Rabu, 04 Desember 2013

Optimis, Indonesia masih naik ditengah turunnya ekonomi global

Optimis, Indonesia masih naik ditengah turunnya ekonomi global


Meski Indonesia ditekan habis-habisan dengan aksi jual yang melanda pasar saham global pada pekan-pekan ini, tetap saja penerbangan Jakarta – Singapura yang melayani lebih 40 penerbangan sehari, telah menjelma sebagai rute internasional dengan pertumbuhan yang paling cepat di dunia. Sebanyak 130 ribu kursi terjual dalam penerbangan pulang-pergi selama sepekan sepanjang bulan November dalam rute Jakarta- Singapore. Ini merupakan rute yang paling besar setelah rute Hong Kong – Taiwan dan melampui jalur Dubai – Doha, New York JFK – London Heatrow.



Demikian kutipan dari Financial Times, edisi 18 September 2013 dalam artikel Indonesia Economy takes off with Jakarta Singapore Air Route. Kondisi ini jelas menggambarkan bagaimana aktifitas ekonomi dan bisnis di Indonesia mengalami peningkatan yang pesat. Pebisnis Indonesia dan asing saling mondar-mandir Jakarta-Singapore, notabene salah satu kota bisnis internasional.
Aksi Jual yang membayang Masa depan ekonomi global
Dalam pekan-pekan ini, pasar global mengalami tekanan seiring dengan melambatnya laju pertumbuhan ekonomi Internasional. Amerika Serikat, yang menjadi biang krisis keuangan saat ini masih saja datar pertumbuhan ekonominya dalam 18 bulan terakhir. Akibatnya nilai ekspor negara-negara Asia dengan tujuan AS diwaktu yang sama juga datar-datar saja.
Disisi lain, perekonomian Cina mengalami pertumbuhan disekitar 7.5% – 8%. Data-data ekonomi Cina telah mengisyaratkan perbaikan ekonomi di negeri Tirai Bambu tersebut, salah satu faktor terjadinya perbaikan ekonomi Cina adalah adanya perubahan struktur .
Kawasan Eropa, Zona Euro juga menunjukkan tanda-tanda pemulihan dan mengalami pertumbuhan meski sangat minim, yaitu pada angka 0.1% YoY di triwulan ke-3 2013.
Asia masih mengalami pertumbuhan konsumsi yang lebih baik, pada kisaran 6%, diluar Cina, India dan Indonesia. Konsumsi dalam negeri masih menopang pertumbuhan ekonomi di negara-negara Asia. Tak heran apabila negara-negara Asia, termasuk Cina, India dan Indonesia masih mampu memiliki pertumbuhan konsumsi hingga 8.5%.
Semenjak pertengahan tahun 2013, ketika isu mengenai pengurangan kebijakan program pembelian obligasi AS oleh Bank Sentral, atau dikenal sebagai tapering, bursa saham Indonesia mengalami tekanan dan jatuh. Terjadi aksi jual yang melanda pasar dibanrengi dengan pelepasan rupiah sehingga menekan rupiah hingga ke level tertingi terhadap Dolar AS di 11.875 (27/11), dan IHSG juga terkoreksi hingga ke 3833.56 (28/08)
Melambanya perekonomian global menjadi sentiment negative yang mendorong aksi jual di lantai-lantai bursa Asia, tidak termasuk Jepang. Thailand, Philipina dan Indonesia terpuruk. Jatuhnya nilai rupiah membuat investasi asing ke Indonesia dalam bentuk Rupiah mengalami penurunan. Sepanjang 2013 saja, Rupiah mengalami pelemahan 15%, terburuk di Asia.
Disaat yang sama, melemahnya nilai tukar Rupiah atas Dolar AS membuat deficit neraca perdagangan. Defisit transaksi berjalan mencapai 4.4% dari PDB di triwulan II dan 3.8 di triwulan III. Angka ini merupakan yang terburuk sejak 1996. Faktor utama yang menyebabkan deficit transaksi berjalan adalah sektor minyak dan gas, yang sudah mengalami deficit sejak Triwulan II 2012 silam.
Indonesia 2014
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2014 bisa berada di 6 % didukung konsumsi swasta yang terus meningkat pada tahun politik mendatang. Pada kuartal III – 2013 perekonomian Indonesia melamban, namun akan membaik di tahun yang akan datang. Terdapat beberapa faktor-faktor yang menimbulkan optimistis masih kuatnya pertumbuhan konsumsi swasta di Indonesia. Pertumbuhan konsumsi swasta meningkat ke 5,5 persen pada kuartal III tahun ini dari sebelumnya 5,1 persen. Adapun kontribusi dari pertumbuhan konsumsi swasta terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia terus berada di atas 50 persen. Sementara pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III/2013 berada di 5,6 persen.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga akhir tahun diyakini masih bisa 5,8 persen, meski ada kemungkinan angka perkiraan ini akan menurun. Faktor penghambat pertumbuhan ekonomi ini adalah lambannya laju investasi di Tanah Air setelah nilai mata uang rupiah melemah. Dengan kenaikan suku bunga BI serta ketidakpastian di pasar finansial, kami perkirakan pertumbuhan investasi masih akan melemah memasuki tahun 2014.
Kendati demikian, pertumbuhan konsumsi swasta masih positif dalam beberapa kuartal ke depan memberi optimistis terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun depan. Tingkat keyakinan konsumen tampak membaik pada Oktober. Ini memberi kesan bahwa sentimen di kalangan konsumer bergantung pada sentimen di pasar finansial yang membaik dalam beberapa bulan terakhir.Perlu diingat bahwa konsumsi akan meningkat prapemilu. Tuntutan kenaikan upah buruh juga dapat mempengaruhi meningkatnya pendapatan buruh pada tahun depan. Ini akan menjadi faktor positif untuk terus menunjang tingginya pertumbuhan konsumsi swasta. (FINANCEROLL)

0 komentar:

Posting Komentar