Rabu, 25 November 2015

JK: suku bunga tinggi jadi kelemahan persaingan

Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan suku bunga perbankan yang tinggi menjadi satu dari empat kelemahan Indonesia dalam persaingan bisnis dengan negara lain.

"Kalau kita masih tingkat bunganya lima persen sampai 11 persen, namun di Malaysia lima persen, kita kalah di sini. Apalagi di China," kata JK dalam sambutannya saat Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2015 di Balai Sidang Jakarta pada Selasa petang.

Menurut JK, untuk memperbaiki ekonomi dalam negeri, perbankan juga perlu menurunkan suku bunga untuk kredit usaha rakyat (KUR).

Dengan penurunan suku bunga tersebut maka tingkat pertumbuhan ekonomi masyarakat bisa meningkat.

"Lebih mahal bunga untuk UKM. Saya sebagai pengusaha, saya minta turunkan apapun risikonya," tegas JK.

JK menjelaskan, untuk meningkatkan pertumbuhan investasi di Indonesia, perbankan perlu memberikan tawaran yang menarik bagi pelaku usaha seperti suku bunga yang rendah.

"Tidak mungkin terjadi dua-duanya, bunga tinggi dan investasi tinggi," kata Wapres.

Selain itu, kelemahan kedua Indonesia dalam persaingan ekonomi dengan negara lain adalah fasilitas infrastruktur dan sektor logistik.

Pemerintah, jelas Wapres, saat ini sedang dalam proses membangun sejumlah infrastruktur di pusat dan daerah untuk mendongkrak ekonomi sekaligus menambah lapangan pekerjaan.

Kelemahan ketiga Indonesia menurut JK adalah proses birokrasi untuk usaha yang masih berbelit dan mahal.

"Karena itu, dari beberapa kebijakan itu, ada tiga kebijakan untuk mempercepat birokrasi ini," jelas Wapres.

Selanjutnya adalah persaingan di bidang perbankan dengan negara lain, karena Indonesia masih memberikan suku bunga yang tinggi untuk pembiayaan pembangunan dan usaha.

"Marilah kita selesaikan efisiensi di sektor keuangan. Kita tidak mungkin membangun apabila bunga tinggi maka pasti investasi rendah," kata JK.

Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan BI memproyeksikan perbaikan perekonomian domestik pada 2016 mencapai 5,2 hingga 5,6 persen.

Agus mengatakan hal itu didukung oleh permintaan domestik dari sisi investasi mengingat sisi perekonomian global yang belum stabil signifikan.

Gubernur BI juga memperkirakan pertumbuhan kredit dan pembiayaan perbankan pada 2016 pada kisaran 12-14 persen yang ditopang oleh dana pihak ketiga sebesar 13-15 persen.

Agus mengatakan salah satu kekuatan domestik yang dapat membuat kondisi ekonomi Indonesia tetap optimis di masa depan adalah sejumlah langkah yang dilakukan pemerintah pada 2015 dalam mengatasi hambatan struktural yang menjadi modal dasar perekonomian nasional agar lebih berdaya saing.

Editor: B Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2015

0 komentar:

Posting Komentar