Jumat, 02 Oktober 2015

BI: masih ada persepsi negatif terkait kondisi ekonomi

Mamuju, Sulawesi Barat (ANTARA News) - Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan masih ada persepsi negatif yang dirasakan pelaku pasar terkait kondisi perekonomian nasional sehingga menyebabkan kurs rupiah masih melemah.

"Masih ada sentimen atau persepsi yang kurang positif dan kita perlu menjelaskan secara umum bahwa perekonomian kita tidak jelek," kata Agus seusai meresmikan kantor perwakilan Sulawesi Barat di Mamuju, Kamis.

Agus menjelaskan meskipun ada perlambatan ekonomi, namun kondisi Indonesia masih lebih baik dari negara-negara berkembang lainnya yang perekonomiannya tercatat tumbuh negatif sepanjang tahun ini.

"Indonesia di 2015 tumbuh pada kisaran 4,7 persen-5,1 persen, bandingkan dengan Brasil dan Rusia yang minus, padahal sebelumnya mereka dianggap sebagai negara kuat dan tumbuh baik," katanya.

Namun, ia mengakui ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan gangguan pada kinerja perekonomian dan fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS secara drastis seperti rencana penyesuaian suku bunga The Fed, perlemahan ekonomi Tiongkok dan turunnya harga komoditas dunia.

Gangguan tersebut telah menyebabkan neraca transaksi berjalan masih tercatat defisit hingga 19 miliar dolar AS serta keluarnya modal hingga saat ini dana asing pada saham dan surat utang Indonesia tercatat hanya Rp37 triliun bandingkan dengan kondisi Desember 2014 sebesar Rp170 triliun.

Agus mengharapkan situasi akan membaik setelah ada kepastian tentang kenaikan suku bunga The Fed karena dengan demikian bisa membuat tekanan terhadap nilai tukar rupiah yang telah terjadi sejak awal tahun ini makin berkurang.

Selain itu, kepastian bisa lebih didapat oleh pelaku pasar, apabila defisit anggaran pada APBN 2016 bisa lebih ditekan dari target awal 2,1 persen terhadap PDB, yang artinya pemerintah tidak perlu menambah pembiayaan melalui utang.

"Tentu apabila nanti dalam pembahasan APBN 2016 ternyata defisitnya tidak besar, artinya Indonesia tidak perlu berutang tambahan dan akan membuat tekanan menjadi turun karena Indonesia memprioritaskan ekonominya tumbuh berkesinambungan," jelas Agus.

Hingga saat ini, nilai tukar rupiah masih berada pada kisaran Rp14.600 per dolar AS, atau jauh dari nilai fundamentalnya, yang dominan disebabkan oleh persepsi negatif para pelaku pasar keuangan dalam menyikapi perkembangan ekonomi global.

Upaya pemerintah dan BI untuk menstabilkan kondisi perekonomian nasional melalui penerbitan paket kebijakan belum bermanfaat dalam jangka pendek untuk menstabilkan rupiah, karena paket tersebut fokus pembenahan ekonomi dalam jangka menengah dan panjang.

Editor: B Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2015

0 komentar:

Posting Komentar