Medan (ANTARA News) - Pemerintah diharapkan dapat mengeluarkan kebijakan
yang memberikan subsidi terhadap usaha angkutan darat setelah
memberlakukan kenaikan harga bahan bakar minyak.
Dalam dialog yang diselenggarakan salah satu stasiun radio di
Medan, Senin, Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) Sumut Haposan
Siallagan mengatakan, kenaikan harga BBM itu menyebabkan pengusaha
angkutan darat harus mengeluarkan biaya operasional lebih besar.
Sebelum kenaikan harga BBM tersebut diberlakukan pun, pengusaha
angkutan darat sudah mengalami kesulitan dalam pemenuhan biaya
operasional.
Hal itu disebabkan besarnya biaya yang dikeluarkan dalam
mendapatkan sparepart yang bea masuknya belum dihapuskan sebagaimana
kebijakan yang diberlakukan terhadap bea masuk sparepart angkutan udara
dan laut.
"Bea masuk sparepart angkutan udara bisa dihapuskan, kenapa angkutan darat tidak dihapuskan bea masuknya," katanya.
Subsidi lain yang dapat diberlakukan pemerintah menaikkan harga BBM
tersebut adalah menurunkan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB)
yang dinilai cukup memberatkan pengusaha angkutan darat.
"Jumlah yang mencapai 60 persen selama ini memberatkan. Paling tidak, bisa diturunkan menjadi 40 persen," ujar Haposan.
Menurut dia, selain mahalnya sparepart dan BBNKB tersebut,
pengusaha angkutan darat juga harus mengeluarkan biaya besar dalam
perawatan kendaraan karena banyaknya infrastruktur jalan yang rusak.
Tanpa kebijakan subsidi tersebut, pengusaha angkutan darat terpaksa
mengambil kebijakan "simalakama" yakni menaikkan tarif angkutan.
Di satu sisi, pihaknya harus menaikkan tarif angkutan untuk menutupi
biaya operasional yang telah ada, terutama setelah kenaikan harga BBM
yang merupakan "nyawa" dalam bisnis angkutan.
Di sisi lain, kenaikan tarif tersebut akan membuat usaha angkutan
darat "gulung tikar" karena dapat membuat masyarakat selaku pengguna
jasa angkutan beralih ke alat transportasi lain.
Ia mencontohkan rencana pengusaha angkutan darat di Sumut dalam
menaikkan harga tarif angkutan dari Rp4.500 menjadi Rp5.500 per estafet
(naik Rp1.000 per estafet).
Dengan jarak tempuh yang cukup jauh, tidak jarang satu rute
ditetapkan menjadi dua estafet karena besarnya biaya operasional yang
dikeluarkan pengusaha angkutan.
Jika ada warga yang harus menempuh rute jauh dengan perhitungan dua
estafet tersebut, maka ia harus mengeluarkan biaya Rp11 ribu untuk
sekali jalan atau Rp22 ribu untuk pulang pergi.
"Jika dikalikan 30 hari, maka warga itu harus mengeluarkan ongkos
Rp600 ribu lebih setiap bulan. Itu memberatkan, nanti mereka bisa
beralih ke sepeda motor," kata Haposan.
Selasa, 25 November 2014
Pemerintah diharapkan subsidi usaha angkutan darat
Editor: Tasrief Tarmizi
COPYRIGHT © ANTARA 2014
0 komentar:
Posting Komentar