Rabu, 15 Agustus 2018

PT Equity World Futures : 500 Komoditas Impor Akan Dibatasi


Equity World Futures - Sebanyak 500 jenis komoditas impor dipertimbangkan untuk dibatasi masuk Indonesia. Langkah tersebut dilakukan guna memperbaiki defisit transaksi berjalan yang saat ini berada di kisaran 3% terhadap produk domestik bruto (PDB).

Komoditas impor itu akan dievaluasi bersama-sama antara Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan. Rencana menyetop barang impor tersebut akan diikuti dengan menyiapkan produk substitusi di dalam negeri agar impor bahan baku maupun barang konsumsi bisa ditekan. 

Evaluasi bahan baku impor tersebut merupakan satu dari sejumlah langkah yang disiapkan pemerintah untuk memperbaiki nilai tukar rupiah. Harapannya, upaya tersebut bisa diterapkan sehingga mendorong industri lokal lebih berkembang. “Ini merupakan kelanjutan dari strategi kebijakan penguatan cadangan devisa,”

Dia menambahkan, pemerintah mengambil langkah drastis dan tegas untuk mengendalikan impor komoditas yang masuk dalam barang konsumsi, bahan baku, dan barang modal. Kendati demikian, pemerintah tidak langsung menyetop karena akan dilihat terlebih dahulu permintaannya. 


“Kita akan pantau juga berbagai macam produk belanja online dari luar yang mengindikasikan impor barang konsumsi dalam jumlahnya tinggi,” 

Beberapa poin yang akan diterapkan antara lain memperbesar anggaran belanja modal, mempercepat mandatori biodiesel 20%, menggerek tingkat kandungan dalam negeri (TKDN), terutama untuk BUMN besar, dan mempercepat pembangunan infrastruktur yang mendukung pariwisata. 

Selain itu, pemerintah juga bertekad untuk meningkatkan ekspor serta mengarahkan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk sektor pendukung pariwisata. Dalam beberapa bulan terakhir nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus terdepresiasi. Hal ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor, termasuk kebijakan moneter di negeri Paman Sam.

Faktor lain adalah posisi neraca perdagangan Indonesia pada periode Januari-Juni 2018 masih defisit sebesar USD1,02 miliar. Dalam sepekan terakhir, kondisi rupiah juga terkoreksi cukup dalam karena sentimen krisis keuangan di Turki. Kemarin rupiah diperdagangkan di level Rp14.625 per USD, melemah dibanding sehari sebelumnya Rp14.583 per USD. 

Sentimen global juga berimbas pada pasar saham di mana kemarin indeks harga saham gabungan (IHSG) kembali memasuki zona merah dengan penurunan sebanyak - 91,37 (-1,56%) menjadi 5.769,87. Menurut Sri Mulyani, penguatan cadangan devisa penting untuk menjaga ketahanan menghadapi ketidakpastian ekonomi global.

“Termasuk dampak yang terakhir terjadi di Turki. Kita harus jaga stabilitas rupiah dalam nilai yang wajar, inflasi rendah, defisit transaksi yang aman,”

Hal ini disebabkan ada kekhawatiran meningkatnya kontrol ekonomi oleh Presiden Recep Tayyip Erdogan serta memburuknya hubungan dengan AS. Kendati nilai tukar rupiah terus melemah, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengaku bahwa rupiah masih aman. Menurutnya, gejolak yang terjadi di Turki merupakan kejadian temporer dan secara hubungan ekonomi jauh dari Indonesia.

“Jauhlah. Tingkat integrasi Turki dan Indonesia jauh. Dampaknya second round, dia lebih dekat ke Eropa, bukan dengan kita (Indonesia). Aman lah,” 

“Memangter jadi tekanan dalam mata uang kita sehingga sempat menyen tuh Rp14.600 lebih sedikit,” kata Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan P Roeslani di Jakarta kemarin. Dia juga mengatakan, fluktuasi nilai tukar mata uang dapat memengaruhi pelaku usaha dalam memprediksi neraca keuangan di masa mendatang.

Menurut Rosan, krisis ekonomi yang terjadi di Turki dikhawatirkan berdampak buruk terhadap capaian realisasi investasi di Indonesia pada semester II/2018 menyusul gejolak mata uang di negaranegara berkembang. 

Hal ini diakui oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal(BKPM) ThomasLembong yang menjelaskan bahwa pengaruh krisis di Turki melalui pasar uang dan pasar modal bisa menyebabkan investor menarik kembali investasi mereka di negara berkembang.

Biodiesel 20%

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, pada rapat terbatas kemarin, Presiden Joko Widodo (Jokowi) membahas penguatan devisa bukan lagi bicara konsep, melainkan juga sudah lebih konkret. Poin penting pertama yang dibahas adalah soal kepastian pelaksanaan penugasan biodiesel 20% (B-20). Terkait kebijakan tersebut, kata Darmin, Presiden akan segera menan datangani peraturan presiden terkait biodesel 20%. 

“Mudah-mudahan sore ini (kemarin) atau paling lambat besok (hari ini) bisa diteken sehingga menteri energi dan sumber daya mineral (ESDM) bisa menindaklanjutinya dengan peraturan menteri ESDM mengenai teknis pelaksanaannya. Pelaksanaannya akan efektif per 1 September 2018,” 

Dia menambahkan, pihaknya sudah membuat skenario perhitungan-perhitungan apabila mandatori B-20 diterap kan untuk sektor public service obligation (PSO) maupun non-PSO. Dia memperkirakan akan ada tambahan peng gunaan biodiesel sekitar 4 juta kiloliter (KL) sehingga akan menghemat devisa sekitar USD2,3 miliar. 

“Dari kebijakan ini ada dua yang akan dicapai, pertama, penghematan penggunaan solar. Kedua, kenaikan harga minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO). Sekarang pun kita per kirakan juga akan naik, tapi mungkin belum akan besar,” 

“Jadi selain jalan tol, nanti akses untuk air bersih akan diperbaiki,” 

“Itu tadinya tidak bisa diberikan karena anda tahu pariwisata itu di dalam sektornya terbaginya dalam angkutan, perdagangan, restoran, hotel,” katanya. Sementara itu, Sri Mulyani mengatakan, dari sisi fiskal pihaknya telah melakukan sejumlah upaya dalam mengelola keuangan dengan sangat hatihati. Menurutnya, defisit APBN saat ini yang besarnya 2,12% dari PDB ke depan akan ditekan lagi sehingga tahun depan ditargetkan di bawah 2%.

“Terkait anggaran belanja modal yang harus terus diperbesar, hal ini sudah mulai kelihatan. Dan di sisi moneter, saya lihat pengelolaan oleh BI sangat hati-hati, sangat prudent. Kalau kita lihat juga CAR perbankan kita masih sangat kuat karena ada di posisi 20% lebih sehingga hal ini yang harus kita jaga,” 

Di bagian lain, pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, defisit transaksi berjalan tidak lepas dari strategi pemerintah yang dalam beberapa tahun terakhir menggenjot infrastruktur. “Pemerintah terlalu optimistis infrastruktur akan menopang pertumbuhan, padahal di sisi lain banyak meng gunakan komponen impor,” 

Bhima menilai, strategi yang diambil pemerintah dalam mengatasi defisit transaksi berjalan dan pelemahan nilai tukar rupiah bersifat jangka panjang. “Mungkin dampaknya baru terasa dalam lima tahun lagi, sementara rupiahnya sudah loyo.”























Equity World Futures

0 komentar:

Posting Komentar