Medan (ANTARAB News) - Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban
(LPSK) Abdul Haris Semendawai mengatakan, kejahatan terorganisir menjadi
prioritas lembaga yang dipimpinnya itu.
"Kejahatan terorganisir tersebut, antara lain, pelanggaran HAM
berat, korupsi, tindak pidana pencucian uang dan
narkotika/psikotropika," kata Haris pada seminar "Sinergitas Penanganan Whistleblower dan Justice Collaborator dalam Pengungkapan Tindak Pidana" yang digelar di Medan, Sumatera Utara, Rabu.
Kemudian, menurut dia, tindak pidana seksual terhadap anak, dan
tindak pidana lain yang mengakibatkan posisi saksi atau korban
dihadapkan pada situasi yang sangat membahayakan jiwanya.
"Di Kota Medan ini, ada beberapa kasus serius yang menarik
perhatian nasional dan salah satunya kasus korupsi yang melibat
beberapa pejabat baik di pemerintahan maupun di lingkungan peradilan,"
ujar Haris.
Dia menyebutkan, kasus tersebut bisa dibongkar karena adanya saksi
pelaku (justice collaborator) yang mau memberikan keterangan dan bekerja
sama dengan penegak hukum untuk membongkar kejahatan yang
melibatkannya.
Masih ada kasus penganiayaan dimana saksi yang juga korbannya
mendapatkan perlindungan dari LPSK. Kasus ini terbongkar dan bisa dibawa
ke pengadilan karena saksi korban berani memberikan keterangan di depan
persidangan.
Dia mengatakan, posisi saksi, saksi pelaku, korban dan pelapor,
andilnya sangat besar dalam proses pengungkapan tindak pidana.
Keterangan mereka merupakan salah satu alat bukti sah yang menjadi acuan
hakim dalam menyidangkan perkara pidana.
Tanpa keterangan saksi, kata dia, akan sulit menjerat dan menghukum pelaku.
Karena itu, katanya, perlindungan saksi memiliki urgensi
tersendiri, bukan saja dalam rangka pengungkapan fakta-fakta hukum di
persidangan, tapi juga sekaligus penting untuk menciptakan rasa
keadilan, terungkapnya kebenaran, serta penegakan hukum secara simultan.
Permasalahan kemudian tidak semua orang memiliki keberanian untuk
memberikan keterangan guna membongkar suatu kejahatan, baik sebagai
saksi, korban, saksi pelaku atau pelapor.
Sebagian masyarakat masih belum sepenuhnya percaya dengan proses
peradilan dan takut berubah statusnya, dari yang semula hanya saksi
meningkat menjadi tersangka, baik dalam kasus yang dilaporkannya maupun
kasus lain sebagai akibat dari keterangan yang diberikannya.
"Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) hadir sebagai
perpanjangan negara untuk memastikan terpenuhi hak-hak saksi atau
korban. Bahu-membahu dengan aparat penegak hukum untuk mewujudkan proses
peradilan pidana yang ideal," kata Haris.
Kehadiran LPSK mendapat respon positif dari masyarakat dan aparat
penegak hukum lainnya. Hal itu terlihat dari terus meningkatnya
permohonan yang masuk ke LPSK.
Pada tahun 2015, LPSK menerima 1.590 permohonan layanan, baik
perlindungan maupun bantuan atau naik sekitar 50 persen dari tahun 2014
sebanyak 1.076 permohonan.
Asal pemohon pada tahun 2015 tersebar di 28 provinsi dengan jenis
kasus berbeda. Permohonannya pun beragam, mulai perlindungan fisik,
pemenuhan hak prosedural, rehabilitasi medis, psikologis dan
psikososial.
Kamis, 17 Maret 2016
Ketua LPSK : kejahatan terorganisir menjadi prioritas
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2016
0 komentar:
Posting Komentar