Jakarta (ANTARA News) - "Selama kemerdekaan bangsa Palestina belum
diserahkan kepada orang-orang Palestina, maka selama itulah bangsa
Indonesia berdiri menantang penjajahan Israel".
Kutipan terkenal dari pernyataan Presiden Soekarno pada 1962
sekaligus mengusir kontingen Israel dari Asian Games tahun itu di
Jakarta merupakan salah satu sikap tegas pemerintah Republik Indonesia
dalam berjuang untuk kemerdekaan Palestina dan perdamaian di negara itu.
Silih berganti pemerintahan yang telah berjalan di Republik
Indonesia, semua bersikap tegas bagi pembelaan atas bangsa Palestina
untuk merdeka dan terbebas dari intimidasi dan teror zionis Israel.
Presiden Soekarno (1945-1967), Soeharto (1967-1998), BJ Habibie
(1998-1999), Abdurrahman Wahid (1999-2001), Megawati Soekarnoputri
(2001-2004), Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2014), hingga Presiden Joko
Widodo (2014-sekarang) tetap tampil sebagai Kepala Negara/Kepala
Pemerintahan dari negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia yang kokoh
membela Palestina.
Palestina ibarat Indonesia di belahan dunia lain tetapi sangat
dekat dengat hati bangsa Indonesia. Palestina turut membantu perjuangan
bangsa Indonesia meraih kemerdekaan dan termasuk dalam barisan negara
pertama di samping Mesir yang mengakui kedaulatan kemerdekaan Republik
Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Simbol-simbol kedekatan kedua negara juga terlihat, misalnya,
Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, diambil dari nama Al Quds (berarti Kota
Suci di Yerusalem) oleh Sunan Kudus (Jafar Shadiq), salah satu Wali
Songo yang menyebarkan Islam di Pulau Jawa, yang lahir di Al Quds
(Yerusalem) 4 September 1400 dan wafat 5 Mei 1550 di Kudus. Semasa
hidupnya, ia bahkan membangun Masjidil Al Aqsha Menara Kudus.
Di Palestina juga terdapat beberapa masjid yang dibangun oleh
rakyat Indonesia. Masjid Daarut Tauhiid Indonesia di Gaza misalnya yang
diresmikan pada 31 Desember 2015, berdiri di atas tanah milik Departemen
Agama dan Perwakafan Palestina.
Di Gaza, Palestina, juga berdiri Rumah Sakit Indonesia yang
dibangun rakyat Indonesia di tanah wakaf pemerintah Palestina seluas
16.261 meter persegi dan memiliki kapasitas 100 tempat tidur. Rumah
Sakit Indonesia mulai beroperasi pada 27 Desember 2015.
Konflik berkepanjangan antara bangsa Yahudi yang menduduki
Palestina, sejak bangsa Yahudi Israel bermigrasi ke Palestina dari Eropa
pada 1882 dan mengklaim Palestina sebagai "tanah yang dijanjikan" untuk
bangsa Yahudi.
Inggris menguasai wilayah Palestina setelah Perang Dunia I
dimenangkan oleh Pasukan Sekutu. Inggris memperkokoh pemukiman Yahudi di
Palestina.
Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 181 pada 29 November 1947 membagi
Palestina menjadi wilayah Arab Palestina dan wilayah Yahudi Israel.
Resolusi itu dengan sendirinya mengakui keberadaan Israel di Palestina.
Israel memproklamasikan kemerdekaan dari Inggris pada 14 Mei 1948,
sehari sebelum Inggris mengakhiri kekuasaannya di Palestina. AS dan
sekutunya langsung mengakui kemerdekaan Israel. Bangsa Palestina menjadi
terjajah di negerinya sendiri oleh Israel yang mendudukinya. Wilayah
pendudukan Israel di Palestina semakin luas, bangsa Palestina diperangi
oleh Israel.
Israel dibantu AS dan sekutunya bahkan menyerang ke berbagai negara
Arab di sekitar Palestina, seperti Mesir, Yordania, dan Suriah. Israel
tak mematuhi berbagai resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk
menempuh perdamaian dengan Palestina.
Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) berdiri pada 1964 di
pengasingan untuk berjuang memerdekakan Palestina dari Israel. PLO
dipimpin oleh Yasser Arafat, pejuang Palestina, dan PLO bermarkas di
Yordania sebelum kemudian pindah ke Libanon. Indonesia mendukung
perjuangan bangsa Palestina.
Pada 25 Juli 1984, Pemimpin PLO Yasser Arafat bertemu dengan
Presiden Soeharto di Istana Merdeka, Jakarta. Dalam pertemuan perdana
kedua kepala pemerintahan itu, Soeharto menegaskan bahwa Republik
Indonesia mendukung penuh perjuangan rakyat Palestina memperoleh
kemerdekaannya sebagai hal prinsipil dan secara politis sesuai dengan
Pembukaan UUD 1945.
Pada 15 November 1988, Pemimpin PLO Yasser Arafat di Aljazair
memproklamasikan kemerdekaan Palestina sebagai negara berdaulat
berbentuk republik parlementer dengan ibu kota negara berada di Al Quds
Al Sharif, Yerusalem Timur. Arafat menjadi Presiden Otoritas Palestina
yang pertama.
Proklamasi kemerdekaan Palestina itu langsung mendapat pengakuan dari Indonesia dan disambut dengan suka cita.
Pada 19 Oktober 1989, Indonesia dan Palestina menandatangani
kesepakatan dimulainya hubungan diplomatik. Penandatanganan dilakukan
oleh Menteri Luar Negeri saat itu Ali Alatas dan pejabat PLO Farouk
Kaddoumi.
Palestina membuka kedutaan besar di Jakarta, sedangkan pemerintah
Indonesia menugaskan Kepala Misi ke Republik Tunisia sebagai Duta Besar
non-residen Palestina sebelum kemudian Kedutaan Besar RI untuk Yordania
merangkap Negara Palestina berkedudukan di Amman, Yordania.
Pada KTT ke-10 Gerakan Non-Blok (GNB) atau Non-Allignment Movement
(NAM) di Jakarta pada 1-6 September 1992, Arafat kembali datang ke
Jakarta dan konferensi itu memperteguh dukungan Indonesia bersama
negara-negara anggota GNB untuk memberikan dukungan penuh bagi
kemerdekaan Palestina.
Pada 16 Agustus 2000 atau sehari sebelum Peringatan HUT ke-55
Proklamasi Kemerdekaan RI, Presiden Abdurrahman Wahid didampingi Wapres
Megawati Soekarnoputri menerima kedatangan Presiden Otoritas Palestina
Yasser Arafat di Istana Merdeka, Jakarta.
Gus Dur seusai pertemuan itu menegaskan bahwa Indonesia terikat
kepada keputusan mendukung Palestina, sedangkan Arafat menyebutkan bahwa
hingga saat itu telah ada 123 negara mendukung negara Palestina.
Kekejian militer Israel tetap membunuh rakyat Palestina meskipun
seruan dan desakan perdamaian digaungkan oleh banyak negara termasuk
dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Setelah bertahan dari kungkungan penyakit selama tiga tahun dan
berada di Markas Besar PLO di Ramallah, Palestina, pada kondisi di
tengah konflik berkepanjangan dengan Israel, Yasser Arafat wafat di
Rumah Sakit di Paris, Prancis, pada 11 November 2004 dalam usia 75
tahun.
Pemerintah baru Indonesia di bawah pemerintahan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono yang baru dilantik setelah terpilih dalam Pilpres
2014, menyampaikan duka cita yang amat mendalam.
Pada 9 Januari 2005 Mahmoud terpilih sebagai Presiden Otoritas Palestina menggantikan Arafat.
Pemerintah Indonesia dalam berbagai forum internasional, termasuk
saat Indonesia menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan, Dewan HAM
PBB, atau dalam Majelis Umum PBB, terus menyerukan perdamaian di
Palestina. Begitu pula dalam setiap sidang Organisasi Kerja Sama Islam
atau saat sebelumnya masih bernama Organisasi Konferensi Islam.
Namun Israel masih membobardir bangsa Palestina di tanah Palestina.
Mereka sama sekali tak menghormati Palestina bahkan setelah bendera
Palestina berkibar di PBB sejak 30 September 2015.
Bersatu untuk Solusi Adil
Sudah tak terhitung berbagai persidangan antarnegara membahas
perdamaian Israel dan Palestina. Kini, Konferensi Tingkat Tinggi Luar
Biasa ke-5 OKI di Jakarta 6-7 Maret 2016 yang khusus membahas Palestina
dan Al-Quds Al-Sharif menjadi tumpuan untuk menghasilkan resolusi dan
deklarasi yang kongkret bagi penyelesaian konflik tersebut.
Melalui surat tertanggal 13 Januari 2016 yang ditujukan kepada
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Luar Negeri Palestina dan
Sekretariat Jenderal Organisasi Kerja Sama Islam menyampaikan permintaan
agar Indonesia menjadi tuan rumah KTT LB ke-5 OKI. Konferensi
sesungguhnya datang dari keinginan Presiden Palestina, Mahmoud Abbas. Ia
meminta diselenggarakannya konferensi tersebut, melihat situasi yang
dihadapi warga Palestina yang kian dipersulit oleh Pemerintah Israel
untuk mengakses area kompleks Masjid Al-Aqsa untuk beribadah. OKI
diharapkan jadi langkah yang tepat untuk memecahkan persoalan ini secara
diplomatis.
Surat balasan kepada Sekjen OKI di Jeddah pun dikirim pada 20
Januari 2016 lalu. Surat itu menuliskan kesediaan Indonesia untuk
menjadi tuan rumah. Kesediaan Indonesia itu tentunya beralasan. Ini jadi
momentum untuk menyampaikan kepada dunia internasional akan dukungan
Indonesia kepada Palestina. Selain sebagai bentuk dukungan kepada
Palestina, kesediaan Indonesia juga didasari oleh situasi Al-Quds yang
semakin mengkhawatirkan, terhentinya negosiasi bersama Komite Quartet
Internasional sejak 27 Mei 2015 lalu, dan menjalankan mandat konstitusi.
Maka sesuai ketetapan, KTT Luar Biasa ke-5 OKI digelar 6-7 Maret
2016. Para pimpinan dari 56 negara anggota hadir untuk saling
berpendapat dan melahirkan strategi terobosan agar proses perdamaian
dunia di Timur Tengah yang selama ini tertunda dapat segera aktif
kembali.
Negara-negara yang diundang merupakan negara yang menjadi anggota
OKI, minus Suriah sebab keanggotaannya dibekukan. Selain Negara anggota
OKI, akan hadir juga negara kunci seperti Negara Kwartet (Rusia, AS, PBB
dan Uni Eropa) dan anggota tetap Dewan Keamanan PBB (AS, Rusia,
Inggris, Prancis dan China). Terlibat pula 4 Negara observer OKI, yakni
Bosnia Herzegovina, Republik Afrika Tengah, Rusia dan Thailand.
KTT yang mengusung tema "United for a Just Solution" (Bersatu untuk
Sebuah Solusi yang Adil) ini merespons situasi mengkhawatirkan dan
mendesak di Palestina dan Al-Quds Al-Sharif, yang tidak hanya
memengaruhi rakyat Palestina melainkan juga umat Islam di seluruh dunia.
Konferensi ini akan menjajaki pendekatan terobosan dan strategi
untuk menjawab pendudukan ilegal pemerintah Israel; mempercepat proses
perdamaian; mengatasi situasi di Al-Quds Al-Sharif; memberikan
perlindungan dan akses terhadap warga Palestina di Al-Quds Al-Sharif;
serta menegaskan dukungan untuk perwujudan kemerdekaan Palestina dengan
Al-Quds Al-Sharif sebagai ibukotanya.
KTT ini diharapkan menghasilkan sebuah Resolusi yang akan
menegaskan kembali posisi prinsip negara-negara anggota OKI mengenai isu
Palestina dan Al-Quds Al-Sharif dan Deklarasi Jakarta yang akan berisi
komitmen para pemimpin negara anggota OKI untuk mengejar langkah-langkah
konkret dalam upaya mendukung Palestina dan Al-Quds Al-Sharif.
Selain itu, diharapkan penguatan komitmen politik baru dari
negara-negara OKI dalam mendukung Palestina, mengkaji peran mekanisme
The Quartet dan kemungkinan perluasan keanggotaan The Quartet, dan
mengusulkan pembentukan Core Group Leaders OKI untuk menggalang dukungan
negara-negara non-OKI. Hasil akhir juga diharapkan dapat menggalang
dukungan terhadap "international protection" bagi Palestina melalui
bantuan finansial dan ekonomi, serta mengusulkan "second track approach"
khususnya di kalangan pemuka agama melalui mekanisme dialog antaragama
dan keyakinan.
Harapan dunia bagi penyelesaian masalah Palestina kembali terpusat
kepada kiprah Indonesia yang tak pernah berhenti berjuang mendukung
perwujudan perdamaian Palestina.
Senin, 07 Maret 2016
KTT OKI - Perjuangan Indonesia untuk Palestina
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2016
0 komentar:
Posting Komentar