Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan
antarbank di Jakarta pada Kamis sore melemah 103 poin menjadi Rp13.490
dibandingkan posisi sebelumnya pada Rp13.387 per dolar AS.
Ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta di Jakarta, mengatakan bahwa dolar AS menguat menyusul peluang kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS (Fed fund rate) pada Juni kembali terbuka setelah risalah pertemuan Komite Pasar Bebas Federal (FOMC) pada April lalu menunjukkan keinginan pengetatan moneter.
"Dolar AS langsung menguat tajam merespon berita itu bersamaan dengan kenaikan imbal hasil US Treasury," katanya.
Ia menambahkan bahwa penguatan dolar AS juga turut menekan harga minyak mentah dunia, akibatnya berdampak pada komoditas lainnya sehingga mempengaruhi mata uang penghasil komoditas.
Terpantau, harga minyak mentah dunia jenis WTI pada Kamis (19/5) sore berada di posisi 47,23 dolar AS per barel, melemah 1,99 persen dan Brent di level 47,83 dolar AS per barel, turun 2,25 persen.
"Kondisi itu membuat ruang pelemahan rupiah cukup terbuka menyusul penurunan harga minyak minyak," katanya.
Di sisi lain, lanjut dia, pelaku pasar juga wait and see terhadap kebijakan Bank Indonesia mengenai tingkat suku bunga acuan (BI rate). Dengan inflasi rendah, perlambatan PDB serta menipisnya defisit transaksi berjalan di kuartal I 2016 bisa menjadi faktor tambahan alasan pemangkasan BI rate.
Analis Monex Investindo Futures Putu Agus menambahkan bahwa penguatan dolar AS kemungkinan bertahan dalam beberapa hari ke depan seiring dengan proyeksi data-data ekonomi AS cenderung membaik.
Ia mengemukakan bahwa indeks aktivitas manufaktur Amerika Serikat wilayah Philadelphia diperkirakan naik menjadi 3,5 di bulan April, dari sebelumnya minus 1,6. Klaim penganguran AS diperkirakan 275.000 atau lebih baik dari pekan sebelumnya 294.000.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Kamis (19/5) mencatat nilai tukar rupiah bergerak melemah menjadi Rp13.467 dibandingkan level Kamis (18/5) di posisi Rp13.319 per dolar AS.
Ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta di Jakarta, mengatakan bahwa dolar AS menguat menyusul peluang kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS (Fed fund rate) pada Juni kembali terbuka setelah risalah pertemuan Komite Pasar Bebas Federal (FOMC) pada April lalu menunjukkan keinginan pengetatan moneter.
"Dolar AS langsung menguat tajam merespon berita itu bersamaan dengan kenaikan imbal hasil US Treasury," katanya.
Ia menambahkan bahwa penguatan dolar AS juga turut menekan harga minyak mentah dunia, akibatnya berdampak pada komoditas lainnya sehingga mempengaruhi mata uang penghasil komoditas.
Terpantau, harga minyak mentah dunia jenis WTI pada Kamis (19/5) sore berada di posisi 47,23 dolar AS per barel, melemah 1,99 persen dan Brent di level 47,83 dolar AS per barel, turun 2,25 persen.
"Kondisi itu membuat ruang pelemahan rupiah cukup terbuka menyusul penurunan harga minyak minyak," katanya.
Di sisi lain, lanjut dia, pelaku pasar juga wait and see terhadap kebijakan Bank Indonesia mengenai tingkat suku bunga acuan (BI rate). Dengan inflasi rendah, perlambatan PDB serta menipisnya defisit transaksi berjalan di kuartal I 2016 bisa menjadi faktor tambahan alasan pemangkasan BI rate.
Analis Monex Investindo Futures Putu Agus menambahkan bahwa penguatan dolar AS kemungkinan bertahan dalam beberapa hari ke depan seiring dengan proyeksi data-data ekonomi AS cenderung membaik.
Ia mengemukakan bahwa indeks aktivitas manufaktur Amerika Serikat wilayah Philadelphia diperkirakan naik menjadi 3,5 di bulan April, dari sebelumnya minus 1,6. Klaim penganguran AS diperkirakan 275.000 atau lebih baik dari pekan sebelumnya 294.000.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Kamis (19/5) mencatat nilai tukar rupiah bergerak melemah menjadi Rp13.467 dibandingkan level Kamis (18/5) di posisi Rp13.319 per dolar AS.
Editor: Fitri Supratiwi
COPYRIGHT © ANTARA 2016
0 komentar:
Posting Komentar