Jayapura (ANTARA News) - Buntut ditundanya pembahasan draf RUU Otsus
Plus dalam Prolegnas 2015 oleh DPR-RI membuat lembaga kultural
masyarakat asli Papua yakni Majelis Rakyat Papua (MRP) geram dan marah
meminta roda pemerintahan di Papua tutup total.
"Karena draf RUU Otsus Plus telah ditolak maka semua pemerintahan di
Tanah Papua mulai dari Kota, Kabupaten, Provinsi, DPR harus tutup dan
mogok karena mau kerja untuk siapa dan menggunakan regulasi apa," kata
Ketua MRP Timotius Murib ketika dihubungi dari Jayapura, Jumat.
Timotius mengatakan, pihaknya bersama Pemerintah Provinsi Papua dan
DPRP sudah berjuang keras di Jakarta selama satu bulan untuk bagaimana
draf RUU Otsus Plus masuk dalam prolegnas 2015.
Menurut dia, pihaknya memberikan apresiasi kepada Gubernur Papua
Lukas Enembe, dimana semangat masyarakat cepat sekali direspon untuk
melakukan revisi UU Otsus.
Ia menjelaskan, implementasi Otsus selama 13 tahun belum pernah
dievaluasi dan baru pertama kali periode kedua MRP melakukan evaluasi
dengan melibatkan 383 peserta kala itu.
"85 persen isi dari pada draf RUU Otsus Plus berasal dan asli dari
pemikiran orang asli Papua termasuk pikiran serta pendapat dari orang
asli Papua," katanya.
Kemudian, lanjut dia, ketika draf RUU Otsus Plus itu tidak diterima
dan tidak disahkan oleh Pemerintah Pusat sebagai undang-undang maka
dibuka ruang referendum atau dialog Papua-Jakarta.
"Ini sudah ada dalam pasal 229 dari draf 1-12. Kami serahkan draf 13
di Istana Bogor kepada Presiden Jokowi kemudian karena ada perubahan
dari Papua Barat maka ada draf 14 yang terakhir kami serahkan,"jelasnya.
Dengan demikian, harapan masyarakat Papua karena ini perjuangan
panjang yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Papua untuk
menyejahterakan rakyat Papua karena cita-cita Papua bisa sejahtera yang
tertuang dalam UU No 21 tahun 2001 tentang otsus yang selama
implementasi 13 tahun tak nampak.
"Namun mewakili Pemerintah Indonesia, Menteri Hukum dan HAM menolak
resmi di DPR-RI dengan demikian solusi berikutnya adalah harus dialog
Papua-Jakarta," tegasnya.
"Dialog itu kan keinginan dari Presiden Jokowi. Sangat luar biasa
dan kami mengucap syukur kepada Tuhan dimana keinginan yang telah
didoakan telah terjadi, saya meminta kepada seluruh masyarakat 250 suku
di 7 wilayah adat berkomitmen agar dilakukan dialog Papua-Jakarta,"
ujarnya.
Timotius menegaskan, dialog harus dilakukan Karena otsus plus telah
ditolak maka terakhir versi orang asli Papua meminta dialog.
Menurutnya, dialog Papua-Jakarta sebenarnya sebagaimana yang
diungkapkan Presiden Jokowi saat Natal Bersama di Jayapura. Presiden
Jokowi mempunyai roh yang luar biasa karena keinginan yang didoakan
orang asli Papua ternyata benar-benar dijawab oleh kepala negara.
Untuk itu, lanjut dia, hal ini adalah solusi terbaik yang diberikan oleh Tuhan.
Timotius menambahkan, pihaknya akan melakukan Rapat Pleno Luar Biasa
dalam rangka menetapkan dan melakukan dialog Papua-Jakarta.
Jumat, 13 Februari 2015
MRP: pemerintahan di Papua harus tutup total
Editor: B Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2015
0 komentar:
Posting Komentar