Sejak akhir tahun 2013, nilai tukar Rupiah terus melemah, bahkan hingga mencapai level diatas 12.000 Rupiah per Dollar AS. Berbagai peristiwa telah diungkapkan oleh pemerintah dan analis ekonomi, disebut-sebut sebagai alasan kenapa Rupiah melemah. Realitanya, Rupiah memang salah satu mata uang terlemah di Dunia, yang nilainya mudah ditekan oleh perubahan kondisi ekonomi, baik di luar maupun di dalam negeri.
Perekonomian Yang Kurang Mapan
Rupiah termasuk soft currency, yaitu mata uang yang mudah berfluktuasi ataupun terdepresiasi, karena perekonomian negara asalnya relatif kurang mapan. Mata uang negara-negara berkembang umumnya adalah mata uang tipe ini, sedangkan mata uang negara maju seperti Amerika Serikat disebut hard currency, karena kemampuannya untuk mempengaruhi nilai mata uang yang lebih lemah. Karakteristik khusus mata uang soft currency adalah sensitivitasnya terhadap kondisi ekonomi internasional. Krisis finansial, spekulasi di pasar finansial, dan ketidakstabilan ekonomi bisa mengakibatkan jatuhnya nilai soft currency. Contohnya saat krisis tahun 97/98, ketika perekonomian Indonesia dalam bahaya. Begitu pula, ketika terjadi krisis Subprime Mortgage di Amerika Serikat, Rupiah sempat terkena imbasnya.
Selain itu, sebagai salah satu negara berkembang, Indonesia berbagi sentimen dengan negara berkembang lainnya. Artinya, ketika sentimen terhadap negara-negara berkembang secara umum baik, maka nilai Rupiah akan cenderung menguat. Sebaliknya, ketika di negara-negara berkembang yang lain banyak kerusuhan, bencana, dan lain sebagainya, maka nilai Rupiah akan melemah.
Pelarian Modal (Capital Flight)
Modal yang beredar di Indonesia, terutama di pasar finansial, sebagian besar adalah modal asing. Ini membuat nilai Rupiah sedikit banyak tergantung pada kepercayaan investor asing terhadap prospek bisnis di Indonesia. Semakin baik iklim bisnis Indonesia, maka akan semakin banyak investasi asing di Indonesia, dan dengan demikian Rupiah akan semakin menguat. Sebaliknya, semakin negatif pandangan investor terhadap Indonesia, Rupiah akan kian melemah.
Mari ambil contoh pemotongan stimulus yang dilakukan oleh Bank Sentral Amerika Serikat, The Fed, baru-baru ini. Kebijakan uang ketat (tight money policy) tersebut membuat investor memindahkan investasinya dari Indonesia kembali ke Barat. Selain kejadian tersebut, sudah sering Indonesia mengalami capital flight yang kemudian diikuti oleh pelemahan nilai Rupiah.
Ketidakstabilan Politik-Ekonomi
Dari dalam negeri, faktor yang paling mempengaruhi Rupiah adalah kondisi politik-ekonomi. Di masa-masa ketidakpastian menjelang pemilu sekarang, investor cenderung was-was dan akan menunggu hingga terpilih pemimpin baru untuk menunjukkan sentimen ekonomi yang lebih meyakinkan. Akibatnya, musim menjelang pemilu umumnya ditandai oleh pelemahan nilai Rupiah.
Performa data ekonomi Indonesia, seperti pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto/Gross Domestic Product), inflasi, dan neraca perdagangan, juga cukup mempengaruhi Rupiah. Pertumbuhan yang bagus akan menyokong nilai Rupiah, sebaliknya defisit neraca perdagangan yang bertambah akan membuat Rupiah terdepresiasi. Dua sisi dalam neraca perdagangan, impor dan ekspor, sangat penting disini. Inilah sebabnya kenapa sangat penting bagi Indonesia untuk menggenjot ekspor dan mengurangi ketergantungan pada produk impor.
Demikianlah uraian singkat mengenai tiga faktor utama penyebab melemahnya nilai Rupiah. Ketiga faktor tersebut menggambarkan garis besar kondisi Indonesia saat ini. Namun, seiring dengan menguatnya perekonomian Indonesia, niscaya nilai Rupiah juga akan ikut menguat.
0 komentar:
Posting Komentar