This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 31 Agustus 2016

Harga Minyak Brent Melesat Tembus 50 Dolar Per Barel

Harga minyak Brent menanjak hingga lebih dari 50 Dolar tadi malam dan bertahan di level tinggi pagi ini (19/8), didorong oleh spekulasi mengenai prospek akan tercapainya kesepakatan yang bisa menyeimbangkan suplai di pasar minyak pada pertemuan informal OPEC bulan depan. Namun, sejumlah pakar mengingatkan bahwa reli ini bisa jadi hanya pepesan kosong.
Saat berita ini diturunkan, harga minyak Brent berada di kisaran $50.73 per barel, masih di level tinggi meskipun telah lebih rendah ketimbang harga penutupan tadi malam pada $50.89 maupun puncak $51.05 yang dicapainya di sesi Amerika. Sementara minyak WTI diperdagangkan di kisaran $48.24 per barel, lebih tinggi dibanding harga penutupan sebelumnya pada $48.22.
Menurut laporan Reuters, pesatnya kenaikan harga minyak hingga mencapai level tinggi dua bulan saat ini didorong oleh aksi short-covering para spekulator, termasuk lembaga-lembaga Hedge Fund dan pengelola investasi lainnya yang beberapa waktu lalu telah mengakumulasikan banyak posisi short.
Lemahnya Dolar akibat tak jelasnya kapan suku bunga Amerika Serikat akan dinaikkan lagi juga mendukung perbaikan harga minyak, karena membuat harga komoditas ini jadi lebih murah bagi negara-negara pengguna mata uang lainnya.

Hanya Pepesan Kosong?

Sebagian anggota OPEC tengah mengalami kesulitan ekonomi akibat rendahnya harga minyak dalam dua tahun terakhir dibandingkan dengan puncak tertingginya di atas $100 per barel. Meskipun sejumlah negara Timur Tengah mampu berproduksi dengan biaya sangat rendah, tetapi negara lain seperti Venezuela membutuhkan harga tinggi agar bisa memulihkan perekonomian mereka.
Dalam konteks tersebut, para anggota OPEC akan menggelar pertemuan informal berdampingan dengan International Energy Forum di Aljazair pada tanggal 26-28 September. Pasar kini mensinyalir OPEC bisa jadi akan mengambil kesepakatan untuk membekukan level produksinya pada tingkat tertentu.
Namun, banyak analis menilai pembekuan produksi pada tingkat yang sama dengan level produksi saat ini bisa jadi tak akan membantu mendorong harga minyak meningkat. Pasalnya, berbagai negara produsen minyak terkemuka kini tengah menggenjot output di atau mendekati level tertingginya, termasuk Rusia dan Arab Saudi.
Carsten Fritsch, analis komoditas dan minyak senior di Commerzbank Jerman mengatakan pada Reuters, "Berita terbaru dari Arab Saudi sangat tak mendukung harga sama sekali. Ini adalah pukulan ganda bagi pasar minyak. Pengujian level rendah (harga minyak seperti) awal Agustus cukup dimungkinkan terjadi."
Analis dari bank multinasional Citi pun memperingatkan adanya risiko reli harga semata-mata karena potensi diskusi OPEC di masa depan, karena pertemuan serupa awal tahun ini gagal mencapai kesepakatan.

Harga Minyak Loyo Setelah Saudi Kirim Sinyal Genjot Suplai

mahnya Dolar setelah notulen rapat kebijakan bank sentral AS mengindikasikan terbelahnya pendapat para pejabatnya mengenai urgensi kenaikan suku bunga dalam waktu dekat. Pelemahan Dolar pada umumnya membuat minyak menjadi lebih murah bagi negara-negara pengguna mata uang lain. Namun, reli ini berumur pendek.

Produsen Minyak Berlomba Genjot Output

Laporan Reuters dari wawancara narasumber orang dalam industri menyebutkan bahwa Arab Saudi telah mulai menggenjot produksi sejak Juni, dengan dalih untuk memenuhi peningkatan musiman permintaan domestik serta ekspor. Pada bulan Juni, Saudi memproduksi 10.55 juta bph, kemudian di bulan Juli naik ke 10.67 juta bph. Kini produksi bulan Agustus diekspektasikan bisa naik setinggi 10.8-10.9 juta bph. Ini berarti suplai minyak mentah Saudi di bulan Agustus bisa mencapai rekor level tinggi baru, melampaui Rusia sebagai negara produsen minyak terbesar dunia.
Meski Menteri Energi Saudi mengindikasikan terbuka untuk melakukan diskusi dalam rangka stabilisasi harga, nampaknya negara pengekspor minyak nomor satu dunia ini ingin menggenjot output dulu sebelum level produksi dibekukan di tingkat tertentu.
Saudi tak sendiri dalam memperparah limpahan suplai minyak di pasaran. Menteri Perminyakan Iran Bijan Zanganeh mengungkapkan pada parlemen setempat bahwa pihaknya siap mengangkat output hingga 4.6 juta bph dalam lima tahun, jauh di atas level produksi saat ini pada 3.6 juta bph maupun tingkat output sebelum sanksi diberlakukan dan dicabut yang sekitar 3.8-4 juta bph. Demikian pula dengan Rusia yang meski pada April menyatakan siap membekukan laju produksi-nya, tetapi kini output berada dekat level tertinggi sepanjang masa pada 10.85 juta bph dan mengharapkan bisa mendorong naik lebih jauh lagi tahun depan.

Ada Risiko Kerapuhan Reli

Saat berita ini diturunkan, harga minyak Brent berada di sekitar $49.72 per barel, sedikit melandai dari harga penutupan perdagangan sesi sebelumnya di $49.85. Harga minyak WTI pun cenderung flat di kisaran $46.79 per barel. Harga tetap berada di level tinggi setelah sempat nyaris menyentuh $50 pada hari Rabu lalu.
Dalam wawancara dengan Reuters, analis dari bank kawakan Citi memperingatkan adanya risiko pada kemungkinan reli harga hanya berdasarkan pada prospek digelarnya diskusi OPEC, karena pertemuan serupa di bulan April lalu terbukti gagal. Menurutnya, "Kerjasama OPEC perlu diperlakukan dengan hati-hati, karena ini dasar yang rapuh untuk dijadikan dasar reli bullish."

Selasa, 30 Agustus 2016

Harga Emas Bergejolak Pasca Pernyataan Janet Yellen

Pidato ketua Bank Sentral AS Federal Reserve, Janet Yellen pada pertemuan di Jackson Hole, Wyoming Kansas City pada Jumat malam (26/8) memaksa harga emas berfluktuasi tajam akibat minimnya petunjuk kenaikan suku bunga yang dinanti nantikan pelaku pasar dalam beberapa waktu belakangan ini.
Harga emas bergejolak hebat, hal tersebut terlihat dari pergerakan selama 1 jam pertama saat Janet Yellen berpidato dan menyampaikan pandangannya tentang kondisi perekonomian dan sedikit menyinggung tentang masalah kenaikan suku bunga.
Sempat tenang dan cenderung naik selama sesi Asia dan Eropa, emas langsung meraih level terendah harian di 1319 dollar AS per troy ounce pada menit menit awal pidato Yellen. Namun tidak lama kemudian setelah  chairwoman The Fed tersebut tidak secara gamblang menyebutkan waktu pelaksanaan rate hike, membuat harga emas terdorong kembali keatas hingga menyentuh level tertinggi harian pada harga 1342 dollar AS per troy ounce.

Investor  Emas Masih Mencerna Pidato Yellen
Pernyataan Yellen cenderung implisit, hal itulah yang membuat harga emas bergerak liar pada malam hari ini. Harga emas bergerak dalam range cukup lebar yakni naik turun 23 dollar AS dalam kurun waktu 1 jam terhitung dari pukul 21.00 hingga 22.00 WIB.
Tampaknya pelaku pasar masih mencerna pidato Yellen dan harus melihat kembali rilis data ekonomi AS kembali guna memperkuat pernyataan hawkish Janet Yellen malam ini. Fokus pasar selanjutnya tertuju pada rilis NFP pada awal bulan sebelum menanti hasil pertemuan FOMC pada 21 September mendatang.
Saat ini XAU/USD diperdagangkan pada level 1323 dollar AS per troy ounce, menjauhi level high harian 1342. Emas bergerak melemah dan berpeluang mencatatkan pelemahan mingguan untuk kedua kalinya secara beruntun.

Harga Emas Menurun, Investor Tunggu Kepastian Kenaikan Suku Bunga AS

Emas terpantau masih melandai di sesi perdagangan Asia pada hari Senin (29/08) setelah sebagian besar investor mencerna lagi pernyataan Janet Yellen pekan lalu dan menunggu kepastian kapan the Fed akan menaikkan suku bunganya. Saat berita ini diturunkan, harga XAU/USD diperdagangkan di kisaran level harga 1,316 dolar AS.
Sementara itu, pada Comex New York Mercantile Exchange, harga emas futures untuk pengiriman bulan Desember berada di kisaran level harga 1,319 dolar AS, turun sebesar 0.48 persen. Sedangkan harga perak futures untuk pengiriman bulan Desember menurun signifikan sebesar 1.20 persen ke level harga 18.52 dolar AS per troy ons dan harga tembaga futures untuk pengiriman bulan Desember terpantau diperdagangkan di level harga 2.086 dolar AS per pound, naik tipis sebesar 0.07 persen.
Selama sesi perdagangan hari Jumat pekan lalu, harga emas mengalami penurunan sangat signifikan. Kondisi tersebut terjadi setelah sebagian pelaku pasar menilai bahwa kemungkinan terjadinya kenaikan tingkat suku bunga oleh the Fed adalah saat rapat kebijakan bulan September nanti.

 

Investor Tunggu Kepastian Kenaikan Suku Bunga AS

Dalam pidatonya pada agenda pertemuan tahunan di Jackson Hole, Wyoming, Ketua the Fed, Janet Yellenmenyatakan, kepentingan untuk menaikkan tingkat suku bunga AS sudah menguat, mengingat adanya perbaikan dalam sektor ketenagakerjaan AS dan ekspektasi tentang akan membaiknya pertumbuhan ekonomi AS.
Akan tetapi, Janet Yellen tidak mengindikasikan dengan gamblang kapan the Fed akan bertindak untuk menaikkan suku bunga AS. Janet Yellen hanya menyatakan bahwa kenaikan tingkat suku bunga oleh the Fed akan bergantung pada data perekonomian AS yang akan dirilis dalam beberapa waktu mendatang.
Seperti yang sudah diketahui bahwa harga emas sensitif dengan pergerakan tingkat suku bunga the Fed. Oleh karena itu, apabila bank sentral AS tersebut memutuskan untuk menaikkan suku bunga AS, maka harga emas akan bearish (cenderung menurun). 
Sementara itu, sebagian besar investor tengah menunggu data dari sektor manufaktur China dan NFP AS yang dijadwalkan akan rilis pada pekan ini. Dua data ini dinilai penting ditengah-tengah kekhawatiran atas kesehatan dan pertumbuhan ekonomi terbesar di dunia tersebut.

Senin, 29 Agustus 2016

Goldman Sachs: Meski OPEC Bekukan Produksi, Surplus Takkan Terhenti

Harga minyak mentah hari ini (24/8) kembali tersungkur setelah persediaan minyak AS dilaporkan meningkat lebih tinggi dari ekspektasi. Sementara itu, bank multinasional Goldman Sachs memperingatkan bahwa meskipun seandainya OPEC sepakat membekukan produksi pada pertemuan informal bulan depan, limpahan surplus tetap membanjiri pasar.
Kabar peningkatan persediaan minyak mentah AS dan kekhawatiran akan menurunnya permintaan minyak China menekan harga minyak. Saat berita ini diturunkan, minyak berjangka Brent telah melorot 0.8% ke $49.57 per barel, sedangkan minyak WTI tergelincir lebih dari 1% ke $47.59 per barel.
Tadi malam, pemerintah China menyatakan akan mulai menggulung perusahan-perusahaan pengilangan tak berijin (teapots), sehingga memunculkan kekhawatiran kalau itu akan mengakibatkan penurunan permintaan minyak dari Negeri Tirai Bambu.
Tak lama sebelumnya, American Petroleum Institute (API) melaporkan peningkatan masif angka persediaan minyak AS sebanyak 4.464 juta barel. Besaran itu merupakan kenaikan tertinggi dalam empat bulan dan jauh berlawanan dengan ekspektasi konsensus yang mengharapkan penurunan 0.5 juta barel. Kabar ini memperparah kerisauan akan surplus di pasar minyak setelah Perdana Menteri Irak beberapa jam sebelumnya menyatakan bahwa pihaknya takkan menyetujui pembekuan produksi sebagai bagian dari kesepakatan apapun di OPEC.
Pernyataan Perdana Menteri Irak tersebut menggarisbawahi pesimisme para pakar akan prospek tercapainya sebuah kesepakatan yang siginifikan dalam pertemuan informal negara-negara OPEC di Aljazair bulan depan. Apalagi bila negara-negara produsen enggan mengendalikan output masing-masing, sebagaimana dinyatakan olehGoldman Sachs.
Menurut salah satu bank top dunia itu, Libya, Irak, dan Nigeria yang bulan lalu menderita beraneka gangguan produksi terlihat sudah mulai menggenjot output minggu lalu. Goldman Sachs memperkirakan pasar di semester kedua tahun ini akan digempur oleh setidaknya 100,000 barel per hari dari negara-negara tersebut. Karenanya, meski sebuah kesepakatan dimungkinkan tercapai di kalangan negara-negara produsen minyak, upaya itu takkan banyak mengangkat harga. Goldman memperkirakan harga minyak tetap akan berada di kisaran $45-$50 hingga musim panas tahun depan.

Saudi Tepis Upaya Intervensi, Harga Minyak Kembali Gamang

Harga minyak masih diperdagangkan sideways dengan kecenderungan tertekan hari ini (26/8) di tengah penantian pasar menjelang pertemuan informal OPEC di Aljazair bulan September mendatang. Minyak mentah Brentmelorot 1.82% di sesi perdagangan sebelumnya, dan kini berada di kisaran $49.53. Sementara minyak WTI sedikit melandai ke $47.24. Komentar Menteri Energi Saudi kembali memukul ekspektasi akan dicapainya kesepakatan pembekuan produksi.
Menteri Energi Arab Saudi, Khalid Al Falih, mengungkapkan keyakinannya bahwa pasar minyak tak membutuhkan "intervensi signifikan" dalam bentuk apapun saat ini, kepada kantor berita Reuters pasca berpidato dini hari tadi. Lebih lanjut, ia menyatakan hingga kini belum ada diskusi spesifik sama sekali mengenai pembekuan produksi OPEC, meski limpahan surplus terus menahan harga minyak di bawah ambang $50.
Arab Saudi berproduksi dalam rekor laju tertinggi sepanjang masa 10.67 juta bph pada bulan Juli, dan Al Falih mengatakan bahwa produksi minyak bulan Agustus masih akan berada di kisaran itu, meski tak menunjuk angka tertentu. Ia pun tutup mulut mengenai berapa level output yang dinilai cukup mampu menstabilkan pasar. Sosok yang juga menjabat sebagai pimpinan Saudi Aramco ini hanya mengutarakan kembali pandangannya, "Pasar sedang bergerak ke arah yang tepat. Permintaan naik dengan baik di seluruh dunia."
Pernyataan Al Falih kali ini menepis persepsi pasar dari komentarnya sebelumnya yang mengindikasikan kalau pihaknya menyambut baik ajakan diskusi untuk menstabilkan harga.
Sebagaimana diketahui, sebuah diskusi informal yang dihadiri negara-negara anggota OPEC dijadwalkan akan digelar berdampingan dengan International Energy Forum di Aljazair pada tanggal 26-28 September. Rencana ini mencuatkan kembali topik pembekuan produksi yang diharapkan beberapa pihak akan bisa membantu menstabilkan limpahan surplus di pasar minyak, tetapi disinyalir oleh banyak pihak akan kembali berbuah nihilsetelah upaya serupa di bulan April 2016 mengalami kegagalan. Konglomerasi keuangan multinasional Goldman Sachs bahkan menilai, meski sebuah kesepakatan dimungkinkan tercapai di kalangan negara-negara produsen minyak, upaya itu takkan banyak mengangkat harga.

Jumat, 26 Agustus 2016

Emas Kembali Melemah, Fokus Pada Pidato Yellen

Pada sesi perdagangan New York hari rabu (24/8) malam, harga emas terpantau anjlok cukup dalam. Tampaknya pelaku pasar benar berhati hati menjelang pidato ketua Federal Reserve, Janet Yellen yang dijadwalkan pada hari jumat akhir pekan mendatang.
XAU/USD bergerak mendatar selama sesi Asia tadi dan begitu memasuki sesi New York, kemilau emas meredup dimana sempat menyentuh level terendah harian 1326 dollar AS per troy ounce. Sebelumnya emas masih stabil di kisaran 1336 hingga 1339.
Pelaku pasar begitu menantikan pernyataan Yellen terkait kenaikan suku bunga Federal Reserve dimana sebelumnya terjadi silang pendapat antara presiden The Fed negara bagian. Investor ingin mendapatkan petunjuk lebih jelas mengenai kapan waktu pelaksanaan hike rate bank sentral AS.

Peluang Rate Hike Meningkat Tajam, Emas Tertekan
Berdasarkan informasi yang bersumber dari indeks Fund Rate Future dari CME grup menunjukan bahwa peluang kenaikan suku bunga pada bulan September melonjak tajam dari 15 persen menjadi 21 persen dalam kurun waktu yang singkat. Selain itu pasar juga masih menaruh harapan kepada The Fed untuk menaikan suku bunga setidaknya pada akhir tahun nanti. Pelaku pasar menyakini peluang rate hike bulan desember mendatang sebesar 50 persen.
Meningkatnya peluang kenaikan suku bunga The Fed pada bulan September mendatang juga diiringi oleh komentar bernada hawkish dari beberapa pemegang hak suara The Fed beberapa hari belakangan ini. Namun secara keseluruhan pasar masih meragukan langkah berani The Fed untuk menaikan suku bunga pada bulan September karena kondisi perekonomian yang belum begitu solid, ditambah gelojak politik negeri Paman Sam menjelang pemilu pada November mendatang.
Saat ini emas diperdagangkan pada level 1329 dollar AS per troy ounce. Pasar masih menunggu pidato Yellen akhir pekan nanti. Bila ketua The Fed melontarkan pandangan Hawkish maka tidak tertutup kemungkinan emas akan kembali tertekan.

Bank-Bank Sentral Di Dunia Kurangi Pembelian Emas

Sebagian besar bank-bank sentral dunia masih melakukan pembelian emas, tetapi ke depan kemungkinan akan mengurangi transaksi pembeliannya. Menurut analisis dalam penelitian Macquarie, bank-bank sentral di dunia hanya membeli sekitar 166 ton emas saja dan menjual 22 ton emas dalam kuartal pertama tahun 2016 ini. Sedangkan untuk pembelian bersih adalah sebanyak 144 ton emas.


Kondisi tersebut sebenarnya tidak banyak berubah dari pembelian bersih yang mereka lakukan pada tahun 2013 dan 2014 lalu. Akan tetapi, menurut catatan Mattew Turner, jumlah pembelian bersih emas tahun 2016 ini terpantau sedikit lebih rendah daripada pembelian pada periode yang sama di tahun sebelumnya yang bisa mencapai 179 ton emas. Selain Rusia dan China, hanya terdapat beberapa pembeli emas dengan prospek yang cenderung rendah dan substantif.
Turner juga menuturkan bahwa saat ini masih belum ada minat tinggi untuk menjual emas. Walaupun demikian, penelitian Macquarie mencatat bahwa Venezuela menjual cadangan emasnya di tengah-tengah krisis ekonomi dan utang untuk meningkatkan pendapatan. Langkah Venezuela ini menyebabkan stok cadangan emas di negara tersebut merosot sebesar 79 ton pada kuartal pertama tahun 2016 dan sebanyak 59 ton pada tahun 2015.
Dengan demikian, Venezuela termasuk negara yang dengan signifikan berperan dalam penurunan jumlah pembelian emas oleh bank sentral dunia. Turner menambahkan, bank-bank sentral tetap berada pada sisi buy di pasar emas dalam kuartal I tahun ini, tetapi merosotnya cadangan di Venezuela telah atau akan membebani harga emas.

Harga Emas Sekarang

Sejauh ini, harga emas sudah naik sebesar 24 persen dalam tahun 2016 dan kenaikan harga lebih lanjut bisa jadi akan menambah lebih banyak lagi bank sentral yang masuk kedalam daftar pembeli emas.
Seperti yang sudah diketahui bahwa bank sentral di dunia membeli emas untuk melakukan diversifikasi pada cadangan devisa mereka. Adaya fakta bahwa mereka memiliki cadangan emas yang banyak, membuat para investor mengamati aktivitas beli dan jual emas pada bank tersebut untuk memperoleh sentimen tertentu terhadap pergerakan harga logam mulia emas.
Saat berita ini diturunkan, harga pair XAU/USD diperdagangkan di kisaran level harga 1,326 dolar AS.
Sementara itu, para pelaku pasar kini masih menunggu pidato Janet Yellen di Jakson Hole, Wyoming. Pidato tersebut dinilai penting untuk mengetahui indikasi lebih lanjut terkait dengan kapan tingkat suku bunga AS akan naik. 

Kamis, 25 Agustus 2016

Harga Emas Menurun Lagi, Nantikan Pidato Janet Yellen

Harga emas di sesi Asia pada hari Rabu (24/08) kembali mengalami penurunan seiring dengan para pelaku pasar yang tengah berfokus pada pidato oleh ketua the Fed, Janet Yellen pada hari Kamis dini hari nanti. Pidato tersebut dinilai penting untuk mengetahui apakah pernyataan Yellen juga cenderung hawkish sama dengan komentar para pejabat the Fed sebelumnya. Saat berita ini diturunkan, XAU/USD diperdagangkan di kisaran level harga 1,337 dolar AS.

Sementara itu, pada Comex New York Mercantile Exchange, harga emas futures untuk pengiriman bulan Desember menurun sebesar 0.35 persen ke level harga 1,341 dolar AS per troy ons. Sedangkan harga perak futures untuk pengiriman bulan Desember menjadi 18.92 dolar AS per troy ons, turun tipis sebesar 0.04 persen dan harga tembaga futures mengalami kenaikan ke level harga 2.125 dolar AS per pound.
Selama sesi perdagangan hari Selasa kemarin, harga logam mulia emas sempat naik tipis dan berusaha bangkit dari penurunan yang signifikan dari sesi sebelumnya. Kondisi ini didorong oleh melemahnya mata uang dolar AS seiring dengan pasar yang masih menantikan pernyataan dan komentar ketua the Fed, Janet Yellen. Selain itu, sebagian besar pelaku pasar juga menunggu kejelasan terkait dengan kapan kenaikan tingkat suku bunga AS akan terjadi.
Disamping itu, logam mulia emas pada sesi perdagangan hari Senin anjlok ditengah-tengah adanya sinyal the Fed kemungkinan besar akan menaikkan suku bunganya bulan September nanti. Sinyal tersebut muncul setelah komentar dari beberapa petinggi the Fed yang hawkish.


Investor Tunggu Pidato Janet Yellen

Pidato Janet Yellen dalam pertemuan tahunan bank sentral di Jackson Hole, Wyoming bisa jadi akan memberikan indikasi terbaru pada kenaikan suku bunga AS selanjutnya. Agenda simposium ini biasanya digunakan oleh the Fed untuk membuat peryataan kebijakan yang penting.
Seperti yang sudah diketahui, emas merupakan logam mulia yang sensitif terhadap pergerakan tingkat suku bunga AS. Selain itu, apabila the Fed menaikkan suku bunganya maka harga emas akan cenderung bearish(menurun) dan bersaing ketat dengan aset berimbal balik bunga.

Emas Kembali Melemah, Fokus Pada Pidato Yellen

Pada sesi perdagangan New York hari rabu (24/8) malam, harga emas terpantau anjlok cukup dalam. Tampaknya pelaku pasar benar berhati hati menjelang pidato ketua Federal Reserve, Janet Yellen yang dijadwalkan pada hari jumat akhir pekan mendatang.
XAU/USD bergerak mendatar selama sesi Asia tadi dan begitu memasuki sesi New York, kemilau emas meredup dimana sempat menyentuh level terendah harian 1326 dollar AS per troy ounce. Sebelumnya emas masih stabil di kisaran 1336 hingga 1339.
Pelaku pasar begitu menantikan pernyataan Yellen terkait kenaikan suku bunga Federal Reserve dimana sebelumnya terjadi silang pendapat antara presiden The Fed negara bagian. Investor ingin mendapatkan petunjuk lebih jelas mengenai kapan waktu pelaksanaan hike rate bank sentral AS.

Peluang Rate Hike Meningkat Tajam, Emas Tertekan
Berdasarkan informasi yang bersumber dari indeks Fund Rate Future dari CME grup menunjukan bahwa peluang kenaikan suku bunga pada bulan September melonjak tajam dari 15 persen menjadi 21 persen dalam kurun waktu yang singkat. Selain itu pasar juga masih menaruh harapan kepada The Fed untuk menaikan suku bunga setidaknya pada akhir tahun nanti. Pelaku pasar menyakini peluang rate hike bulan desember mendatang sebesar 50 persen.
Meningkatnya peluang kenaikan suku bunga The Fed pada bulan September mendatang juga diiringi oleh komentar bernada hawkish dari beberapa pemegang hak suara The Fed beberapa hari belakangan ini. Namun secara keseluruhan pasar masih meragukan langkah berani The Fed untuk menaikan suku bunga pada bulan September karena kondisi perekonomian yang belum begitu solid, ditambah gelojak politik negeri Paman Sam menjelang pemilu pada November mendatang.
Saat ini emas diperdagangkan pada level 1329 dollar AS per troy ounce. Pasar masih menunggu pidato Yellen akhir pekan nanti. Bila ketua The Fed melontarkan pandangan Hawkish maka tidak tertutup kemungkinan emas akan kembali tertekan.

Rabu, 24 Agustus 2016

Investor Amati Prospek Kenaikan Suku Bunga FED, Harga Emas Anjlok

Harga emas menurun tajam di pasar Asia Senin pagi ini (22/8) seiring dengan menajamnya fokus investor dalam mengamati prospek kenaikan suku bunga FED dalam waktu dekat. Harga emas untuk pengiriman bulan Desember di divisi COMEX pada New York Mercantile Exchange merosot 0.37% ke harga $1,341.25 per troy ons. Sementara itu, harga perak berjangka untuk pengiriman bulan September ambruk 1.86% ke harga $18.975 per troy ons. XAU/USDpun terpantau melorot ke kisaran 1334.21 saat berita ini diturunkan.
Pekan lalu harga emas ditutup melemah pada akhir perdagangan hari Jumat setelah sejumlah komentar pejabat tinggi Federal Reserve AS mengindikasikan terbukanya kemungkinan untuk kenaikan suku bunga pada bulan September mendatang. Sebagaimana diungkapkan Presiden FED San Fransisco, John Williams, pada hari Kamis, "Dalam konteks ekonomi domestik yang kuat dengan momentum bagus, adalah masuk akal untuk kembali ke laju kenaikan suku bunga bertahap, lebih baik lebih cepat daripada terlambat."
Pernyataan Williams tersebut senada dengan komentar pejabat FED lainnya, William Dudley dan Dennis Lockhart, di awal pekan. Akibatnya, meski para pelaku pasar tak begitu memperhitungkan kenaikan suku bunga bulan September, tetapi prospek pemberlakuan kebijakan itu di bulan Desember dinilai meningkat signifikan.
Padahal, harga logam mulia sangat sensitif terhadap perubahan suku bunga AS karena kenaikan biasanya berhubungan dengan penguatan Dolar, mata uang mana digunakan untuk memperjualbelikan emas di pasar internasional. Dolar AS yang lebih kuat berpotensi membebani emas, disebabkan oleh meningkatnya harga bagi pengguna mata uang lain dan berkurangnya daya tarik komoditas ini sebagai aset investasi alternatif.
Kini, pasar tengah mengantisipasi pidato ketua FED Janet Yellen pada pertemuan tahunan bank sentral dan ekonom dunia di Jackson Hole, Wyoming, hari Kamis-Jumat mendatang. Orang nomor satu di bank sentral AS itu diharapkan dapat memberikan sinyal baru tentang kapan kenaikan suku bunga AS bakal dilakukan.

Investor Menanti Keputusan The Fed

Harga emas terpantau melemah di sesi Asia pada hari Selasa ini (23/08) dengan fokus pada prospek kenaikan tingkat suku bunga AS. Saat berita ini diturunkan, XAU/USD berada di kisaran level harga 1,337 dolar AS.

Sementara itu, pada Comex New York Mercantile Exchange, harga emas futures untuk pengiriman bulan Desember turun sebesar 0.10 persen ke level harga 1,342 dolar AS per troy ons. Sedangkan harga perak futures untuk pengiriman bulan Desember ke level harga 18.94 dolar AS per troy ons, naik sebesar 0.40 persen dan harga tembaga futures untuk pengiriman bulan Desember menjadi diperdagangkan di level harga 2.158 dolar AS per pound.
Selama sesi perdagangan Senin malam kemarin, harga emas menunjukkan penurunan ditengah-tengah adanya indikasi kemungkinan the Fed akan segera menaikkan tingkat suku bunganya pada bulan September nanti. Peluang untuk kenaikan suku bunga AS jangka pendek tersebut terlihat setelah Dewan Gubernur the Fed, Stanley Fischer menuturkan bahwa sektor ketenagakerjaan dan tingkat inflasi AS hampir mendekati target the Fed.

 

Komentar Para Petinggi The Fed

Pidato Stanley Fischer ini merupakan komentar terbaru dari pejabat penting the Fed yang cenderung hawkish. Sebelumnya, Presiden the Fed San Francisco John Williams, Wakil Ketua the Fed William Dudley dan Presiden the Fed Atlanta, Dennis Lockhart menyatakan, kenaikan tingkat suku bunga pada bulan September nanti bisa jadi akan terjadi.
Sementara itu, sebagian besar pelaku pasar kini masih berfokus pada pidato ketua the Fed, Janet Yellen di acara pertemuan tahunan bank sentral dan ekonom dunia di Jackson, Wyoming, minggu ini. Selain itu, para investor juga melanjutkan fokus mereka pada laporan data perekonomian AS untuk mengetahui apakah kondisi ekonomi disana sudah dirasa cukup kuat apabila the Fed menaikkan suku bunganya.
Seperti yang sudah diketahui bahwa logam mulia emas sensitif terhadap pergerakan tingkat suku bunga AS. Selain itu, penguatan mata uang dolar AS akan membebani harga emas karena membuat harga emas menjadi mahal bagi pemegang mata uang lain selain dolar AS.

Selasa, 23 Agustus 2016

Harga Minyak Brent Melesat Tembus 50 Dolar Per Barel

Harga minyak Brent menanjak hingga lebih dari 50 Dolar tadi malam dan bertahan di level tinggi pagi ini (19/8), didorong oleh spekulasi mengenai prospek akan tercapainya kesepakatan yang bisa menyeimbangkan suplai di pasar minyak pada pertemuan informal OPEC bulan depan. Namun, sejumlah pakar mengingatkan bahwa reli ini bisa jadi hanya pepesan kosong.
Saat berita ini diturunkan, harga minyak Brent berada di kisaran $50.73 per barel, masih di level tinggi meskipun telah lebih rendah ketimbang harga penutupan tadi malam pada $50.89 maupun puncak $51.05 yang dicapainya di sesi Amerika. Sementara minyak WTI diperdagangkan di kisaran $48.24 per barel, lebih tinggi dibanding harga penutupan sebelumnya pada $48.22.
Menurut laporan Reuters, pesatnya kenaikan harga minyak hingga mencapai level tinggi dua bulan saat ini didorong oleh aksi short-covering para spekulator, termasuk lembaga-lembaga Hedge Fund dan pengelola investasi lainnya yang beberapa waktu lalu telah mengakumulasikan banyak posisi short.
Lemahnya Dolar akibat tak jelasnya kapan suku bunga Amerika Serikat akan dinaikkan lagi juga mendukung perbaikan harga minyak, karena membuat harga komoditas ini jadi lebih murah bagi negara-negara pengguna mata uang lainnya.

Hanya Pepesan Kosong?

Sebagian anggota OPEC tengah mengalami kesulitan ekonomi akibat rendahnya harga minyak dalam dua tahun terakhir dibandingkan dengan puncak tertingginya di atas $100 per barel. Meskipun sejumlah negara Timur Tengah mampu berproduksi dengan biaya sangat rendah, tetapi negara lain seperti Venezuela membutuhkan harga tinggi agar bisa memulihkan perekonomian mereka.
Dalam konteks tersebut, para anggota OPEC akan menggelar pertemuan informal berdampingan dengan International Energy Forum di Aljazair pada tanggal 26-28 September. Pasar kini mensinyalir OPEC bisa jadi akan mengambil kesepakatan untuk membekukan level produksinya pada tingkat tertentu.
Namun, banyak analis menilai pembekuan produksi pada tingkat yang sama dengan level produksi saat ini bisa jadi tak akan membantu mendorong harga minyak meningkat. Pasalnya, berbagai negara produsen minyak terkemuka kini tengah menggenjot output di atau mendekati level tertingginya, termasuk Rusia dan Arab Saudi.
Carsten Fritsch, analis komoditas dan minyak senior di Commerzbank Jerman mengatakan pada Reuters, "Berita terbaru dari Arab Saudi sangat tak mendukung harga sama sekali. Ini adalah pukulan ganda bagi pasar minyak. Pengujian level rendah (harga minyak seperti) awal Agustus cukup dimungkinkan terjadi."
Analis dari bank multinasional Citi pun memperingatkan adanya risiko reli harga semata-mata karena potensi diskusi OPEC di masa depan, karena pertemuan serupa awal tahun ini gagal mencapai kesepakatan.

USDX Pulang Ke 94.52, Minyak Terancam Melemah

Analisa Trend Mayor Minyak

  1. koreksi terjadi pada USDX, harga naik menyeret EMA 6 jam dan harian mendekati EMA mingguan, namun pantulan harga terjadi di area EMA mingguan yang merupakan level keseimbangan bergerak buyer seller mingguan. kini harga turun namun harga terhalang oleh level kuat 94.52 yang menjadi level keseimbangan support dan resisten yang terbentuk seperti yang terlihat pada chart. dengan terhalangnya harga oleh level kuat tersebut maka pantulan naik diprediksikan akan terjadi sehingga penguatan USD diperkirakan akan terjadi kedepannya.
  2. selama USD menguat maka minyak serentak melemah, sehingga peluang sell muncul pada minyak dengan syarat minyak harus menyentuh area level kuat.

klik gambar untuk memperbesar

Analisa Trend Minor Minyak

  1. Minayak melemah seiring menguatnya USD yang diindikasikan oleh naiknya USDX ke area EMA mingguan. kini arah harian minyak bearish, dengan adanya prediksi pantulan pada USDX maka minyak berpotensi untuk terus melemah dan ketika minyak menyentuh area level keseimbangan yang ditandai oleh warna biru pada chart maka sell dapat dibuka dengan batasan stop loss dan take profit menurut garis yang sudah terbentuk.
  2. sell dapat dibuka di area level 47.57 dengan stop loss pada level 48.40 dan take profit pada level 46.33 yang merupakan level kuat terdekat di bawah harga saat ini. Jika trader tidak ingin membatasi profit dengan take profit, maka SL plus dapat digunakan saat trader menemui kesempatan ketika harga sudah cukup jauh dari open posisi dalam kondisi profit. Khusus untuk pengguna martingale yang mengacu pada jurnal minyak, jurnal minyak akan menggunakan teknik yang lebih simpel dan target yang lebih besar, posisi sebelumnya kita anggab clear dan mulai dengan akun baru karena telah terbukti aman, nantikan hanya di jurnal minyak.
  3. Rekomendasi  sell di area level 47.57 dengan stop loss pada level  48.40 dan take profit di-hold menggunakan strategi SL plus, atau bisa diletakkan pada level 46.33 . Bagi pengguna martingale, stop loss dapat dihilangkan dan dilakukan diversifikasi akun seperti pada jurnal minyak dan forex cross. Jika ada sinyal open posisi, ada saatnya posisi dapat langsung dibuka pada pagi hari tanpa menunggu harga menyent uh level kuat dikarenakan martingale yang tidak menggunakan batasan-batasan level sebagai ukuran risk/rewardnya, melainkan hanya menggunakan kekuatan balance. Aturan-aturan penggunaan lot harus dipatuhi untuk menghindari MC, sehingga jika MC terjadi maka akun yang lain masih ada.

Senin, 22 Agustus 2016

Harga Emas Meninggi, Investor Abaikan Pandangan Kenaikan Suku Bunga AS

Harga emas terpantau meninggi di sesi Asia hari Rabu (10/08) sejalan dengan sebagian investor yang masih mengikuti tren perdagangan semalam dan mengabaikan ekspektasi baru kenaikan tingkat suku bunga oleh the Fed tahun ini dan rilis data pesanan mesin yang melebihi ekspektasi di negara Jepang. Saat berita ini ditulis, XAU/USDdiperdagangkan di kisaran level harga 1,348 dolar AS.


Sementara itu, pada Comex New York Mercantile Exchange, harga emas futures untuk pengiriman bulan Desember merangkak naik signifikan sebesar 0.57 persen menjadi ke 1,354 dolar AS per troy ons. Sedangkan harga perak futures untuk pengiriman bulan September mengalami kenaikan sebesar 0.98 persen ke level 20.05 dolar AS per troy ons dan harga tembaga futures untuk pengiriman bulan September ke level harga 2.158 dolar AS per pound, naik 0.37 persen.

Harga Emas Flat Di Level Cukup Tinggi 

Selama sesi perdagangan hari Selasa malam kemarin, harga emas diperdagangkan cukup stagnan seiring dengan ekuitas yang secara meluas menyentuh level tertinggi dalam kurun waktu satu tahun ini. Hal ini menyebabkan penurunan tipis harga emas sebagai aset safe haven ketika sebagian besar investor terlibat didalam pencarian aset berimbal balik bunga yang tinggi.
Meskipun harga emas mulai menunjukkan penurunan dari awal bulan Juli lalu, logam mulia emas masih tetap berada di level cukup tinggi ketika mampu diperdagangkan di kisaran 1,374 dolar AS. Sejak pembukaan harga emas tahun ini di level harga 1,075 dolar AS per ons, logam mulia ini sudah merangkak naik sekitar 25 persendan menuju harga terkuatnya selama satu dekade.


Investor Menunggu Kepastian Tingkat Suku Bunga The Fed

Didorong oleh kenaikan saham-saham di sektor perawatan kesehatan dan teknologi, pada hari Selasa kemarin, indeks NASDAQ dan S&P 500 mengalami peningkatan harga dan mampu ke level harian yang cukup tinggi. selain itu, dalam sesi hari Selasa lalu, dividen oleh S&P 500 juga naik ke 2.04 persen memberikan para pelaku pasar dorongan untuk berinvestasi pada saham perusahaan tersebut.
Disamping itu, prospek untuk kenaikan tingkat suku bunga oleh the Fed yang terus berkembang masih berlanjut membebani harga emas. Fed Watch Tool milik CME Group menyatakan probabilitas kenaikan suku bunga pada bulan Desember adalah 50 persen, naik dari sebelum adanya rilis penguatan pada laporan data ketenagakerjaan di AS. Bahkan CME Group juga menaikkan peluang kenaikan suku bunga pada
bulan September menjadi 20 persen.
Seperti yang diketahui bahwa adanya keputusan the Fed untuk menaikkan tingkat suku bunga AS akan menyebabkan harga emas cenderung bearish (menurun) dan membuat logam mulia emas akan bersaing ketat dengan aset berimbal balik bunga.

Harga Emas Turun Lagi, Investor Tunggu Kenaikan Suku Bunga The Fed

Harga emas diperdagangkan rendah pada sesi Asia hari Selasa ini (09/08) karena sebagian investor masih menunggu kepastian terhadap kenaikan suku bunga AS dalam waktu dekat ini dan pasca rilis data Consumer Price Index (CPI) untuk bulan Juli di Tiongkok. Saat berita ini ditulis, XAU/USD berada di kisaran level harga 1,334 dolar AS.


Sementara itu, pada Comex New York Mercantile Exchange, harga emas futures untuk pengiriman bulan Desember berada di level harga 1,339 dolar AS per troy ons mengalami penurunan sebesar 0.12 persen. Sedangkan harga perak futures untuk pengiriman bulan September turun signifikan sebesar 0.25 persen menjadi 19.76 dolar AS per troy ons dan harga tembaga futures untuk pengiriman bulan September diperdagangkan menurun sebesar 0.37 persen ke level harga 2.157 dolar AS per pound.

 

Rilis Data Inflasi Di Tiongkok

Badan Statisik China melaporkan, CPI untuk bulan Juli disana secara YoY menurun sesuai ekspektasi ke 1.8 persen, dari sebelumnya 1.9 persen. Selain itu, CPI negara China untuk bulan Juli secara bulanan naik signifikan dari -0.1 persen menjadi 0.2 persen dan data PPI China untuk bulan Juli secara YoY juga membaik ke -1.7 persen daripada data sebelumnya di -2.6 persen.

 

Menguatnya Data Pasar Ketenagakerjaan AS

Selama sesi perdagangan hari Senin kemarin, harga emas menurun tipis ditengah-tengah sedikit menguatnya dolar AS dan sejalan dengan para investor yang masih berlanjut untuk menanti kenaikan tingkat suku bunga AS oleh the Fed akhir tahun ini. Kondisi tersebut dipicu oleh penguatan laporan data dari pasar ketenagakerjaan pada pekan lalu.
Disamping itu, pada sesi perdagangan emas hari Jumat minggu kemarin, harga emas merosot hingga 20 dolar AS atau sekitar 1.65 persen setelah Departemen Ketenagakerjaan AS menyatakan bahwa perekonomian disana berhasil menambahkan jumlah lapangan kerja menjadi 255,000. Meskipun demikian, logam mulia emas ini terpantau masih meningkat lebih dari lima persen sejak keputusan Inggris untuk keluar dari Uni Eropa pada tanggal 24 Juni lalu. Brexit tersebut membawa harga emas melompat lebih dari 25 persen dan pada awal bulan Juli dan emas berhasil menyentuh level tinggi selama 28 bulan yaitu ke level harga 1,370 dolar AS.

 

Menunggu Kenaikan Suku Bunga The Fed

Pasar ketenagakerjaan di AS terus berlanjut rebound dari masa keterpurukannya pada bulan Mei lalu ketika data perekonomian AS menunjukkan NFP AS hanya bertambah 24,000. Kemungkinan kenaikan tingkat suku bunga oleh the Fed dalam beberapa bulan mendatang semakin berkembang mengingat adanya penguatan pada data NFP tersebut.
Pada hari Senin kemarin, Fed Watch tool milik CME Group memperkirakan peluang untuk kenaikan tingkat suku bunga oleh the Fed pada bulan September adalah sebesar 18 persen, naik tajam dari sebelumnya hanya sembilan persen dalam prediksi hari Kamis pekan lalu.
Sementara itu, probabilitas kenaikan tingkat suku bunga pada bulan Desember meningkat menjadi 40 persen, naik dari 29.4 persen. Dalam lima rapat FOMC yang sudah diselenggarakan tahun 2016, bank sentral AS masih memberlakukan tingkat suku bunga di level antara 0.25 persen dan 0.50 persen. Desember tahun lalu, the Fed menghentikan kebijakan tingkat suku bunga di nol persen dengan menaikkan tingkat suku bunga AS untuk pertama kalinya dalam satu dekade.
Seperti yang sudah diketahui bahwa tren suku bunga AS yang mengalami kenaikan bisa jadi akan membebani harga emas dan mendorong emas untuk bersaing ketat dengan aset berimbal balik bunga.

Jumat, 19 Agustus 2016

Nantikan Laporan AS, Minyak Nangkring Di Level Tinggi Satu Bulan

Harga minyak mentah meroket ke puncak tertinggi satu bulan tadi malam setelah Menteri Energi Rusia turut mengungkapkan dukungannya bagi rencana diskusi OPEC bulan depan. Namun demikian, Selasa pagi ini (16/8) reli nampak kehabisan energi menjelang rilis data inventori minyak AS versi API nanti malam dan versi EIA esok hari.
Harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Oktober saat ini nangkring di $48.01, agak lebih rendah dari puncak tertinggi sebelumnya $48.53 per barel. Sementara itu, minyak WTI untuk pengiriman September terpantau agak melandai dari kisaran $45.92 ke $45.44 per barel.

Rusia Dukung Stabilisasi, Venezuela Terancam Gulung Tikar

Harga terpantau melonjak setelah pernyataan Menteri Energi Arab Saudi Khalid Al-Falih pekan lalu bahwa negaranya membuka diri untuk melakukan diskusi guna menstabilkan pasar minyak yang dibanjiri limpahan supply. Reli pun terus melaju pada Senin malam setelah Menteri Energi Rusia Alexander Novak menyatakan negaranya terus berdiskusi dengan Saudi dan negara-negara produsen minyak lainnya untuk mencapai kestabilan di pasar minyak.
"Mengenai kerjasama dengan Arab Saudi, dialog diantara kedua negara berkembang secara konkrit, baik dalam kerangka struktur multi-pihak maupun pada level bilateral," ungkap Novak pada koran Asharq al-Awsat, sebagaimana dikutip Reuters, "Kami bekerjasama dalam kerangka konsultasi terkait pasar minyak dengan negata-negara OPEC dan para produsen di luar organisasi tersebut, dan berniat untuk melanjutkan dialog guna mencapai stabilitas pasar."
Kabar tentang akan kolapsnya output minyak dari Venezuela juga turut menopang harga minyak di level tinggi satu bulan. Sebagaimana diketahui, Venezuela yang menyimpan salah satu cadangan minyak bumi terbesar di dunia, tengah mengalami krisis ekonomi dan politik berat. Akibatnya, produksi minyak pun terpangkas. Dalam waktu 12 bulan hingga Juni, output minyak mentah Venezuela telah anjlok 9 persen, demikian pula ekspor dan penjualan independen dari joint venture.

Dikhawatirkan Surplus Berlanjut

Namun, banyak analis tetap skeptis kalau OPEC akan mampu mengambil langkah signifikan dalam menstabilkan harga minyak dalam pertemuan informal di Aljazair bulan depan. Selain karena upaya serupa bulan April lalu telah gagal, kondisi saat ini tak mengindikasikan realisasi nyata dari itikad negara-negara OPEC. Iran yang sebelumnya menjadi ganjalan untuk tercapainya kesepakatan, hingga kini pun masih bersikeras untuk menggenjot produksi.
Apalagi, limpahan inventori minyak dan aktivitas pengeboran masih terus meningkat di Amerika Serikat, sebagaimana terlihat dalam laporan pekanan API, EIA, dan Baker Hughes dalam beberapa minggu terakhir. Ke depan, pelaku pasar akan memantau publikasi laporan API nanti malam, EIA esok hari, dan Baker Hughes di Jumat malam, selain tetap mencari tahu sinyal-sinyal lebih lanjut dari negara-negara OPEC.

Harga Minyak Loyo Setelah Saudi Kirim Sinyal Genjot Suplai

Harga minyak nampak lesu pada sesi perdagangan pagi ini (18/8) meski sempat menanjak di sesi sebelumnya. Sebuah laporan eksklusif Reuters yang dipublikasikan dini hari tadi mengklaim adanya indikasi bahwa Saudi menggenjot output minyak mentahnya ke rekor level tinggi baru pada bulan Agustus, memupus optimisme yang sempat beredar setelah inventori minyak mentah Amerika Serikat dilaporkan menurun.

Inventori Minyak AS Berkurang Besar-Besaran

Tadi malam, inventori minyak mentah di Negeri Paman Sam dilaporkan -2.5 juta barel oleh US Energy Information Agency, jauh lebih baik dibanding prediksi peningkatan 522 ribu barel yang disinyalir oleh para analis sebelumnya. Inventori gasolin juga -2.7 juta barel, atau menurun nyaris dua kali lipat lebih tinggi dibanding ekspektasi.
Kabar tersebut sempat mendorong harga minyak Brent naik hingga menyentuh $49.92 per barel. Turut mendukung reli adalah melemahnya Dolar setelah notulen rapat kebijakan bank sentral AS mengindikasikan terbelahnya pendapat para pejabatnya mengenai urgensi kenaikan suku bunga dalam waktu dekat. Pelemahan Dolar pada umumnya membuat minyak menjadi lebih murah bagi negara-negara pengguna mata uang lain. Namun, reli ini berumur pendek.

Produsen Minyak Berlomba Genjot Output

Laporan Reuters dari wawancara narasumber orang dalam industri menyebutkan bahwa Arab Saudi telah mulai menggenjot produksi sejak Juni, dengan dalih untuk memenuhi peningkatan musiman permintaan domestik serta ekspor. Pada bulan Juni, Saudi memproduksi 10.55 juta bph, kemudian di bulan Juli naik ke 10.67 juta bph. Kini produksi bulan Agustus diekspektasikan bisa naik setinggi 10.8-10.9 juta bph. Ini berarti suplai minyak mentah Saudi di bulan Agustus bisa mencapai rekor level tinggi baru, melampaui Rusia sebagai negara produsen minyak terbesar dunia.
Meski Menteri Energi Saudi mengindikasikan terbuka untuk melakukan diskusi dalam rangka stabilisasi harga, nampaknya negara pengekspor minyak nomor satu dunia ini ingin menggenjot output dulu sebelum level produksi dibekukan di tingkat tertentu.
Saudi tak sendiri dalam memperparah limpahan suplai minyak di pasaran. Menteri Perminyakan Iran Bijan Zanganeh mengungkapkan pada parlemen setempat bahwa pihaknya siap mengangkat output hingga 4.6 juta bph dalam lima tahun, jauh di atas level produksi saat ini pada 3.6 juta bph maupun tingkat output sebelum sanksi diberlakukan dan dicabut yang sekitar 3.8-4 juta bph. Demikian pula dengan Rusia yang meski pada April menyatakan siap membekukan laju produksi-nya, tetapi kini output berada dekat level tertinggi sepanjang masa pada 10.85 juta bph dan mengharapkan bisa mendorong naik lebih jauh lagi tahun depan.

Ada Risiko Kerapuhan Reli

Saat berita ini diturunkan, harga minyak Brent berada di sekitar $49.72 per barel, sedikit melandai dari harga penutupan perdagangan sesi sebelumnya di $49.85. Harga minyak WTI pun cenderung flat di kisaran $46.79 per barel. Harga tetap berada di level tinggi setelah sempat nyaris menyentuh $50 pada hari Rabu lalu.
Dalam wawancara dengan Reuters, analis dari bank kawakan Citi memperingatkan adanya risiko pada kemungkinan reli harga hanya berdasarkan pada prospek digelarnya diskusi OPEC, karena pertemuan serupa di bulan April lalu terbukti gagal. Menurutnya, "Kerjasama OPEC perlu diperlakukan dengan hati-hati, karena ini dasar yang rapuh untuk dijadikan dasar reli bullish."

Kamis, 18 Agustus 2016

Setelah Semalam Terperosok, Harga Minyak Menggeliat Songsong Rilis Data AS

Untuk pertama kalinya sejak bulan April, harga minyak mentah AS jatuh ke bawah level $40 per barel pada sesi perdagangan tadi malam. Baik WTI maupun Brent merosot sekitar 4 persen akibat meningkatnya kekhawatiran akan limpahan surplus. Namun, pagi ini (2/8) harga mulai merangkak naik kembali di atas $40 di tengah antisipasi menjelang rilis data inventori AS.
Menurut trader yang diwawancarai oleh Reuters, ambruknya harga terutama dipicu oleh stop-loss teknikal, dikombinasikan dengan likuidasi posisi oleh pelaku pasar yang takut kalau limpahan surplus akan kembali "menenggelamkan" harga minyak. Pasalnya, persediaan minyak mentah AS hingga puncak musim panas kini masih terus meningkat, padahal biasanya masa liburan seperti ini diiringi dengan pengurangan persediaan karena peningkatan konsumsi BBM oleh masyarakat.
Pada titik terendahnya tadi malam WTI sempat menyentuh $439.86, meski kemudian ditutup pada $40.06. Brent cenderung lebih kuat dengan hanya melorot sampai $41.87, dan setelahnya ditutup pada $42.14. Namun, saat berita ditulis, harga minyak WTI telah berada di sekitar $40.17 per barel dan Brent diperdagangkan diantara $42.38 per barel.
Pasar masih berfokus pada proyeksi peningkatan produksi negara-negara OPEC ke level tertingginya sepanjang masa. Diketahui bahwa Arab Saudi, Irak, dan Nigeria kini tengah menggenjot produksinya dengan kekuatan penuh, demikian pula Iran. Berbicara di stasiun televisi pemerintah, Menteri Perminyakan Iran mengakui bahwa pasar telah mengalami surplus berlebih, tetapi tetap meyakini kalau keseimbangan supply dan demand akan pulih.
Meskipun demikian, tak semua outlook saat ini bearish. Survei Reuters yang diselenggarakan hari Senin mengekspektasikan persediaan minyak mentah AS untuk periode minggu lalu telah mengalami penurunan untuk pertama kalinya dalam 10 pekan terakhir. Jumlah sumur pengeboran minyak AS hari Jumat lalu dilaporkan kembali mengalami peningkatan, tetapi bila angka persediaan menurun dalam jumlah cukup besar, maka itu bisa mengindikasikan masih adanya kekuatan demand. Ke depan, pasar akan mengamati rilis data inventori minyak AS dari American Petroleum Institute (API) pada Rabu malam dan US Energy Information Adminstration (EIA) pada Kamis malam.

Harga Minyak Mulai Bergairah Setelah Dolar Melemah

Harga minyak mentah berjangka nampak mulai bergairah setelah akhir pekan lalu Amerika Serikat melaporkan bahwa pertumbuhan ekonominya di kuartal II/2016 mengecewakan. Hari ini (1/8), perbaikan laporan indeks sentimen bisnis China turut menopang harga komoditas emas hitam ini, tetapi kecemasan tentang limpahan surplus masih membayangi.
Di New York Mercantile Exchange (NYMEX), harga minyak WTI berada di kisaran $41.75, sekitar setengah dolar lebih tinggi ketimbang harganya di sesi Asia hari Jumat. Demikian pula harga acuan internasional Brent saat ini sudah merangkak naik kembali ke $43.70 per barel.

Dolar AS Roboh Akibat Lambatnya Pertumbuhan

Ekonomi Amerika Serikat pada kuartal II/2016 tercatat hanya membukukan pertumbuhan sebesar 1.2%, jauh di bawah ekspektasi 2.6% dan hanya naik sedikit dari pencapaian kuartal I sebesar 1.1%. Akibatnya, Dolar AS terhantam. Indeks Dolar AS yang merekam kekuatannya terhadap 6 mata uang lain pun roboh dari 96.739 di hari Kamis menjadi 95.530 saja di hari Jumat. Hingga saat berita ini diangkat, indeks tersebut belum beranjak dari kisaran 95an.
Sebelumnya, analis dari bank investasi kawakan Goldman Sachs mengindikasikan bahwa karena tingginya ketidakpastian terkait keseimbangan supply dan demand di pasar minyak sekarang, maka outlook harga minyak jangka pendek pada akhirnya akan lebih digerakkan oleh Dolar AS, mata uang dengan mana komoditas ini diperdagangkan, dibanding oleh fundamentalnya. Situasi saat ini agaknya memperkuat indikasi tersebut.
Di sisi lain, data-data terkait sentimen bisnis China yang dirilis tadi pagi menunjukkan sinyal beragam. Indeks PMI Manufaktur Caixin bulan Juli melonjak ke 50.6 dari 48.6 di bulan Juni, meskipun indeks PMI Manufaktur versi pemerintah tergelincir ke 49.9 dari level ekspansi 50 dimana angka indeks berada di bulan sebelumnya.

Limpahan Surplus Minyak Masih Mencemaskan

Positifnya data dari salah satu negeri konsumen minyak terbesar dunia tersebut sedikit meredakan kerisauan di sisidemand minyak, tetapi belum mampu mengentaskan kecemasan akan limpahan surplus.
Sebagaimana dikutip Reuters, analis dari ANZ Bank mengatakan, "Harga minyak naik hari ini, tetapi nampak rapuh karena kekhawatiran tentang oversupply."
Senada dengan itu, pakar dari bank investasi kawakan Barclays mengungkapkan, "Pertumbuhan demand masih lesu dan belum menunjukkan perkembangan signifikan dalam mengurangi kelebihan persediaan minyak (inventori)... Dengan gambaran makroekonomi yang memburuk dan Arab Saudi yang kemungkinan takkan menunjukkan pengendalian diri (dalam menggenjot produksi)..."
Arab Saudi dilaporkan telah memangkas harga minyak light crude-nya untuk pengiriman September bagi wilayah Asia sebanyak $1.30 per barel. Sementara itu, produksi OPEC diproyeksikan mencapai level tertinggi sepanjang masa pada bulan Juli, naik dari 33.31 juta bph menjadi 33.41 juta bph, karena tingginya ekspor Irak.
Tak mau kalah, para produsen minyak di Amerika Serikat pekan lalu kembali membuka sumur-sumur pengeborannya. Pada hari Jumat, Baker Hughes melaporkan bahwa jumlah oil rigs meningkat lagi dari 371 jadi 374. Ini merupakan kenaikan jumlah rig count untuk pekan kelima berturut-turut.