EquityWorld Futures - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) mengakui sistem perizinan usaha atau investasi di Indonesia perlu diperbaiki. Karena ini bisa menimbulkan masalah di daerah.
Hal ini terungkap dalam Seminar Nasional Pembelajaran dan Praktik Baik Tantangan-tantangan Perizinan Usaha yang diselenggarakan oleh National Support for Local Investment Climate/National Support for Enhancing Local and Regional Economic Development (NSLIC/NSELRED) di Jakarta.
"Pengembangan ekonomi lokal sangat terkait dengan perizinan. Karena itu kami bekerja sama dengan Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) mengadakan kajian terhadap perizinan yang ada. Memang perlu ada perbaikan, tidak hanya perizinan dasar seperti lokasi dan sebagainya, tapi juga izin operasional, izin edar, izin ekspor dan impor,"
Menurut dia, mata rantai peraturan itulah yang akan dibenahi sehingga ini menjadi catatan Bappenas untuk perencanaan lima tahun ke depan agar pengembangan daerah lebih baik lagi.
Bersama Pemerintah Kanada, lanjut dia, Bappenas tengah mengerjakan proyek terhadap dua provinsi di Pulau Sulawesi. Kerja sama itu bertujuan mengembangkan ekonomi lokal dan meningkatkan investasi di sana. "Kerja sama bukan dalam bentuk dana, tapi lebih ke teknikal,"
NSLIC/NSELRED merupakan kerja sama antara Pemerintah Indonesia melalui Kementerian PPN/Bappenas dengan Pemerintah Kanada melalui Global Affairs Canada (GAC) yang dilaksanakan sejak 2016 hingga 2020. Harapannya dapat mendorong peningkatan iklim investasi dan pengembangan ekonomi daerah.
Dalam pelaksanaan kegiatan, NSLIC/NSELRED juga bekerja sama dengan Kementerian teknis lainnya seperti Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Badan Koordinasi Penanaman Modal, pemerintah kota/kabupaten dan provinsi.
Berdasarkan laporan Doing Business 2018 dari World Bank Group, Indonesia berada di peringkat ke-72 dari 190 negara yang memiliki kemudahan berusaha dengan distance to frontier score 66,47 (skala maksimal 100).
Secara umum, performa Indonesia dalam melaksanakan kemudahan berusaha juga meningkat. Dikutip dari laporan Doing Business 2017 dari World Bank, Indonesia telah mengalami peningkatan signifikan dalam melakukan reformasi regulasi di bidang ekonomi. Sehingga indeks Ease of Doing Business (EODB) Indonesia menanjak 19 peringkat, dari sebelumnya di ranking 91 pada 2017 ke ranking 72 pada 2018.
Namun perusahaan-perusahaan nasional dan asing yang beroperasi di Indonesia masih menghadapi beberapa tantangan. Antara lain terkait birokrasi dan korupsi, meskipun pemerintah telah membuat paket-paket kebijakan ekonomi untuk menarik investor dan meningkatkan iklim usaha.
Pada 2017, NSLIC/NSELRED bersama KPPOD melakukan survei untuk mengkaji regulasi-regulasi yang menghambat investasi daerah, terutama di Provinsi Sulawesi Tenggara dan Gorontalo. Hasil survei tersebut telah dibahas bersama dan mendapatkan masukan dari Pemprov Gorontalo dan Sulawesi Tenggara serta berbagai pihak nonpemerintah.
"Hasil survei tersebut juga telah dikonsultasikan di tingkat nasional dan mendapatkan masukan dari kementerian-kementerian teknis terkait pada Maret 2018 sehingga menghasilkan daftar rekomendasi regulasi untuk dikaji ulang dan direvisi,"
Beberapa regulasi tersebut antara lain Regulasi Kemudahan Berusaha seperti Undang-undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Lapor Perusahaan; Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 36/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan (diubah tiga kali, terakhir dengan pengesahan Permendag 7/M-DAG/PER/2/2017); Permendag 77/M-DAG/PER/12/2013 tentang Penerbitan SIUP dan TDP sebagaimana diubah dengan Permendag 14/M-DAG/PER/3/2016; Permendag 37/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan (diubah tiga kali terakhir dengan Permendag 08/M-DAG/PER/2/2017).
Undang-undang Gangguan (Hinder Ordonnantie) Staatsblad 1926; UU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah; dan PP 86/2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dan Setiap Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja, dan Penerima Bantuan Iuran Dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial.
"Selain membahas pembelajaran dan praktik baik dalam reformasi Ease of Doing Business, seminar ini diharapkan menghasilkan rekomendasi, tindak lanjut dan rencana aksi prioritas yang harus ditangani, oleh siapa dan kapan, termasuk apa yang dapat difasilitasi NSLIC/NSELRED,"
Seminar, lanjut dia, juga bertujuan menampung masukan dari sektor swasta, terutama menyangkut kendala perizinan. Sehingga berkontribusi memperkaya upaya pemerintah dalam menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif.
EquityWorld Futures
0 komentar:
Posting Komentar