Harga minyak nampak lesu pada sesi perdagangan pagi ini (18/8) meski sempat menanjak di sesi sebelumnya. Sebuah laporan eksklusif Reuters yang dipublikasikan dini hari tadi mengklaim adanya indikasi bahwa Saudi menggenjot output minyak mentahnya ke rekor level tinggi baru pada bulan Agustus, memupus optimisme yang sempat beredar setelah inventori minyak mentah Amerika Serikat dilaporkan menurun.
Inventori Minyak AS Berkurang Besar-Besaran
Tadi malam, inventori minyak mentah di Negeri Paman Sam dilaporkan -2.5 juta barel oleh US Energy Information Agency, jauh lebih baik dibanding prediksi peningkatan 522 ribu barel yang disinyalir oleh para analis sebelumnya. Inventori gasolin juga -2.7 juta barel, atau menurun nyaris dua kali lipat lebih tinggi dibanding ekspektasi.
Kabar tersebut sempat mendorong harga minyak Brent naik hingga menyentuh $49.92 per barel. Turut mendukung reli adalah melemahnya Dolar setelah notulen rapat kebijakan bank sentral AS mengindikasikan terbelahnya pendapat para pejabatnya mengenai urgensi kenaikan suku bunga dalam waktu dekat. Pelemahan Dolar pada umumnya membuat minyak menjadi lebih murah bagi negara-negara pengguna mata uang lain. Namun, reli ini berumur pendek.
Produsen Minyak Berlomba Genjot Output
Laporan Reuters dari wawancara narasumber orang dalam industri menyebutkan bahwa Arab Saudi telah mulai menggenjot produksi sejak Juni, dengan dalih untuk memenuhi peningkatan musiman permintaan domestik serta ekspor. Pada bulan Juni, Saudi memproduksi 10.55 juta bph, kemudian di bulan Juli naik ke 10.67 juta bph. Kini produksi bulan Agustus diekspektasikan bisa naik setinggi 10.8-10.9 juta bph. Ini berarti suplai minyak mentah Saudi di bulan Agustus bisa mencapai rekor level tinggi baru, melampaui Rusia sebagai negara produsen minyak terbesar dunia.
Meski Menteri Energi Saudi mengindikasikan terbuka untuk melakukan diskusi dalam rangka stabilisasi harga, nampaknya negara pengekspor minyak nomor satu dunia ini ingin menggenjot output dulu sebelum level produksi dibekukan di tingkat tertentu.
Saudi tak sendiri dalam memperparah limpahan suplai minyak di pasaran. Menteri Perminyakan Iran Bijan Zanganeh mengungkapkan pada parlemen setempat bahwa pihaknya siap mengangkat output hingga 4.6 juta bph dalam lima tahun, jauh di atas level produksi saat ini pada 3.6 juta bph maupun tingkat output sebelum sanksi diberlakukan dan dicabut yang sekitar 3.8-4 juta bph. Demikian pula dengan Rusia yang meski pada April menyatakan siap membekukan laju produksi-nya, tetapi kini output berada dekat level tertinggi sepanjang masa pada 10.85 juta bph dan mengharapkan bisa mendorong naik lebih jauh lagi tahun depan.
Ada Risiko Kerapuhan Reli
Saat berita ini diturunkan, harga minyak Brent berada di sekitar $49.72 per barel, sedikit melandai dari harga penutupan perdagangan sesi sebelumnya di $49.85. Harga minyak WTI pun cenderung flat di kisaran $46.79 per barel. Harga tetap berada di level tinggi setelah sempat nyaris menyentuh $50 pada hari Rabu lalu.
Dalam wawancara dengan Reuters, analis dari bank kawakan Citi memperingatkan adanya risiko pada kemungkinan reli harga hanya berdasarkan pada prospek digelarnya diskusi OPEC, karena pertemuan serupa di bulan April lalu terbukti gagal. Menurutnya, "Kerjasama OPEC perlu diperlakukan dengan hati-hati, karena ini dasar yang rapuh untuk dijadikan dasar reli bullish."
0 komentar:
Posting Komentar