Senin, 27 Juni 2016

Rentetan Masalah Berikut Ini Akan Terjadi Setelah Brexit

Setelah melampaui detik-detik mendebarkan, suara rakyat Inggris akhirnya menentukan bahwa negeri itu akan hengkang dari Uni Eropa.  Meski awalnya kubu "Remain" memimpin, tetapi pihak "Leave" akhirnya lolos sebagai juara. Di pasar forex, dampaknya sudah langsung terlihat dengan Poundsterling hancur ke level terendah dalam lebih dari tiga dekade, tak kalah parahnya dari momen Black Wednesday 1992 maupun kebangkrutan Lehman Brothers pada tahun 2008. Pasar finansial pun bersimbah darah. Bukan hanya valas yang hancur lebur, pasar saham dan komoditas pun secepat kilat kehilangan poin.

Kini, setelah jelas Inggris memilih Brexit, apa yang akan terjadi selanjutnya?
Setelah Brexit

1. Pergantian Perdana Menteri

PM David Cameron sebelumnya pernah mengatakan bahwa jika Inggris angkat kaki dari Uni Eropa, maka ia akan mengundurkan diri. Meski ia sendiri yang menggelar referendum karena janji-janji pemilu-nya yang lalu, tetapi Cameron pada dasarnya menolak untuk menanggung tanggung jawab renegosiasi dengan Uni Eropa.
Hari ini, saat berpidato di depan rumah dinas PM di Downing Street Nomor 10 pasca pengumuman hasil referendum, Cameron menyatakan pengunduran dirinya. Ia akan laporkan keluarnya Inggris dari UE pada rapat UE pekan depan, tetapi takkan membawahi renegosiasi perjanjian baru dengan UE.
Menurut Cameron, dalam tiga bulan mendatang, PM baru diharapkan akan dilantik. Kuat spekulasi di media kalau mantan walikota Inggris, Boris Johnson yang berasal dari partai sama dengan Cameron tetapi mendukung "Leave", digadang-gadang sebagai kandidat Perdana Menteri berikutnya. Namun, bisa juga Inggris memilih untuk menggelar snap election untuk memperbarui isi parlemen bersamaan dengan pergantian perdana menteri, karena lebih dari 70 persen anggota parlemen saat ini bukan pendukung Brexit.
David Cameron dan Boris Johnson

2. Beredar Spekulasi Referendum Frexit, Nexit, Dan Lain-Lain

Sebelumnya telah disebutkan bahwa jika referendum menghasilkan Inggris keluar dari Uni Eropa, maka itu bisa memicu negara-negara lain untuk ikut menggelar referendum serupa. Di Perancis, misalnya, hasil polling telah menunjukkan bahwa hanya 38% yang puas pada Uni Eropa. Dalam polling yang sama saat itu, tingkat kepuasan responden Inggris lebih tinggi 6 poin dibanding Perancis. Bukan tidak mungkin tak lama lagi kita akan mendengar rumor referendum Frexit (France Exit).
Sentimen anti Uni Eropa juga kuat di beberapa negara lain, termasuk Belanda yang sebenarnya merupakan salah satu anggota pendiri UE. Segera setelah hasil referendum Brexit diumumkan, politisi Geert Wilders menyatakan bahwa ia akan menggelar referendum serupa jika dirinya terpilih sebagai Perdana Menteri Belanda. Polling yang digelar oleh stasiun televisi Een Vandaag pekan ini menunjukkan bahwa 54% responden menginginkan referendumNexit (Netherland Exit).
Baik Perancis maupun Belanda akan menggelar pemilu tahun depan: Belanda pemilu parlemen, Perancis pemilu presiden. Brexit memberikan momentum untuk perubahan iklim politik dimana referendum Frexit dan Nexit bakal digelar setelahnya. Dalam skala yang lebih kecil, risiko peningkatan sentimen Eurosceptic serupa pun makin berkembang di Italia dan Swedia.

3. BoE Dan ECB Akan Aplikasikan Rencana Kontijensi, Bisa Pangkas Suku Bunga

Salah satu bidang yang diproyeksikan paling terpukul akibat keluarnya Inggris dari Uni Eropa adalah sektor perbankan yang selama ini mengandalkan kemudahan transfer payment dan kesamaan peraturan keuangan antara kedua wilayah dalam operasional mereka. Karenanya, untuk mencegah terjadinya dampak negatif signifikan dari pelarian dana besar-besaran, maka BoE dan ECB diharapkan menerapkan rencana kontijensiguna membendung pelemahan nilai tukar mata uang mereka dan menginjeksi likuiditas ke dalam sistem perbankan.
Meskipun demikian, perlambatan ekonomi diproyeksikan tak terelakkan. Estimasi resmi dari Bank of England memperkirakan perlambatan pertumbuhan ke 0.4% di kuartal pertama, tetapi Gubernur BoE Mark Carney secara pribadi menyatakan bahwa situasi ini bisa menghantarkan Inggris ke dalam resesi. Pada pertemuan BoE bulan depan, para pemegang kebijakan akan memperbincangkan berbagai cara untuk menanggulangi masalah ini, dimana pelonggaran moneter seperti pemangkasan suku bunga dimungkinkan terjadi, sebagaimana diindikasikan dalam pidato Carney pasca pengumuman hasil referendum Brexit.

4. Inggris Harus Renegosiasi Hubungan Dengan Uni Eropa

Para pemimpin UE dijadwalkan berkumpul di Brussel pada tanggal 28-29 Juni mendatang, khusus guna membahas hasil referendum Brexit ini. Dalam kesempatan tersebut, PM Cameron akan mengajukan permohonan Inggris untuk keluar dari Uni Eropa secara resmi menggunakan Pasal 50 Pakta Lisbon (Pakta Uni Eropa).
Setelah itu, akan dimulai periode dua tahun dimana Inggris dibawah PM baru harus menegosiasikan perjanjian-perjanjian baru di bidang perdagangan, hukum, imigrasi, dan lain sebagainya. Alternatif lain dari proses yang panjang tersebut ada, yaitu Inggris bisa saja memaksa Uni Eropa untuk terus berhubungan seperti biasa, tetapi itu hanya bisa dilakukan jika negara-negara lain di kesatuan sosial-politik tersebut setuju.
Dalam 2 tahun renegosiasi tersebut, Inggris masih harus menerapkan semua aturan yang ditetapkan Uni Eropa seperti biasa, tetapi perwakilan Inggris di Dewan Uni Eropa tidak diijinkan berpartisipasi dalam pembuatan keputusan-keputusan Uni Eropa terkait Brexit.
Setelah 2 tahun berlalu, jika ada persetujuan baru yang tercapai, maka peraturan tersebut akan segera berlaku. Tetapi jika tidak, maka Inggris tetap bakal kehilangan semua hak dan tanggung jawabnya sebagai anggota Uni Eropa, sedangkan perdagangan dengan negara-negara UE bakal jadi lebih mahal.

5. Skotlandia Akan Minta Referendum Kemerdekaan Babak Dua

Pada September 2014 lalu, Skotlandia pernah menggelar referendum yang menuntut kemerdekaan dari Inggris. Namun, dengan selisih perolehan suara terbilang tipis, yakni total keseluruhan 45% untuk "Yes" dan 55% untuk "No", Skotlandia tetap menjadi bagian dari kesatuan United Kingdom. Kini, setelah referendum Brexit memutuskan Inggris keluar dari Uni Eropa, maka Skotlandia dipastikan akan menuntut referendum kemerdekaan babak dua. Pasalnya, sebagaimana bisa dilihat dalam grafik dibawah, masyarakat Skotlandia sejatinya ingin tetap menjadi bagian dari Uni Eropa.
Tabel Porsi Suara Referendum Brexit
Segera setelah hasil referendum Brexit diumumkan, First Minister Skotlandia, Nicola Sturgeon, menyatakan bahwaSkotlandia telah menegaskan ingin tinggal di Eropa dan jelas bahwa masyarakatnya memandang masa depan mereka merupakan bagian dari UE. Hal ini, menurut beberapa media, mengindikasikan bahwa ia tengah merencanakan referendum kemerdekaan kedua. Apalagi, partai lokal unggulan Skotlandia, SNP, bulan lalu merilis manifesto yang isinya menyebutkan akan menuntut referendum lagi jika ada perubahan "signifikan dan material", seperti tak lagi menjadi anggota UE.

Kesimpulan

Singkat kata, pasar finansial masih akan bergolak.
Seiring dengan banyaknya ketidakpastian, maka pasar kemungkinan belum stabil hingga beberapa hari mendatang, meskipun pergerakan mungkin tak sedrastis hari ini. Biarpun Pounds menunjukkan tanda-tanda akan beranjak setelah penghitungan suara selesai, tetapi sulit untuk mengharapkan reli berkelanjutan secara konsisten. Lebih jauh lagi, seiring dengan merebaknya spekulasi akan berbagai faktor tak menentu seperti poin-poin diatas, maka aset-aset safe haven seperti Emas masih akan dicari hingga bulan-bulan mendatang. Bank sentral penanggung jawab mata uang-mata uang safe haven seperti SNB dan BoJ pun akan terus mendapatkan tekanan untuk melakukan pelonggaran atau intervensi selama nilai mata uangnya tetap tinggi.

0 komentar:

Posting Komentar