Senin, 21 Maret 2016

Uni Eropa-Turki gagal bendung gelombang pengungsi menuju Yunani

Lesbos, Yunani (ANTARA News) - Mereka melambaikan tangan, bersorak, dan tersenyum gembira dalam perahu karet bermotor warna biru setelah berhasil tiba di Eropa saat fajar pada hari Minggu.

Sekitar 50 pengungsi dan pendatang tersebut merupakan gelombang pertama yang tiba di Pulau Lesbos, Yunani, pada hari pertama setelah Uni Eropa mencapai kesepakatan dengan Turki untuk menutup rute Laut Aegean, yang digunakan sejuta orang untuk menyeberang menuju Yunani pada 2015.

Dalam keadaan lelah namun lega, para pendatang tersebut membungkus kaki basah mereka dengan selimut hangat sementara para para tenaga sukarela membagi-bagikan pakaian kering dan barang kebutuhan.

Saksi mata Kantor Berita Reuters melihat kedatangan tiga perahu pada Minggu pagi buta.

Dua pria yang pingsan dibawa ke luar dari salah satu perahu di tengah teriakan sesama penumpang dan beberapa saat kemudian keduanya dinyatakan meninggal dunia.

Sebanyak 12 perahu merapat di bibir pantai di dekat bandar udara pada pukul 06.00 waktu setempat, demikian pernyataan petugas kepolisian.

Berdasarkan kesepakatan antara Uni Eropa dan Turki, semua pendatang dan pengungsi, termasuk mereka yang berasal dari Suriah yang menuju Yunani secara ilegal melalui mulai Minggu, akan dikembalikan ke Turki setelah mereka didaftar dan permohonan suakanya telah diproses.

Sebagai gantinya, Uni Eropa akan menerima ribuan pengungsi Suriah secara langsung dari Turki dan memberi negara itu lebih banyak dana, membuka perjalanan bebas visa lebih awal serta kemajuan dalam negosiasi keanggotaan Turki di Uni Eropa.

Di antara para pendatang di lokasi pantai yang banyak ditumbuhi rumput laut di sebelah selatan Lesbos adalah warga Suriah bernama Hussein Ali Muhammed, yang gagal melanjutkan studinya setelah perang dimulai.

Dia menantikan kepergiannya ke Denmark agar bisa melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi.

Saat ditanya, apakah dia mengetahui keputusan Eropa, dia berujar, "Saya tahu itu. Saya berharap melewati wilayah perbatasan ini. Saya ingin menyelesaikan studi saya di sini (di Eropa). Hanya itu. Saya tidak butuh uang. Saya hanya ingin menyelesaikan studi saya. Ini pesan saya."

Muhammed, yang bekerja sambilan di Turki untuk membayar seorang penyelundup agar membawanya ke Eropa, mengatakan tidak ingin kembali ke negaranya.

"Saya bekerja sangat, sangat keras di Turki. Saya mengumpulkan uang agar bisa datang kemari. Ini sangat berbahaya dan tidak bagus," tuturnya.

Pendatang lain bernama Mohammed dan berusia 30 tahun, yang bekerja sebagai teknisi komputer asal Daraa, Suriah, mengaku ingin tinggal di Yunani sampai dia menemukan jalan agar bisa berkumpul kembali bersama istri dan putranya di Jerman.

"Saya tahu keputusan itu. Saya berharap (bertemu dengan) istri dan anak," ujarnya.


Menyangsikan

Pengembalian para pendatang dan pengungsi ke Turki akan dimulai pada 4 April 2016 sebagaimana kesepakatan penempatan pengungsi Suriah di Eropa.

Hal itu masih menyisakan keraguan, apakah kesepakatan tersebut sah atau dapat dilaksanakan.

Tidak jelas soal apa yang akan terjadi pada puluhan ribu pendatang dan pengungsi yang saat ini sudah berada Yunani.

Pihak berwenang di Lesbos mulai memindahkan para pengungsi dan pendatang dari pulau tersebut, Sabtu (19/3), untuk memberikan ruang bagi para pendatang baru.

Tempat yang dirancang untuk pendaftaran para pendatang di Pulau Lesbos hanya untuk menampung sekitar 3.500 orang.

Sedikitnya 144.000 orang, sebagian besar adalah warga Suriah, Irak dan Afghanistan, tiba di Yunani sepanjang 2016, menurut data badan Perserikatan Bangsa-Bangsa urusan pengungsi. Sekitar 60 persen dari jumlah itu adalah perempuan dan anak-anak.

Lebih dari setengah jumlah pendatang itu tiba di Lesbos, pulau di garis depan Eropa di tengah krisis migrasi terbesar yang dihadapi kawasan tersebut sejak Perang Dunia II. Sekitar 1.150 orang per hari terus berdatangan di Yunani dari Turki pada bulan ini.

Beberapa di antara mereka berencana tinggal di negara tersebut atau mengambil rute menuju Eropa utara yang lebih mapan dan lapangan pekerjaan lebih banyak tersedia daripada di Yunani. Yunani sendiri saat ini sedang dilanda krisis ekonomi.

Penutupan wilayah perbatasan di sepanjang rute utama di utara menuju Balkan telah menyebabkan sedikitnya 47.000 orang telantar di kamp-kamp pengungsian dan pelabuhan-pelabuhan di Yunani.

Lebih dari 10.500 orang yang berharap bisa melintas masih telantar di tenda dekat perbatasan Makedonia.

(UU.M038)


Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2016

0 komentar:

Posting Komentar