Rabu, 22 Oktober 2014

Presiden Jokowi harus meregulasi subsidi pupuk untuk atasi penggelapan

Pekanbaru (ANTARA News) - Presiden Jokowi harus segera meregulasi ulang tentang pemberlakuan subsidi pupuk di Indonesia sehubungan dengan maraknya penggelapan pupuk yang terjadi selama ini.


"Pemberlakuan subsidi pupuk sudah tidak lagi efektif dilakukan karena membuka pintu bagi pedagang nakal untuk menggelapkan pupuk subsidi," kata Pembantu Rektor IV Universitas Riau, Ady Prayitno, di Pekanbaru, Selasa.

Ia mengatakan, hingga saat ini penggelapan pupuk masih marak terjadi sehingga banyak petani tidak mendapatkan pupuk subsidi. Ia juga menambahkan jika skema penggelapan pupuk itu sederhana.

"Biasanya pedagang nakal akan menjual pupuk subsidi secara ilegal ke perusahaan dengan harga sedikit lebih murah dibanding harga pupuk non subsidi. Misalnya, pupuk subsidi Rp3.000, lalu dijual ke perusahaan Rp5.500 sedangkan harga non subsidi Rp6.000," jelasnya.

Dengan sistem seperti ini, ia menambahkan, petani kecil akan kesulitan karena pupuk yang seharusnya diperuntukkan untuk mereka tetapi digelapkan. Ia memberikan solusi dengan cara merubah sistem yang selama ini diadopsi.

"Selama pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono, saya pernah mengirim pesan ke beliau untuk merubah sistem, dengan mencabut subsidi pupuk. Tidak perlu ada subsidi pupuk, tetapi dengan catatan pemerintah membeli, misalnya gabah dengan harga yang lebih tinggi," ujarnya.

Ia menjelaskan, membeli gabah dengan harga lebih tinggi, maka petani akan berupaya untuk meningkatkan produktivitas. Tidak hanya padi, tetapi juga dengan komoditas lainnya, seperti kedelai atau cabai.

"Jadi itu seperti subsidi silang, pemerintah memberi subsidi lewat hasil pertaniannya, misalnya Bulog akan membeli dengan harga Rp2.500 lebih tinggi untuk per kilogram gabah, sehingga semakin banyak gabah dihasilkan, maka semakin banyak subsidi yang petani dapatkan," katanya.

Lebih lanjut, ia berharap dengan terpilihnya Jokowi sebagai presiden akan memperbaiki sistem distribusi pupuk sehingga petani Indonesia akan lebih produktif.  (*)

Editor: B Kunto Wibisono

0 komentar:

Posting Komentar