Hari Jumat pagi ini (29/7), WTI kembali terpuruk ke $41.10, sementara Brent di kisaran $42.68 per barel.
Harga minyak mentah berjangka AS (WTI) telah ambrol sekitar 22% dari puncak level tingginya bulan Juni lalu di kisaran $53 per barel. Harga acuan internasional Brent pun tak jauh berbeda. Tiga laporan dari industri minyak AS yang dirilis dalam sepekan belakangan menunjukkan indikasi peningkatan persediaan minyak, pertambahan jumlah sumur pengeboran, sekaligus melonjaknya produksi.
Ke depan, pelaku pasar akan kembali memantau laporan Baker Hughes tentang jumlah sumur pengeboran minyak (oil drilling rigs) yang bakal dipublikasikan tengah malam nanti. Minggu lalu, laporan pekanan itu menyebutkan terjadinya peningkatan jumlah rigs sebanyak 14 ke total 371. Jika angkanya kembali membubung, maka kekhawatiran pasar yang telah mendorong harga minyak jatuh akan semakin beralasan.
Tetap Rendah, Penggeraknya Dolar
Para pelaku pasar pun mensinyalir harga minyak akan terus terdampar di level rendah. Dalam konferensi pers hari Kamis, pimpinan perusahaan migas ConocoPhillips melaporkan kerugian besar-besaran akibat murahnya harga sembari mengungkapkan, "Kami meyakini dunia (harga) rendah ini dan banyak volatilitas harga akan tetap disini."
Senada dengan itu, analis dari bank investasi kawakan Goldman Sachs menyatakan dalam ulasan yang dikutip kantor berita CNBC, "Perbaikan fundamental minyak tetap rapuh dan terus menampilkan kekuatan penyeimbang:kebakaran (Kanada) menyeimbangkan produksi Iran yang kuat, perlambatan permintaan di India dan China pada semester II tahun 2016 akan menyeimbangkan masalah produksi di Nigeria dan Venezuela".
Lebih lanjut, mereka menyebutkan bahwa ketidakpastian dalam outlook harga minyak jangka pendek pada akhirnya akan digerakkan oleh Dolar AS, mata uang dengan mana komoditas ini diperdagangkan, dibanding oleh fundamentalnya.
Di sisi lain, indeks Dolar AS yang mengukur kekuatan mata uang tersebut terhadap sekelompok mata uang lainnya, meski kemarin sempat tergelincir ke level terendah dalam dua pekan, tetapi masih berada di level tinggi dalam pantauan bulanan. Ketika Dolar terapreasiasi seperti ini, harga-harga komoditas yang diperdagangkan dengan Dolar, seperti minyak mentah, menjadi lebih mahal bagi negara-negara pengguna mata uang lainnya.
0 komentar:
Posting Komentar