This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selasa, 16 Agustus 2016

Harga Minyak Mulai Bergairah Setelah Dolar Melemah

Harga minyak mentah berjangka nampak mulai bergairah setelah akhir pekan lalu Amerika Serikat melaporkan bahwa pertumbuhan ekonominya di kuartal II/2016 mengecewakan. Hari ini (1/8), perbaikan laporan indeks sentimen bisnis China turut menopang harga komoditas emas hitam ini, tetapi kecemasan tentang limpahan surplus masih membayangi.
Di New York Mercantile Exchange (NYMEX), harga minyak WTI berada di kisaran $41.75, sekitar setengah dolar lebih tinggi ketimbang harganya di sesi Asia hari Jumat. Demikian pula harga acuan internasional Brent saat ini sudah merangkak naik kembali ke $43.70 per barel.

Dolar AS Roboh Akibat Lambatnya Pertumbuhan

Ekonomi Amerika Serikat pada kuartal II/2016 tercatat hanya membukukan pertumbuhan sebesar 1.2%, jauh di bawah ekspektasi 2.6% dan hanya naik sedikit dari pencapaian kuartal I sebesar 1.1%. Akibatnya, Dolar AS terhantam. Indeks Dolar AS yang merekam kekuatannya terhadap 6 mata uang lain pun roboh dari 96.739 di hari Kamis menjadi 95.530 saja di hari Jumat. Hingga saat berita ini diangkat, indeks tersebut belum beranjak dari kisaran 95an.
Sebelumnya, analis dari bank investasi kawakan Goldman Sachs mengindikasikan bahwa karena tingginya ketidakpastian terkait keseimbangan supply dan demand di pasar minyak sekarang, maka outlook harga minyak jangka pendek pada akhirnya akan lebih digerakkan oleh Dolar AS, mata uang dengan mana komoditas ini diperdagangkan, dibanding oleh fundamentalnya. Situasi saat ini agaknya memperkuat indikasi tersebut.
Di sisi lain, data-data terkait sentimen bisnis China yang dirilis tadi pagi menunjukkan sinyal beragam. Indeks PMI Manufaktur Caixin bulan Juli melonjak ke 50.6 dari 48.6 di bulan Juni, meskipun indeks PMI Manufaktur versi pemerintah tergelincir ke 49.9 dari level ekspansi 50 dimana angka indeks berada di bulan sebelumnya.

Limpahan Surplus Minyak Masih Mencemaskan

Positifnya data dari salah satu negeri konsumen minyak terbesar dunia tersebut sedikit meredakan kerisauan di sisidemand minyak, tetapi belum mampu mengentaskan kecemasan akan limpahan surplus.
Sebagaimana dikutip Reuters, analis dari ANZ Bank mengatakan, "Harga minyak naik hari ini, tetapi nampak rapuh karena kekhawatiran tentang oversupply."
Senada dengan itu, pakar dari bank investasi kawakan Barclays mengungkapkan, "Pertumbuhan demand masih lesu dan belum menunjukkan perkembangan signifikan dalam mengurangi kelebihan persediaan minyak (inventori)... Dengan gambaran makroekonomi yang memburuk dan Arab Saudi yang kemungkinan takkan menunjukkan pengendalian diri (dalam menggenjot produksi)..."
Arab Saudi dilaporkan telah memangkas harga minyak light crude-nya untuk pengiriman September bagi wilayah Asia sebanyak $1.30 per barel. Sementara itu, produksi OPEC diproyeksikan mencapai level tertinggi sepanjang masa pada bulan Juli, naik dari 33.31 juta bph menjadi 33.41 juta bph, karena tingginya ekspor Irak.
Tak mau kalah, para produsen minyak di Amerika Serikat pekan lalu kembali membuka sumur-sumur pengeborannya. Pada hari Jumat, Baker Hughes melaporkan bahwa jumlah oil rigs meningkat lagi dari 371 jadi 374. Ini merupakan kenaikan jumlah rig count untuk pekan kelima berturut-turut.

Minyak Mentah Terdampar Di Harga Terendah Sejak April

Harga minyak mentah berjangka melorot tajam pada hari Kamis, diseret oleh pekatnya kekhawatiran akan limpahan surplus global serta apreasiasi Dolar AS. Di NYMEX, minyak mentah WTI untuk pengiriman September anjlok nyaris 2 persen dan ditutup pada $41.16 per barel, sedangkan Brent di Intercontinental Exchange (ICE) menutup sesi pada harga $43.24 per barel. Hari Jumat pagi ini (29/7), WTI kembali terpuruk ke $41.10, sementara Brent di kisaran $42.68 per barel.
Harga minyak mentah berjangka AS (WTI) telah ambrol sekitar 22% dari puncak level tingginya bulan Juni lalu di kisaran $53 per barel. Harga acuan internasional Brent pun tak jauh berbeda. Tiga laporan dari industri minyak AS yang dirilis dalam sepekan belakangan menunjukkan indikasi peningkatan persediaan minyakpertambahan jumlah sumur pengeboran, sekaligus melonjaknya produksi.
Ke depan, pelaku pasar akan kembali memantau laporan Baker Hughes tentang jumlah sumur pengeboran minyak (oil drilling rigs) yang bakal dipublikasikan tengah malam nanti. Minggu lalu, laporan pekanan itu menyebutkan terjadinya peningkatan jumlah rigs sebanyak 14 ke total 371. Jika angkanya kembali membubung, maka kekhawatiran pasar yang telah mendorong harga minyak jatuh akan semakin beralasan.

Tetap Rendah, Penggeraknya Dolar

Para pelaku pasar pun mensinyalir harga minyak akan terus terdampar di level rendah. Dalam konferensi pers hari Kamis, pimpinan perusahaan migas ConocoPhillips melaporkan kerugian besar-besaran akibat murahnya harga sembari mengungkapkan, "Kami meyakini dunia (harga) rendah ini dan banyak volatilitas harga akan tetap disini."
Senada dengan itu, analis dari bank investasi kawakan Goldman Sachs menyatakan dalam ulasan yang dikutip kantor berita CNBC, "Perbaikan fundamental minyak tetap rapuh dan terus menampilkan kekuatan penyeimbang:kebakaran (Kanada) menyeimbangkan produksi Iran yang kuat, perlambatan permintaan di India dan China pada semester II tahun 2016 akan menyeimbangkan masalah produksi di Nigeria dan Venezuela".
Lebih lanjut, mereka menyebutkan bahwa ketidakpastian dalam outlook harga minyak jangka pendek pada akhirnya akan digerakkan oleh Dolar AS, mata uang dengan mana komoditas ini diperdagangkan, dibanding oleh fundamentalnya.
Di sisi lain, indeks Dolar AS yang mengukur kekuatan mata uang tersebut terhadap sekelompok mata uang lainnya, meski kemarin sempat tergelincir ke level terendah dalam dua pekan, tetapi masih berada di level tinggi dalam pantauan bulanan. Ketika Dolar terapreasiasi seperti ini, harga-harga komoditas yang diperdagangkan dengan Dolar, seperti minyak mentah, menjadi lebih mahal bagi negara-negara pengguna mata uang lainnya.

Senin, 15 Agustus 2016

Harga Emas Flat,

Harga Emas pada sesi perdagangan Asia hari Kamis ini (04/08) cenderung flat sejalan dengan para investor yang masih berfokus pada rilis hasil rapat kebijakan bank sentral Inggris nanti. Saat berita ini ditulis, XAU/USDdiperdagangkan di kisaran level harga 1,356 dolar AS.

Sementara itu, pada Comex New York Mercantile Exchange, harga emas futures untuk pengiriman bulan Desember berada di level harga 1,364 dolar AS per troy ons, mengalami penurunan tipis sebesar 0.02 persen Sedangkan harga perak futures untuk pengiriman bulan September turun cukup signifikan sebesar 0.71 persen menjadi 20.33 dolar AS per troy ons dan harga tembaga futures untuk pengiriman bulan September menurun sebesar 0.16 persen ke level harga 2.195 dolar AS per pound.
Disamping itu, harga emas pada sesi perdagangan hari Rabu malam kemarin diperdagangkan di antara level harga 1,360 dan 1,373 dolar AS, menurun sebesar 0.62 persen dari sesi sebelumnya. Dengan adanya penurunan tersebut, emas harus menghentikan kenaikan harga beruntun selama enam hari pada seminggu terakhir ini.
Meskipun demikian, sejak awal pembukaan harga di level harga 1,075 dolar AS pada tahun 2016 ini, harga emas sudah meningkat lebih dari 28 persen selama enam bulan dan masih menuju ke level terkuat selama satu dekade.

 

Menunggu Hasil Rapat Kebijakan BoE

Pada hari kamis pagi, bank sentral Inggris secara meluas diperkirakan akan memotong tingkat suku bunganya menjadi 0.25 persen mengingat rilis data ekonomi di Inggris yang mengalami pelemahan dalam seminggu inikarena keputusan keluarnya Inggris dari Uni Eropa.
Ketika pemilih di Inggris memutuskan untuk Brexit pada tanggal 24 Juni lalu, Gubernur BoE, Mark Carney memberikan indikasi kuat bahwa bank sentral Inggris bisa jadi kan menurunkan tingkat suku bunganya dan memberlakukan pelonggaran kebijakan moneter untuk mengangkat kondisi perekonomian Inggris yang cenderung menurun.
Sebelumnya, penurunan tingkat suku bunga oleh BoE sudah dikaitkan dengan depresiasi tajam pada mata uang Poundsterling. Selama enam minggu terakhir ini saja, pair GBP/USD telah anjlok lebih dari 10 persen akibat keputusan Brexit.

 

Investor Amati Data Ketenagakerjaan AS

Setelah rilis hasil rapat kebijakan bank sentral Inggris, para pelaku pasar akan memberi perhatian mereka pada data dari pasar ketenagakerjaan di AS untuk bulan Juli nanti malam dan hari Jumat besok. Sementara itu, hari Rabu kemarin, adapun rilis data ADP Nonfarm Employment Change AS untuk bulan Juli yang menanjak signifikan, diatas perkiraan yakni menjadi 179,000 dari 176,000.
Setelah rilis data-data tersebut, Presiden the Fed Chicago, Charles Evans selanjutnya berkomentar di depan media bahwa satu kali kenaikan tingkat suku bunga AS tahun ini kemungkinan akan diberlakukan apabila tingkat inflasi disana bergerak mendekati target inflasi the Fed di 2.0 persen.
Seperti yang sudah diketahui bahwa logam mulia emas tidak berkaitan langsung dengan kenaikan tingkat suku bunga AS. Oleh karena itu, kondisi tersebut akan membebani emas dan akan membuat harga emas bearish serta harus bersaing ketat dengan aset berimbal balik bunga.

Tertinggi Dalam 28 Bulan

Harga Emas melandai dan cenderung stagnan di sesi perdagangan Asia pada hari Rabu ini (03/08) setelah aksi profit taking ditengah-ditengah adanya pelonggaran kebijakan moneter global yang masih berlanjut. Saat berita ini diturunkan, XAU/USD diperdagangkan di kisaran level harga 1,363 dolar AS.


Sementara itu, pada Comex New York Mercantile Exchange, harga emas futures untuk pengiriman bulan Desember mengalami penurunan tipis sebesar 0.19 persen menjadi 1,370 dolar AS per troy ons.Sedangkan harga perak futures untuk pengiriman bulan September turun sebesar 0.05 persen menjadi 20.69 dolar AS per troy ons dan harga tembaga futures untuk pengiriman bulan September berada di level harga 2.212 dolar AS per pound, naik sebesar 0.14 persen.
Selama sesi perdagangan emas hari Selasa kemarin, logam mulia tersebut membumbung tinggi lebih dari 10 dolar AS ke level tingginya dalam 28 bulan terakhir. Hal ini terjadi akibat dari turunnya dolar AS ke level rendah sejak akhir bulan Juni tahun ini karena inflasi AS masih relatif rendah. Kondisi tersebut menyebabkan munculnya spekulasi bahwa the Fed tidak akan terburu-buru menaikkan tingkat suku bunganya dalam waktu dekat.

 

Rilis Data Inflasi AS

Pada hari Selasa malam lalu, Biro Analisis Ekonomi AS memapaparkan, data Personal Consumption Expenditures(PCE) di AS hanya naik sebesar 0.1 persen, dibawah ekspektasi akan adanya kenaikan sebesar 0.2 persen. Kenaikan tipis itu didorong oleh pengeluaran untuk gas, listrik dan jasa perawatan kesehatan. Selama 12 bulan terakhir ini, Indeks harga PCE telah mengalami peningkatan sebesar 0.9 persen dan indeks ini terpantau stagnan karena tidak berubah dari bulan Mei tahun lalu.
Disamping itu, indeks PCE inti yang tidak termasuk harga makanan dan energi pada bulan Juni, menanjak sebesar 0.1 persen sesuai dengan estimasi konsensus, tetapi dibawah kenaikan bulanan pada bulan Mei sebesar 0.2 persen. Sedangkan secara YoY, indeks PCE inti naik 1.6 persen, tidak berubah dari level pada bulan Mei. Seperti yang sudah dinyatakan dalam hasil rapat FOMC beberapa pekan lalu bahwa tingkat inflasi AS masih relatif lemah karena indeks PCE berada di bawah target inflasi jangka panjang sebesar 2.0 persen.

 

Pidato Presiden The Fed Dallas

Selain hal tersebut, adapun Presiden the Fed Dallas, Rob Kaplan dalam pidatonya terkait dengan kebijakan moneter serta ekonomi global di Beijing menuturkan, bank sentral AS sebaiknya menaikkan tingkat suku bunganya bertahap dan disertai dengan tindakan yang tidak terburu-buru, mengingat tantangan terhadap perekonomian AS masih berlanjut.
Seperti yang sudah diketahui bahwa setiap ada kenaikan tingkat suku bunga AS akan mendorong harga emas menurun (bearish) dan harus berusaha bersaing ketat dengan aset berimbal balik bunga.

Jumat, 12 Agustus 2016

Klaim Pengangguran Mingguan AS Turun, Greenback Berpotensi Menguat

Data Fundamental yang rilis pada sesi New York hari kamis malam(11/8) datang dari Departemen Tenaga Kerja AS dimana melaporkan jumlah warga negeri Paman Sam yang mengajukan tunjangan pengangguran menurun sehingga memberikan sentimen positif bagi Greenback untuk menguat versus berbagai major currency.

Jumlah Unemployment Claims mingguan AS seperti yang dirilis oleh Departemen Tenaga Kerja menunjukan telah terjadi sedikit penurunan klaim pengangguran di angka 266 k. Perhitungan yang berakhir pada tanggal 6 Agustus lalu lebih baik dari periode sebelumnya 267 k dan hasil Klaim pengangguran yang rilis malam ini bertolak belakang dengan prakiraan ekonom dimana sebelumnya memprediksi akan terjadi lonjakan hingga 272 k.
Tidak ada kejutan dari laporan Unemployment Claims tersebut dimana hampir sama dengan periode sebelumnya dan dapat disimpulkan bahwa Jobless Claims AS masih berada didekat level terendah 4 dekade dimana mengindikasikan bahwa trend pasar tenaga kerja AS tetap berada di jalur pemulihan yang berkelanjutan.
Hasil rilis data Unemployment Claims mingguan AS berada di angka 266 k atau sudah menginjak pekan ke- 75 secara beruntun Jobless Claims berada di bawah level 300 k dan itu merupakan periode terpanjang sejak tahun 1970.
Sebagian besar pengusaha AS masih mempertahankan dan menerima lebih banyak tenaga kerja dimana hal tersebut menjadi faktor penyebab Umemployment Claims bertahan di dekat level terendah. Selain itu faktor lainnya seperti pertumbuhan pasar tenaga kerja AS bertahan dalam performa positif dan tingkat pertumbuhan upah pekerja AS bulan Juli lalu mengalami lonjakan 0.3 persen.
Tampaknya belanja konsumen akan menopang perekonomian AS sepanjang tahun 2016 ini apabila pertumbuhan pasar tenaga kerja dan kenaikan upah perkerja bertahan di trend positif. Saat berita ini diturunkan Greenback mencoba menguat versus berbagai major currency, pair EUR/USD berada di level 1.1160, pair GBP/USD berada di level 1.2978, pair USD/JPY berada di level 101.34 dan pair USD/CHF berada di level 0.9730.

Penerima Tunjangan Pengangguran Di AS Masih Stagnan, Euro Kembali Tergelincir

Sinyal terhangat mingguan yang memberi kabar awal situasi perindustrian terkini di AS terpantau tak bergeming dan hanya melandai. Jumlah para pemohon tunjangan pengangguran masih bergerak dalam rentang aman bagi perekonomian dalam negeri di saat-saat ini. Sementara Euro yang telah mendapat momentum lewat rally kemarin, justru tak meneruskan peluang tersebut dan malah terlihat tergelincir.

Tak Bergairah
 
Kondisi adem ayem sepertinya tengah melanda sektor tenaga kerja. Dari beberapa periode di momentum-momentum sebelumnya, hal senada pun telah mulai terlihat. Sejak awal semester kedua sampai dengan sekarang, pertambahan jumlah pemohon tunjangan pengangguran bertahan pada rentang 270 ribuan hingga 250 ribuan. Minggu ini pun para pemohon tunjangan yang mengular di lokasi-lokasi pelayanan hanya bertambah di kisaran 266 ribuan pemohon.
 
Para pemberi kerja disinyalir masih enggan untuk menambah jumlah tenaga kerja. Sinyal  ketenaga kerjaan sebelumnya yaitu NFP pun mengamininya dengan tampil kurang greget. Tak banyak lapangan kerja baru diciptakan di tengah iklim bisnis yang masih tak bergairah ini. Baik dari dalam negeri maupun dari luar, semua memunculkan sentimen yang membuat loyo para pelaku pasar.
 
Perputaran roda perekonomian global yang masih seret, ditambah rumor makin meredupnya sinyal kenaikan suku bunga acuan dalam tahun ini, dan juga perhelatan pesta demokrasi yang direncanakan bakal dilaksanakan di bulan Nopember nanti masih menjadi isu sentral di pasar akhirnya membuat pasar tak terstimulasi untuk agresif. Tak banyak sektor-sektor industri yang berani merencanakan bahkan menganggarkan untuk terus melakukan ekspansi melebihi kinerja yang telah dilakukan selama ini. 
 
Euro Masih Tenang
 
Berkurangnya sentimen-sentimen positif yang muncul dari negeri Paman Sam, seolah tak cukup bagi investor Euro untuk terus mengangkat mata uang pemersatu kawasan Eropa ini. Setelah kemarin hampir menembus ambang batas psikologis 1.1200, hari ini dengan energi itu kembali menyusut. Euro dibuka pada level 1.1170 an, terlihat Euro kembali mencoba menyentuh level 1.1200. Apa daya? Keinginan tersebut segera tereliminasi oleh tekanan jual dari para investor. Kini, saat kabar ini diunggah, Euro masih berjuang di kisaran 1.1160 an.

Kamis, 11 Agustus 2016

Harga Emas Menurun, Investor Menunggu Rilis Data Penting AS

Harga emas di sesi Asia pada hari Selasa ini (02/08) menurun seiring dengan para investor yang menunggu rilis data nonfarm payroll (NFP) AS pada akhir pekan ini untuk mengetahui kepastian terhadap prospek kenaikan suku bunga oleh the Fed tahun 2016. Saat berita ini ditulis, XAU/USD diperdagangkan di kisaran level harga 1,347 dolar AS.


Sementara itu, pada Comex New York Mercantile Exchange, harga emas futures untuk pengiriman bulan Desember turun sebesar 0.35 persen menjadi 1,355 dolar AS per troy ons. Sedangkan harga perak futures untuk pengiriman bulan September ke level harga 20.43 dolar AS per troy ons, mengalami penurunan sebesar 0.37 persen dan harga tembaga futures ke level harga 2.202 dolar AS per pound.
Akan tetapi bank sentral AS hanya menampakkan sedikit sinyal kapan waktu yang tepat untuk menaikkan suku bunga tahun 2016 ini. Kondisi tersebut membuat harga emas di akhir bulan Juli lalu naik signifikan yakni sebesar tiga persen. Sebelum itu, harga emas pada awal Juli meroket tajam ke level tingginya selama dua tahun di level 1,377 dolar AS seiring dengan para investor yang lari ke aset safe haven karena Brexit. Untuk tahun ini, harga emas sudah meningkat hampir 26 persen, didorong oleh kecemasan terhadap pertumbuhan ekonomi globalserta ekspektasi terhapad stimulus moneter.

Rilis Data Ekonomi Penting Di AS

Sedangkan selama sesi perdagangan hari Senin malam, harga emas menurun tipis stelah data construction spending bulan Juni di AS merosot. Rilis data mengecewakan tersebut bisa jadi akan menurunkan estimasi pertumbuhan GDP AS di kuartal II. Pada sesi perdagangan hari Senin kemarin, rilis GDP kuartal II AS menunjukkan kenaikan tipis menjadi 1.2 persen dari sebelumnya hanya sebesar 1.1 persen. Namun, pencapaian tersebut masih jauh dibawah ekspektasi GDP AS untuk meningkat ke 2.6 persen.
Selain itu, adapun laporan data ISM manufaktur di AS yang mengalami penurunan tipis dari sebelumnya di level 53.2 menjadi 52.6 di bulan Juli. Menurut Institute of Supply Management, data ISM manufaktur AS untuk bulan Juli tersebut mengindikasikan bahwa sektor manufaktur di AS kini sedang berusaha untuk bangkit dari keterpurukan yang disebabkan oleh menguatnya dolar AS beberapa waktu lalu.
Adanya rilis data ekonomi AS yang mengecewakan kemungkinan akan mempengaruhi keputusan the Fed nanti. Bahkan para analis menurunkan prediksi untuk kenaikan suku bunga untuk bulan Desember menjadi 33 persen dari sebelumnya yakni di minggu lalu sebesar 53 persen.

Investor Fokus Ke NFP AS

Sementara ini, sebagian investor lebih berfokus pada rilis data yang sudah ditunggu-tunggu yakni data NFP AS. Data tersebut bakal diumumkan pada hari Jumat pekan ini. Diperkirakan NFP AS bulan Juli akan menyusut ke 180,000 dari bulan sebelumnya 287,000. Data ini dinilai penting karena akan digunakan oleh the Fed sebagai materi pertimbangan sebelum memutuskan untuk menaikkan suku bunga.
Seperti yang sudah diketahui, harga emas sangat sensitif terhadap pergerakan tingkat suku bunga AS. Apabaila the Fed menaikkan suku bunganya, harga emas akan terancam untuk memiliki kecenderungan bearish (menurun).

Emas Sideways Tak Terpengaruh Data Manufaktur AS Dan Inggris

Harga emas pada sesi New York hari senin (1/8) terpantau bergerak sideways, setelah naik cukup menyakinkan dengan menoreh rekor tertinggi selama dua pekan pada jumat lalu. Perdagangan logam mulia berwarna kuning tersebut terasa sepi dan tidak banyak terpengaruh dari rentetan data Manufaktur Inggris dan AS sejak sesi Eropa hingga malam ini.

Sepanjang hari Senin di awal bulan Agustus, Emas bergerak bolak balik dalam range sempit antara 1346 hingga 1351. Harga emas bergerak cukup fluktuatif di sesi Asia dimana sempat melemah namun kembali naik sebelum sesi Eropa. Saat memasuki sesi Eropa, harga emas tidak mampu menembus diatas level 1350, padahal data Manufaktur Inggris bulan Juli yang berkontraksi di level 48.2 atau dibawah perolehan pada peiode sebelumnya 49.1.
Kondisi serupa juga terjadi pada malam hari ini dimana Emas cenderung bergerak flat, padahal data Manufaktur ASbulan Juli tumbuh cukup menyakinkan di level 52.6 setelah pada periode bulan sebelumnya sempat menyentuh level 53.2 tertinggi dalam kurun waktu setahun terakhir.
Berdasarkan time frame Daily maka terlihat jelas bahwa perlahan namun pasti harga emas bergerak terus meninggi, namun sayangnya rally Emas seolah tertahan di awal pekan pertama bulan Agustus. Meningkatnya ekuitas dan permintaan pasar terhadap Dollar AS diyakini sebagai faktor penyebab emas enggan untuk kembali menguat.
Harga emas terpantau berada di level 1349.39 USD per troy ounce berusaha menyentuh kembali level high harian 1351.61. Investor kemungkinan besar masih menanti berbagai data ekonomi penting yang dijadwalkan rilis sepanjang pekan ini, seperti Hasil Rapat BoE pada tanggal 4 Agustus mendatang dan Non Farm Payroll di akhir pekan.

Rabu, 10 Agustus 2016

Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Rupiah Melemah

Sejak akhir tahun 2013, nilai tukar Rupiah terus melemah, bahkan hingga mencapai level diatas 12.000 Rupiah per Dollar AS. Berbagai peristiwa telah diungkapkan oleh pemerintah dan analis ekonomi, disebut-sebut sebagai alasan kenapa Rupiah melemah. Realitanya, Rupiah memang salah satu mata uang terlemah di Dunia, yang nilainya mudah ditekan oleh perubahan kondisi ekonomi, baik di luar maupun di dalam negeri. 
Perekonomian Yang Kurang Mapan

Recovery Data Fundamental Akan Perkuat Rupiah

Tampaknya kondisi perekonomian Indonesia akan membaik di tahun 2014 ini seiring dengan membaiknya perekonomian negara-negara di Asia Tenggara. GDP diharapkan tumbuh 5.8%, defisit current account diperkirakan akan menyusut seiring dengan neraca perdagangan yang membaik, dan inflasi diharapkan turun ke level yang aman dengan perkiraan tidak ada kenaikan harga bahan bakar minyak (bbm) sepanjang tahun ini.

                                                       
Sepanjang tahun lalu perekonomian Indonesia kurang menggembirakan. Pasca kenaikan harga bbm tahun lalu akibat pemerintah mengurangi subsidi, inflasi hingga akhir 2013 naik tajam 8.4%, hampir dua kali inflasi akhir tahun 2012 yang 4.3%. Menurut hasil riset Standard Chartered, GDP diperkirakan turun dari 6.2% ke angka 5.6%. Sementara belum semua data fundamental tahun 2013 dirilis, defisit current account diperkirakan akan membengkak dari USD 24.4 milyard ke USD 32.3 milyard.

Nilai tukar IDR (Indonesian Rupiah) melemah, selain disebabkan oleh data fundamental yang memburuk juga dipicu oleh kekhawatiran capital outflow akibat tapering The Fed. Akhir tahun lalu USD/IDR melemah ke level 12,171 dibandingkan dengan akhir tahun 2012 yang berada pada level 9,793.

Namun demikian kondisi fundamental bisa berbeda di tahun ini. Neraca perdagangan sebagai penyumbang terbesar defisit current account diperkirakan akan membaik seiring dengan turunnya volume impor. Tanda-tanda ini sudah tampak pada kwartal keempat tahun 2013 dengan surplus perdagangan sebesar USD 777 juta pada bulan Nopember dibandingkan Oktober yang hanya surplus USD 24 juta (sumber: Biro Pusat Statistik). Secara keseluruhan defisit perdagangan Indonesia pada tahun 2012 sebesar USD 1.7 milyard, dan hingga bulan Nopember tahun 2013 angka defisit telah mencapai USD 5.6 milyard.

Januari tahun 2014 ini diperkirakan akan disahkan undang-undang larangan ekspor produk-produk mineral yang berpotensi menghilangkan pendapatan negara sebesar USD 5 milyard. Namun karena larangan tersebut tidak termasuk batubara yang menyumbang 13% dari total ekspor Indonesia, maka dampaknya terhadap total ekspor masih terbatas. Jika neraca perdagangan membaik, maka  defisit current account diharapkan bisa menyusut. Sebelum tahun 2011 current account secara konsisten selalu surplus.


Batas defisit anggaran di Indonesia adalah 3%, dan ketika bulan Juni 2013 melebihi batas tersebut pemerintah memotong subsidi bbm yang sebenarnya telah diperingatkan oleh para ekonom bahwa hal tersebut akan mengganggu kinerja ekonomi secara keseluruhan. Akibat kenaikan harga bbm hingga 44% tersebut mengakibatkan inflasi tahun 2013 hampir dua kali tahun 2012.

Tahun ini akan ada pemilihan umum, dan diperkirakan tidak ada kenaikan harga bbm. Menurut prediksi Standard Chartered inflasi diperkirakan akan turun hingga level 5% (year over year) hingga akhir tahun 2014 ini, masih dalam batas target bank sentral (Bank Indonesia) yang 3.5% hingga 5.5%. Recovery data fundamental ekonomi akan menguntungkan nilai tukar Rupiah, terutama pada paruh kedua tahun ini.

Menurut Standard Chartered, Rupiah akan masih mengalami tekanan pada awal tahun ini ditengah ketidak pastian hasil pemilu dan tapering The Fed, tetapi diperkirakan akan menguat pada paruh kedua tahun 2014 setelah hasil pemilu diketahui dan tapering The Fed telah berjalan. Standard Chartered memperkirakan nilai tukar IDR/USD akan berada pada sekitar level 11,400 pada akhir tahun 2014 ini.

Selasa, 09 Agustus 2016

Harga Emas Turun Pasca Rilis Data NFP AS

Harga emas di sesi perdagangan New York Jumat (5/8) malam turun tajam setelah laporan data Non Farm Payroll AS lebih baik dari estimasi. Penguatan dollar AS pasca NFP jelas memukul harga emas untuk turun lebih rendah dari harga open pekan ini pada tanggal 1 Agustus silam.

Berdasarkan laporan dari Biro Statistik Tenaga Kerja, Ekonomi AS bulan Juli berhasil menciptakan lapangan kerja sebanyak 255k, jauh diatas prakiraan 180k. Namun secara m-to-m, NFP bulan Juli melambat dibandingkan bulan Juni yang sempat menyentuh angka 292k.
Sebelumnya selama 4 hari beruntun, harga logam mulia emas berada di jalur penguatan dimana pada pembukaan pekan emas berada di level 1349, terus meninggi hingga mencapai puncak di level 1367 pada hari selasa. Setelah itu emas bergerak mendatar serambi menunggu rilis data NFP, apiknya data ADP hari Rabu lalu pun tidak banyak mempengaruhi harga emas dimana hanya turun 0.66 persen ke level 1354.
Sementara itu kemarin, emas sempat meninggi menyentuh harga tertinggi di level 1364 setelah Bank Sentral Inggris memangkas suku bunga menjadi 0.25 persen dan menambah program QE menjadi 435 Milyar Poundsterling. Namun pasca keputusan BoE tersebut, emas belum mampu menyundul level tertinggi pekan ini 1367 lantaran pelaku pasar masih menanti rilis data NFP.
Positifnya data Non Farm Payroll AS malam ini sekaligus memupuskan harapan emas untuk mencatatkan kenaikan mingguan untuk kedua kalinya, malahan emas terperosok dibawah harga open weekly 1349 dan menuju pelemahan terbesar dalam periode satu pekan. Saat ini emas diperdagangkan di level 1338 USD per troy ounce atau telah melemah sebanyak 1.7 persen selama sesi New York malam ini.

Harga Emas Menurun Tipis Setelah Rilis PMI Tiongkok

Harga emas di sesi Asia pada hari Senin ini (01/08) turun tipis namun cenderung flat seiring dengan data manufaktur China yang bervariasi. Selain itu, harga emas relatif stagnan disebabkan oleh adanya pernyataan salah satu anggota FOMC, William Dudley yang menuturkan bahwa pandangan pasar pada tingkat suku bunga AS terlalu pesimistis. Saat berita ini diturunkan, XAU/USD diperdagangkan di kisaran level harga 1,348 dolar As.


Sementara itu, pada Comex New York Mercantile Exchange, harga emas futures untuk pengiriman bulan Desember turun sebesar 0.06 persen menjadi 1,356 dolar AS per troy ons. Sedangkan harga perak futures
untuk pengiriman bulan September diperdagangkan di kisaran level harga 20.59 dolar AS per troy ons, mengalami kenaikan sangat signifikan yakni sebesar 1.19 persen dan harga tembaga futures untuk pengiriman bulan September berada di level harga 2.223 dolar AS per pound, naik tipis sebesar 0.07 persen.

 

Rilis Data PMI Manufaktur Tiongkok

Data PMI manufaktur Caixin di Tiongkok untuk bulan Juli naik dan berada di level 50.6, diatas perkiraan analis sebelumnya di 48.7 dan data PMI bulan lalu yakni 48.6. Disamping itu, beberapa waktu lalu adapun rilis PMI manufaktur China yang dihimpun dari China Federation of Logistics & Purchasing (CFLP) dan China Logistics Information Centre (CLIC) bersumber dari data Biro Nasional Statistik di negara China & Fung Research Centre. Data ini menunjukkan bahwa PMI manufaktur menurun tipis ke level 49.9 dari sebelumnya 50.0.

 

Data GDP AS Naikkan Harga Emas

Pada sesi perdagangan hari Jumat pekan lalu, harga emas mengalami reli tajam, mengakhiri sesi tersebut ke level tingginya selama tiga minggu setelah pertumbuhan data ekonomi AS di kuartal kedua menunjukkan adanya penurunan tipis dan berada dibawah ekspektasi, membuat pelaku pasar untuk menurunkan perkiraannya terhadap kenaikan suku bunga AS dari the Fed. Pasalnya, data GDP AS pada kuartal II hanya meningkat menjadi 1.2 persen daripada GDP kuartal I lalu serta dibawah ekspektasi adanya kenaikan menjadi 2.6 persen.
Mengecewakannya data GDP AS tersebut mengecilkan kemungkinan kenaikan tingkat suku bunga oleh The Fed dalam waktu dekat ini setelah pada hari Rabu minggu lalu, hasil rapat FOMC memutuskan untuk tidak mengubah tingkat suku bunganya. Meskipun tidak mengubah tingkat suku bunganya, dalam pengumuman keputusannya tersebut, FOMC juga menuturkan risiko jangka pendek dalam outlook ekonomi AS telah berkurang.
Seperti yang sudah diketahui, harga emas sangat sensitif dengan pergerakan tingkat suku bunga AS. Adanya keputusan the Fed untuk menaikkan suku bunga AS akan menyebabkan suatu ancaman pada harga emas dan membuat kenaikan harga emas akan lebih sulit.

 

Investor Nantikan Data Penting AS dan Keputusan BoE

Sementara itu, untuk sepekan mendatang, sebagian besar pelaku pasar akan berfokus pada data NFP AS dan data ISM di sektor aktivitas manufaktur dan jasa. Selain hal itu, investor juga akan menantikan pengumuman tingkat suku bunga Inggris dan pernyataan dari bank sentral Inggris (BoE) pada hari Kamis nanti dan diprediksi BoE akan memberikan stimulus moneternya untuk menghindarkan dampak ekonomi yang bersifat negatif dari Brexit.

Senin, 08 Agustus 2016

Harga Emas Turun Pasca Pudarnya Risiko Politik Di Turki

Harga emas di perdagangan sesi Asia pada hari Senin (18/07) mengalami penurunan seiring dengan pudarnya kecemasan terhadap risiko politik di Turki karena gagalnya usaha untuk merebut kekuasaan di negara tersebut. Selain itu, dampak yang ada terhadap perekonomian global karena peristiwa itu tidak terlalu signifikan. Pada saat berita ini ditulis, XAU/USD diperdagangkan di kisaran level harga 1,329 dolar AS.


Sementara itu, harga emas futures untuk pengiriman bulan Agustus naik tipis sebesar 0.23 persen ke level harga 1,330 dolar AS per troy ons. Sedangkan harga perak futures untuk pengiriman bulan September mengalami penurunan hingga 0.64 persen menjadi 20.04 dolar AS per troy ons dan harga tembaga futures untuk pengiriman bulan September juga turun signifikan yakni sebesar 0.72 persen ke level kisaran harga 2.217 dolar AS per pound.
Harga logam mulia emas tersebut sempat mengalami kenaikan tipis setelah adanya kabar kudeta di negara Turki, tapi upaya kudeta tersebut harus gagal karena Presiden Recep Tayyip Erdogan bergegas kembali ke kota Istanbul dari liburannya di Mediterania. Setelah itu, ia mendesak masyarakat Turki agar langsung turun ke jalan untuk mendukung pemerintah melawan kudeta yang terjadi.


Ekonomi AS Membaik, Nantikan Keputusan The Fed

Sebelumnya yaitu selama sesi perdagangan emas pada hari Jumat pekan lalu, harga emas mulai menunjukkan penurunan setelah adanya rilis data ekonomi di AS yang mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi disana sedikit membaik pada kuartal kedua tahun 2016 ini. Harga emas menuju ke level harga terendahnya setelah data retail sales di AS untuk bulan Juni meningkat lebih dari ekspektasi para analis.
Kondisi tersebut didorong oleh naiknya pembelian kendaraan bermotor dan sejumlah barang-barang. Hal ini menaikkan pandangan bahwa kondisi perekonomian di AS akan terus menanjak di kuartal kedua. Disamping itu, adapun rilis data lain seperti produksi industri AS bulan Juni. Data tersebut juga naik sangat signifikan menuju ke level tingginya selama 11 bulan karena didorong oleh lonjakan perakitan kendaraan bermotor.
Data-data perekonomian AS yang cebderung bullish tersebut bisa jadi akan membuat the Fed akan segera menaikkan tingkat suku bunga tahun ini, tapi keputusan terkait tingkat suku bunga oleh the Fed lebih tergantung pada penilaian pembuat kebijakan terhadap dampak pada perekonomian AS dari keluarnya negara Inggris dari Uni Eropa.
Sementara ini terdapat tiga pembuat kebijakan the Fed yang menyatakan bahwa tidak ada alasan tepat bagi the Fed untuk terburu-buru menaikkan suku bunga pasca keputusan Inggris untuk keluar dari keanggotaannya di Uni Eropa, mengabaikan fakta adanya perbaikan dalam perekonomian AS.
Seperti yang sudah diketahui, logam mulia emas sensitif dengan adanya pergerakan tingkat suku bunga di AS. Adanya kenaikan suku bunga oleh The Fed akan membuat harga emas cenderung bearish (menurun).

Emas Catat Penurunan Mingguan Pertama Setelah Bullish Selama 7 Pekan

Harga emas di sesi Asia hari Jumat (15/07) melandai dan melanjutkan penurunan harga di sesi semalam setelah apiknya data GDP dan produksi industri di China. Saat berita ini diturunkan, pair XAU/USD diperdagangkan di kisaran level harga 1,329 dolar AS.


Sementara itu, pada Comex New York Mercantile Exchange, harga emas futures untuk pengiriman bulan Agustus menurun sebesar 0.20 persen menjadi 1,329 dolar AS per troy ons. Sedangkan harga perak futures untuk pengiriman bulan September melandai ke level harga 20.26 dolar AS per troy ons dan harga tembaga futures untuk pengiriman bulan September turun tipis sebesar 0.07 persen menjadi 2.241 dolar AS per pound.
Pada sesi perdagangan hari Kamis malam kemarin, harga emas menurun cukup tajam ditengah-tengah investor yang mengabaikan resiko sejalan dengan saham JPMorgan (NYSE:JPM) mengalami reli dan mendorong ekuitas Wall Street meningkat. Harga emas juga turun signifikan akibat sebagian investor mulai meninggalkan aset safe haven dipicu oleh keputusan mengejutkan bank sentral Inggris (BoE) untuk tidak mengubah tingkat suku bunganya.


Membaiknya GDP Dan Produksi Industri China

Adapun hari ini rilis data-data penting dari China yang menyebabkan harga emas melanjutkan penurunannya. Data GDP negara Tiongkok secara YoY pada kuartal II tahun 2016 tetap pada 6.7 persen, diatas perkiraan sebelumnya bahwa GDP China akan menurun ke level 6.6 persen. Sedangkan data produksi industri bulan Juni negara tersebut tampil apik dengan peningkatan menjadi 6.2 persen dari bulan sebelumnya hanya 6.0 persen, data ini juga melebihi ekspektasi para analis bahwa produksi industri China akan melandai tipis ke 5.9 persen.

 

Rilis Data Pasar Ketenagakerjaan AS 

Pada hari Kamis malam kemarin, Departemen Ketenagakerjaan AS melaporkan, Producer Price Index (PPI) untuk Finished Goods naik sebesar 0.5 persen dalam bulan Juni, meningkat tipis dari kenaikan sebesar 0.4 persen pada bulan Mei dan di atas estimasi perkiraan 0.3 persen. Selain itu, indeks data PPI inti AS naik 0.3 persen secara bulanan, menanjak setelah di bulan Mei turun 0.1 persen.
Disamping itu, terpantau setelah rapat FOMC pada akhir bulan Juni lalu, beberapa pejabat the Fed telah memberikan komentar serta pernyataan mereka yang beragam terhadap kapan waktu tepat untuk the Fed dalam memberlakukan kebijakan menaikkan tingkat suku bunga AS.
Seperti yang sudah diketahui bahwa terjadinya kenaikan tingkat suku bunga AS akan memicu harga emas menjadi bearish (cenderung menurun) karena harus bersaing ketat dengan aset berimbal balik bunga.

Jumat, 05 Agustus 2016

Jelang Kebijakan BoE Agustus: Rate Cut Sudah Di Ambang Pintu

Bank Sentral Inggris (BoE) diperkirakan kuat akan memotong suku bunga untuk pertama kalinya sejak Maret 2009 pada hari Kamis (04/Agustus) dalam rapat kebijakan moneternya yang akan berakhir petang nanti.