Kamis, 08 Oktober 2015

Revisi UU KPK upaya pembubaran KPK

Jakarta (ANTARA News) - Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Nasional Demokrat, Luthfi A.Mutty mengatakan, revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jelas mengandung upaya pembubaran bukan sekedar pelemahan terhadap lembaga anti rasuah itu.


"Indikasi pembubaran KPK itu bisa dilihat dari adanya pasal-pasal yang ada dalam revisi UU KPK, yakni pasal 5, pasal 13, pasal 14, pasal 23, pasal 42 dan pasal 52," kata Luthfi dalam rilis yang diterima ANTARA News, Jakarta, Kamis

Pasal 5 dalam revisi UU KPK menyebutkan adanya pembatasan usia KPK cuma 12 tahun. Pada pasal 13, tertulis KPK hanya boleh menyidik kasus korupsi di atas Rp50 miliar. Jika kurang dari Rp50 miliar, wajib diserahkan ke Polri/Kejagung dalam 14 hari

"Bergembiralah para koruptor yang nilai korupsinya di bawah Rp50 miliar karena bebas dari KPK," kata dia.

Pasal 14, sambungnya, penyadapan yang dilakukan oleh KPK harus atas izin ketua pengadilan negeri dengan bukti awal yang cukup.  “Ini jelas akan menghilangkan taring KPK,” katanya.

Pun pasal 23 terkait pembentukan Dewan Eksekutif dan pasal 39 tentang pembentukan Dewan Kehormatan yang terdiri unsur pemerintah, penegak hukum, masyarakat masing-masing tiga orang. 

“Ini jelas sangat ngawur karena yang menjadi fokus KPK selama ini adalah korupsi oleh penegak hukum dan penyelenggara negara,” sebut dia.

Pada pasal 42 yang memungkinkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) serta pasal 52 yang mengharuskan KPK menyampaikan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Polri dan Kejaksaan Agung 14 hari setelahmulai penyidikan. 

“Ini menunjukkan bahwa KPK bukan lagi lembaga negara yang otonom dengan kewenangan yang khusus. Lebih parah lagi karena KPK menjadi lembaga yang disupervisi oleh Polri dan Kejagung,” kata Luthfi.

Dengan alasan diatas, dirinya berkesimpulan bahwa revisi UU KPK ini sangat bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi. Yang paling menyedihkan adalah revisi UU KPK adalah usul inisiatif DPR RI

“Di tengah-tengah penilaian dan tingkat kepercayaan masyarakat yang  sangat rendah kepada DPR RI, seharusnya DPR RI tidak melakukan langkah-langkah aneh dan konyol dengan mengusul RUU yang bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat,” demikian Luthfi.

KPK, katanya, lahir sebagai lembaga extra ordinary untuk penanganan korupsi yang juga dinilai sebagai kejahatan luar biasa sehingga tidak cukup ditangani oleh lembaga penegak hukum yang sudah ada.
Editor: B Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2015

0 komentar:

Posting Komentar