Equityworld Futures - Sejumlah ahli fengshui dan astrologi Tionghoa meyakini, tahun kerbau logam akan menjadi tahun yang prospektif bagi emiten pertambangan, khususnya tambang logam dan batubara.
Berikut adalah prospek, analisis fundamental, dan rekomendasi sejumlah emiten pertambangan di tahun kerbau logam dari Analis NH Korindo Serkuritas Indonesia Maryoki Pajri Alhusnah.
1. Aneka Tambang (ANTM)
Maryoki menilai, produksi dan volume penjualan ANTM akan mulai tumbuh tahun setelah kinerja operasional tahun lalu menurun. Meskipun memang, kenaikan ini diproyeksikan akan belum signifikan.
Dari sisi produksi, saat ini sedang terjadi fenomena La Nina atau cuaca ekstrem lainnya, yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Hal ini disinyalir dapat mengganggu proses produksi ANTM.
“Namun secara jangka panjang, produksi dan volume penjualan akan meningkat walaupun tidak terlalu signifikan,”
Diantara banyaknya komoditas jualan ANTM, Maryoki menilai komoditas yang akan mempengaruhi kinerja ANTM adalah emas dan nikel. Emas merupakan kontributor utama bagi pendapatan ANTM.
Di sisi lain, saham ANTM lebih sensitif terhadap pemberitaan atau katalis yang berkaitan dengan nikel. Sehingga, dua komoditas tersebut yang akan menjadi katalis bagi ANTM.
Hanya saja, dengan adanya pemulihan ekonomi dan dengan asumsi vaksinasi berjalan dengan lancar, maka akan menjadi tekanan untuk harga emas ke depannya. Tahun ini, harga emas diproyeksi tetap berada di kisaran US$ 1.800 per ounce.
Sementara harga nikel diperkirakan berada pada kisaran US$ 16.000-US$ 17.000 per ton untuk tahun ini. Hanya saja, kenaikan harga nikel tidak akan sesignifikan seperti yang terjadi awal tahun 2021 mengingat kenaikannya yang sudah di luar ekspektasi.
Baca Juga: PT Equityworld Futures : Harga Emas Kian Naik Dipicu Pelemahan Dolar AS & Kemajuan Stimulus
Sentimen untuk nikel datang dari China, yang berencana untuk meningkatkan konsumsi nikel untuk kendaraan listrik dan stainless steel. Pembatasan ekspor bijih nikel yang masih diberlakukan Pemerintah Indonesia juga menjadi katalis positif untuk nikel.
Maryoki merekomendasikan sell untuk ANTM dengan target harga Rp Rp1.480 karena saham ANTM dinilai sudah jauh di atas harga wajarnya.
2. Bukit Asam (PTBA)
PTBA dinilai prospektif seiring dengan membaranya harga batubara. PTBA juga masih menyimpan senjata pamungkas, yakni sejumlah proyek hilirisasi, salah satunya adalah proyek gasifikasi yang mengubah batubara menjadi DME.
Maryoki menilai, gasifikasi ini akan menjadi katalis yang positif bagi PTBA secara jangka panjang jika terlaksana sesuai dengan jadwal. Selain itu, selama harga batubara tetap stabil dan pemerintah tidak banyak melakukan intervensi dalam hal penjualan gas hasil gasifikasi, maka hal ini akan berdampak bagus bagi PTBA. Proyek ini juga akan meningkatkan permintaan batubara dari PTBA sendiri .
Harga batubara ICE Newcastle tahun ini diproyeksi akan berada pada kisaran US$ 60 - US$ 75 per ton. China dan India sebagai produsen dan konsumen batubara terbesar di dunia, tidak berencana untuk menghentikan produksi batubara mereka. Sebaliknya, mereka justru berencana meningkatkan produksi batubara.
Di sisi lain, China juga telah meningkatkan impor batubaranya dari Rusia dan Mongolia. Selain itu, pemulihan ekonomi China akan menjadi katalis positif bagi harga batubara. Maryoki menyematkan rekomendasi overweight saham PTBA dengan target harga Rp3.030.
PT Timah (TINS)
Timah yang menjadi komoditas andalan emiten pelat merah ini bakal dihujani sejumlah katalis positif di tahun ini. Maryoki menyebut, salah satunya adalah pulihnya ekonomi China dan beberapa negara di dunia.
Ekonomi China yang mulai pulih ditunjukkan dengan Purchasing manager’s index (PMI) nya yang kembali di level ekspansif. Di sisi lain, aktivitas manufaktur elektronik juga perlahan pulih, mengingat timah banyak digunakan di alat-alat elektronik.
Tren pengembangan kendaraan listrik juga menjadi katalis positif dikarenakan penggunaan timah pada kendaraan listrik akan tiga kali lebih besar daripada kendaraan biasa. NH Korindo Sekuritas Indonesia menilai harga timah akan normal dan stabil di kisaran US$ 18.000-US$ 20.000 per ton.
Prospek TINS juga didorong oleh rencana emiten pelat merah ini yang akan melanjutkan strateginya untuk melakukan efesiensi biaya.
PT Vale Indonesia (INCO)
Produksi nikel INCO diperkirakan akan menurun tahun ini seiring adanya proyek pembangunan ulang tungku (rebuild furnace) 4 yang diagendakan tahun ini.
Maryoki memproyeksikan, dengan berasumsi adanya rebuild furnace, produksi INCO tahun ini akan berada di rentang 65.000 ton– 68.000 ton. Proyeksi ini juga dengan menimbang faktor fenomena La Nina. Sebagai perbandingan, INCO memproduksi 72.237 ton nikel dalam matte sepanjang 2020 atau naik 2% secara tahunan.
Secara umum, Maryoki memproyeksi kinerja INCO tahun ini akan relatif pulih dan tumbuh dibanding tahun 2020 dengan asumsi adanya pemulihan ekonomi, kampanye green energy dari rezim Joe Biden yang bisa memicu pertumbuhan kendaraan listrik, dan lancarnya proses vaksinasi.
Di sisi lain, INCO juga memiliki kontrak jangka panjang yang mana semua produknya akan dikirim ke Vale Canada Limited dan Sumitomo Metal Mining atau holding dari INCO sendiri.
“Jadi penjualan INCO akan aman dengan kontrak jangka panjang tersebut,”
Maryoki merekomendasikan jual (sell) saham INCO dengan target harga Rp 4.530.
Equityworld Futures