Padang (ANTARA News) - Lembaga Swadaya Masyarakat bidang lingkungan Greenpeace mengupayakan advokasi hukum setelah permintaannya ditolak pemerintah terkait informasi data penguasaan hutan dalam bentuk peta digital.
Juru Kampanye Hutan Greenpeace Teguh Surya di Jakarta, Kamis, menyampaikan proses hukum itu akan dimulai dari pengadilan tingkat pertama sampai ke tingkat paling tinggi, yakni Mahkamah Agung (MA).
"Kami dan pengacara publik mengumumkan pengajuan perkara hukum, meminta pemerintah menjadikan peta digital terkait siapa yang menguasai hutan Indonesia sebagai data publik," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima di Padang.
Permintaan pembukaan informasi data tersebut, ungkapnya, telah dilakukan sejak 8 September 2015. Namun, pemerintah menolak permintaan untuk membuka peta digital yang dibutuhkan.
Greenpeace meminta informasi yang dinilainya penting itu harus adalah milik publik di bawah Undang-undang (UU) Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
Ia menjelaskan, ketersediaan data penguasa hutan di negara ini bagi publik sangat penting. Dengan demikian, publik bisa mengawasi dan memonitor praktek perusakan hutan.
Sebab, ikerusakan hutan dan lahan, terutama ekosistem gambut, kabut asap dan dampak kerugian lain yang terjadi saat ini merupakan tragedi kemanusiaan.
"Indonesia saat ini sedang mencoba memulihkan diri dari kerusakan dan kehancuran akibat kebakaran dan kabut asap beracun," tuturnya.
Sementara, Pengacara Publik Iskandar Sonhaji, menegaskan pihaknya akan mengawal proses sengketa keterbukaan peta itu sampai ke pengadilan tingkat akhir.
Hal itu dikarenakan jutaan masyarakat di Indonesia telah terkena dampak buruk dari kabut asap selama berbulan-bulan pada tahun ini.
"Sementara, mereka memiliki hak atas informasi penting dalam rangka memastikan tidak akan terulangnya kebakaran yang menghancurkan lingkungan di masa datang," tegasnya.
Editor: B Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2015
0 komentar:
Posting Komentar