Samarinda (ANTARA News) - Ketua Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan
Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Provinsi Kalimantan Timur Magdalina
meminta media massa bersikap bijaksana dan tidak vulgar dalam
memberitakan kasus pelecehan seksual.
"Dari beberapa kali pengalaman kami mendampingi kasus pelecehan
seksual, justru banyak korban pelecehan yang bebannya menjadi berat
setelah adanya pemberitaan di media massa," ujar Magdalina di Samarinda,
Senin.
Ia menilai berita-berita di media massa terkait kasus pelecehan
seksual terhadap anak, kekerasan dalam rumah tangga, dan kasus
sejenisnya seringkali menyudutkan korban karena media massa tidak
memperhitungkan dampak sosial dan psikologis korban.
Magdalina mengaku risih dengan pemberitaan yang terlalu vulgar baik
dari judul berita, isi berita, maupun gambar, meskipun ia memahami
kebutuhan media seperti itu, tetapi media massa juga diminta memahami
dampak pemberitaan yang disebarkan ke masyarakat luas.
Menurut ia, isi berita maupun foto korban yang pernah ditangani oleh
LBH APIK, kerap menyudutkan korban maupun keluarganya, sehingga korban
justru menanggung beban ganda.
Dicontohkan, untuk korban pelecehan atau kekerasan seksual pada
anak, walaupun foto wajah korban sudah disamarkan, namun masih sering
menuliskan alamat, nama sekolah, bahkan nama orang tua korban.
Akibatnya, kata Magdalina, korban menjadi malu bahkan depresi terhadap lingkungannya, begitupun orang tua korban.
Secara terpisah, Ketua PWI Kaltim Endro S Efendi mengatakan sudah
seharusnya media massa tidak vulgar dalam menuliskan berita yang
berkaitan dengan asusila, apalagi korban pelecehan seksual, sehingga
dipastikan berdampak psikologis bagi korban.
Dalam Kode Etik Jurnalistik pasal 5 juga menyatakan wartawan
Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan
susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku
kejahatan.
"Anak yang sudah menjadi korban pelecehan seksual, jangan sampai
terjadi kedua kalinya mendapat kejahatan seksual, yakni kejahatan
seksual yang sesungguhnya, kemudian kejahatan seksual akibat dari
pemberitaan media massa," katanya.
Untuk itu, ia berencana melakukan sosialisasi kepada semua media
massa di Kaltim dengan melibatkan berbagai pihak terkait, seperti LBH
APIK maupun dengan Badan Pemberdayaan Perembuan dan Perlindungan Anak.
Sementara itu, Sekretaris Ikatan Keluarga Wartawan Indonesia (IKWI)
Kaltim Mardianiwati mengatakan lembaganya sedang bekerja sama dengan
Badan Pemberdayaan Perempuan dan lembaga terkait untuk mengkaji dan
menggelar seminar tentang bahasa di media massa terkait pemberitaan
kasus yang melibatkan anak.
Selasa, 22 Maret 2016
"Media jangan vulgar beritakan pelecehan seksual"
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2016
0 komentar:
Posting Komentar