Jayapura (ANTARA News) - Pembangunan smelter di Papua akan memicu
terjadinya industri-industri baru lainnya yang bisa meningkatkan
pendapatan daerah setempat dan provinsi secara umum.
Anggota Komisi C DPR Papua Rustam Saru di Jayapura, Senin malam,
mengatakan, jika rencana itu berhasil dan PT Freeport mengindahkan
permintaan Pemerintah Provinsi Papua agar perusahaan penghasil emas dan
tembaga itu membangun pabrik pemurnian, maka secara tidak langsung
perekonomian provinsi paling timur itu akan meningkat signifikan.
"PT Freeport wajib membangun smelter di Papua. Hal ini sesuai dengan
UU Minerba No 4 Tahun 2009 yakni setiap perusahan tambang harus
mengolah hasil tambang di lokasi tambang. Sehingga Freeport tak ada
alasan untuk membangun di tempat lain karena itu perintah UU," katanya.
Dalam membangun smelter, lanjutnya, minimal PT Freeport membutuhkan
sejumlah hal guna memuluskan niat baiknya itu, diantaranya pertama,
harus ada lokasi lahan yang tersedia untuk membangun.
"Ini tentunya, minimal aksesnya juga dekat dengan pelabuhan
sehingga hasil produksi dari smelter itu yang sudah dimurnikan, yang
tadinya diolah dari bahan mentah berupa logam mentah yang belum terurai
dan belum terpisah kemudian dimurnikan melalui smelter, disitulah nanti
terurai ada emasnya, ada tembaga, ada peraknya, ada macam-macamlah
sesuai dengan apa yang mereka inginkan," katanya.
Jika konsentrat sudah diolah, lanjut Rustam, lebih gampang untuk
memasarkan hasil tambang tersebut, lebih mudah juga untuk proses
pengapalannya.
"Sehingga kedepannya setelah smelter ini jadi, memang juga ada
perusahaan-perusahaan penunjang yang harus dibangun disitu, seperti
pabrik semen dan pabrik pupuk karena hasil buangan itu yang tak terpakai
masih bisa dimanfaatkan untuk bahan-bahan lain yaitu semen, pupuk dan
lain-lain sehingga mendorong industri di Papua berkembang," katanya.
Di samping itu, kata politisi dari partai berlambang matahari itu,
selain lahan yang tersedia memadai adalah infrastruktur transportasinya
juga harus menunjang, untuk memudahkan akses bahan-bahan ke smelter.
"Ini juga untuk memudahkan pengiriman barang dari lokasi tambang ke
pelabuhan sehingga akses itu harus juga diperhatikan oleh pemerintah.
Kemudian juga tentunya akses modal, perlu juga karena kalau disana
sudah dipasang Smelter maka otomatis daerah itu berkembang dan
pengusaha-pengusaha akan lari kesana sehingga pihak perbankan, baik
swasta dan pemerintah juga bisa hadir kesitu untuk membantu kemudahan
akses pembiayaan dalam tambang disitu, bukan saja Freeport yang hadir,
perusahaan lain juga bisa disitu," katanya.
"Itulah resiko sebagai bisnis harus diterima oleh Freeport kalau itu
diamanatkan oleh UU. Kalau tak mau membangun smelter di Papua berarti
harus menutup tambang karena di Indonesia harus mengikuti aturan di
negara ini. Tak boleh maunya dia. Jadi begini memang kenapa, ini harus
dibangun di Papua, karena kan menyerap tenaga kerja yang begitu besar
karena membangun smelter juga," lanjutnya.
Untuk itu, penyediaan sumber daya listrik harus tersedia dengan
porsi yang memadai. Maka pemerintah juga mungkin setidaknya dalam hal
harus memikirkan hal itu.
"Harapan kalau ini sudah jadi, maka penyerapan tenaga kerja tentu
akan ribuan disitu, diterima baik pada saat konstruksi mulai dibangun
sampai pada tenaga kerja nanti yang akan bekerja disitu. Karena itu
mulai sekarang harus bisa dididik dan disiapkan terutama anak-anak
Papua yang berdomisili di lokasi pembangunan sehingga mereka bisa ambil
bagian didalam pembangunan maupun sebagai tenaga kerja ataupun sebagai
person-person yang ditugasi untuk membantu proses pekerjaan ini,"
katanya.
Namun, kata Rustam, sebelum semua hal itu dilakukan, kepastian
pembangunan pabrik Smelter harus ditetapkan, yang seharusnya
dilaksanakan sejak 2014.
"Jadi sebenarnya sudah terlambat barang ini. Sekarang pertanyaannya
kapan mau dibangun. Nah, itu yang paling penting. Tapi kan, sebelum
Smelter ini dibangun, DPRD harus mengecek rencana lokasi pembangunan
pabrik itu, termasuk akses perekonomian di Freeport," katanya.
Yang kedua, DPRD juga harus melakukan studi banding, harus melihat
secara langsung dimana dibangunnya smelter, apakah di daerah tambang
yang sudah ada, dan apa saja pembandingnya. "Ini agar, DPRD bisa
mengawasi dan bisa mengontrol proses pembangunan dari awal sampai
selesai sehingga betul-betul bisa sesuai yang diharapkan sehingga
betul-betul menjadi sesuatu smelter yang dapat menunjang Freeport,"
katanya.
Freeport bangun smelter di Papua mengurangi biaya transportasi
karena kan barang-barang mentah yang diangkut dari Freeport keluar
untuk diolah mungkin butuh biaya besar. Tapi kalau sudah dimurnikan,
harus punya akses ke pelabuhan transportasi mungkin kereta api, jangan
hanya lewat darat.
Rel kereta api perlu dibangun disitu untuk menunjang trasportasi dari tambang ke pabriknya," katanya.
Adanya smelter Ini kesempatan untuk meningkatkan perekonomian Papua,
meningkatkan PAD Papua yang cukup besar. Bisa-bisa nanti kalau smelter
sudah dibangun mungkin juga bisa sampai berapa puluh triliun juga itu
PAD masuk ke Papua melalui hasil tambang itu." ujarnya.
Sekarang saja baru air permukaan, yang Freeport setor sampai Rp500
miliar per tahun. Baru air permukaan itu yang dipakai untuk membersikan
itu logam-logam itu. Apalagi kalau smelter sudah jadi sudah luar
biasa itu PAD bagi Papua bisa puluhan triliun," tambahnya.
Selasa, 03 Februari 2015
Smelter Freeport akan picu pembangunan industri Papua
Editor: B Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2015
0 komentar:
Posting Komentar