Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi mendalami hubungan
antara bos PT Agung Sedayu Grup Sugiyanto Kusuma alias Aguan dengan staf
khusus Gubernur DKI Jakarta Sunny Tanuwidjaja.
"Aguan hari ini diperiksa untuk kedua kalinya sebagai saksi MSN
(Mohamad Sanusi). Aguan oleh penyidik ditanyakan seputar komunikasinya
dengan Sunny dan juga kegiatan-kegiatan yang bersangkutan dengan PT KNI
(Kapuk Naga Indah) dan PT MWS (Muara Wisesa Samudera)," kata Pelaksana
Harian (Plh) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati di gedung KPK Jakarta,
Selasa.
Aguan diperiksa selama enam jam. Aguan dan Sunny juga sudah diperiksa KPK pada 13 April lalu.
"Mengenai apakah akan terkuak yang lain, itu tentu masih didalami
oleh penyidik, karena yang diperiksa juga hanya Aguan saja, yang sedang
didalami oleh penyidik apakah apa yang diketahui oleh Aguan dan
hubungannya dengan perusahaan yang lain," tambah Yuyuk.
Hari ini KPK juga memeriksa Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekda Provinsi DKI Jakarta, Gamal Sinurat.
"Pokoknya kronologi pembahasan pasal-pasal raperda, tapi tambahan
kontribusi yang belum ada sepakat," kata Gamal seusai diperiksa.
Gamal menegaskan bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ingin ada
kontribusi dari pengembang sebesar 15 persen dari besaran pulau.
"Ya kita kan maunya kontribusi tambahan 15 persen masuk ke ranperda
karena subsidi silang untuk daratan Jakarta," tambah Gamal.
Terkait perkara ini, KPK juga akan memanggil Direktur PT Agung Sedayu Group Richard Halim Kusuma yang juga anak Aguan besok.
"Dijadwalkan untuk pemeriksaan (Richard) besok silakan ditunggu saja konfirmasinya," ungkap Yuyuk.
Dalam perkara ini Richard pun sudah dicegah bepergian selama 6 bulan keluar negeri.
Aguan adalah pimpinan PT Agung Sedayu yang merupakan induk dari PT
Kapuk Naga Indah, salah satu dari dua pengembang yang sudah mendapat
izin pelaksanaan Reklamasi Teluk Jakarta. Perusahaan lain adalah PT
Muara Wisesa Samudera yaitu anak perusahaan Agung Podomoro.
PT Kapuk Naga Indah mendapat jatah reklamasi lima pulau (pulau A, B.
C, D, E) dengan luas 1.329 hektar sementara PT Muara Wisesa Samudera
mendapat jatah rekalamasi pulau G dengan luas 161 hektare.
Izin pelaksanaan untuk PT Kapuk Naga Indah diterbitkan pada 2012
pada era Gubernur Fauzi Bowo, sedangkan izin pelaksanaan untuk PT Muara
Wisesa Samudera diterbitkan oleh Gubernur Basuki Tjahaja Purnama pada
Desember 2014.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan Presiden Direktur PT Agung
Podomoro Arieswan Widjaja dan Personal Assistant PT APL Trinanda
Prihantoro sebagai tersangka pemberi suap sebesar Rp2 miliar kepada
Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi terkait
pembahasan Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil Provinnsi DKI Jakarta Tahun 2015-2035 dan Ranperda
Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
KPK menyangkakan Sanusi berdasarkan sangkaan pasal 12 huruf a atau
pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah
diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP mengenai penyelenggara negara yang patut
diduga menerima hadiah dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara
dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Sedangkan kepada Ariesman Widjaja dan Trinanda Prihantoro
disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 b atau pasal 13
UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo
pasal 64 ayat 1 KUHP dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan
lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak
Rp250 juta.
(D017/A013)
Rabu, 20 April 2016
KPK dalami hubungan Aguan dan Sunny
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2016
0 komentar:
Posting Komentar