Jasa ojek modern, Go-Jek bakal mulai beroperasi bulan ini di Kota Tepian. Menawarkan penghasilan lumayan, 80 persen untuk si driver, pekerjaan itu menjadi pilihan berbagai kalangan. Termasuk eks karyawan perusahaan tambang batu bara yang dulunya berpenghasilan tinggi.
RIZKI HADID, Samarinda
BAGAI petir menyambar di siang bolong. Bola mata Putu yang bersembunyi di balik kacamata masih menatap lekat ke monitor di ruang rapat. Nama lengkapnya, I Putu Dharma Sastrawan, menyembul di antara puluhan karyawan yang dirumahkan.
Badai PHK benar-benar datang. Saat dia belum menyiapkan sekadar payung untuk menahan hujan. “Harga batu bara anjlok. Perusahaan tak kuat membiayai operasional dan gaji,” ucap alumnus Universitas Teknologi Jogjakarta itu.
Pada awal 2014, dia sempat mengendus kabar pemutusan hubungan kerja (PHK) tersebut. Namun, dia santai lantaran merasa di posisi aman. Putu menjabat supervisor accountingdengan gaji Rp 8 juta lebih, sejak Januari 2010. “Saya satu-satunya accounting di perusahaan itu. Saya pikir aman,” jelas dia.
Perusahaan masih bisa bertahan pada awal 2014, sembari menanti kabar baik harga batu bara. Namun, hari ke hari harga emas hitam semakin merosot. Terpaksa, karyawan dirumahkan perlahan-lahan.
Bahkan, karyawan dengan jabatan superintendent dengan gaji sekitar Rp 15 juta juga mesti angkat kaki. “Semua karyawan sudah habis. Saya dengar kabar, sekarang sisa manajer danoffice boy,” tutur dia.
Putu memulai mengais rezeki di perusahaan dengan konsesi di Separi, Kutai Kartanegara, itu sejak Januari 2010. Di-PHK, kata dia, ada senang dan sedihnya. Senangnya, dapat pesangon senilai mobil Avanza. Tidak senangnya, dia bingung mau kerja di mana lagi.
Apalagi usianya sudah kepala tiga. Ditambah lagi dia harus menafkahi istri dan seorang anak berusia empat bulan. Untuk bertahan hidup sementara, dia mengandalkan pesangon itu.
Dia sempat ikut pelatihan pajak di Jogjakarta selama tiga bulan. Tujuannya, menambahskill yang bisa dijual ketika melamar kerja.
“Setelah itu, saya banyak sebar lamaran. Banyak panggilan tapi tak ada kelanjutan. Mungkin takut saya minta gaji besar karena pernah kerja di tambang. Padahal, perusahaan tak pernah tanya saya minta gaji berapa,” imbuh dia.
Secercah harapan mulai datang saat dia mendapat informasi soal Go-Jek masuk ke Samarinda. Dia langsung mendaftar. “Tak ada salahnya saya mencoba. Mungkin di situ rezeki saya. Daripada tak jelas menunggu lamaran,” urai dia.
Pernah bekerja di perusahaan dengan gaji tinggi tak membuatnya gengsi untuk jadi tukang ojek. Kata dia, yang penting halal. Putu yakin, respons masyarakat bagus terhadap kehadiran Go-Jek di Kota Tepian.
“Go-Jek jemput di depan rumah, konsumen tak mesti keluar jalan kaki kalau rumahnya di dalam gang,” jelasnya.
Dia menjelaskan, penghasilan Go-Jek berdasarkan seberapa keras si driver bekerja. Jam kerja bebas, tak ada wilayah kerja. Bisa istirahat kapan pun. Dari jarak 1–6 kilometer, tarif Go-jek Rp 15 ribu. Lewat dari jarak tersebut biaya bertambah Rp 2.500. “Saya dapat 80 persen dari duit tersebut,” ulas dia.
Putu telah resmi terdaftar di Go-Jek Samarinda. Dia bahkan tak sungkan mengajak kawannya yang berprofesi PNS untuk ikut bergabung. Hitung-hitung menambah penghasilan.
“Rekan sekantor saya banyak yang pulang kampung ke Jawa buka usaha,” kata lelaki yang lahir dan besar di Samarinda itu.
Kehadiran Go-Jek di Samarinda diprediksi menuai pro dan kontra. Namun, kata dia, yang penting tidak terpancing emosi dan tidak merebut penumpang tukang ojek lain.
Dia menuturkan, Go-Jek sudah presentasi ke gubernur Kaltim dan, kata dia, direspons baik oleh gubernur. “Rencananya 26 Mei ini launching Go-Jek,” pungkasnya. (*/kri/k8)
0 komentar:
Posting Komentar