Surabaya (ANTARA News) - Pusat Penelitian Flu Burung (AIRC) Universitas
Airlangga membutuhkan waktu enam bulan untuk membuat vaksin Zika jika
diperlukan pemerintah, karena hampir semua negara yang bisa membuat
vaksin, pasti akan menawarkan dan mengikrarkan untuk membuat vaksin
Zika.
"Kami hanya membutuhkan waktu selama enam bulan untuk bisa
menghasilkan vaksin Zika, namun kami akan bekerjasama dengan industri
vaksin nasional, seperti PT Bio Farma di Bandung, yang selama ini telah
kerjasama dengan kami," kata Ketua AIRC Universitas Airlangga, Chairul A
Nidom, saat dihubungi, Minggu.
Ahli vaksin ini menjelaskan, pembuatan vaksin Zika lebih mudah
dibandingkan vaksin DBD, yang sampai saat ini belum pernah dihasilkan.
Karena struktur virus DBD rumit, seperti halnya perkembangbiakan nyamuk
di daerah satu dengan lain yang berbeda.
"Vaksin DBD sampai saat ini memang sulit, namun untuk vaksin Zika
kami siap memproduksinya karena kami telah membuat beragam vaksin
terkait penyakit tropis yang pernah menjadi wabah di Indonesia seperti
vaksin flu burung, vaksin Pandemic, vaksin MERS, dan vaksin flu haji dan
umroh," paparnya.
Ia mengatakan pada Mei mendatang, pihak itu juga siap bekerja sama
untuk menghasilkan vaksin polio dan vaksin virus Rota yang selama ini
masih belum diproduksi.
Dengan kemampuan para ahli di Indonesia, tambahnya masyarakat tidak
perlu khawatir terhadap isu penyakit Zika karena virus ini bisa
diantisipasi dengan menjaga daya tahan tubuh atau immune manusia yaitu
mengonsumsi rempah-rempah berkulitas dalam makanan atau minuman.
"Masyarakat bisa mengonsumsi rempah-rempah atau dalam bahasa Jawa, empon-empon, dalam makanan atau minumannya, jangan mengonsumsi makanan cepat saji maupun penyetan karena tidak mengandung gizi," tuturnya.
Sementara itu, Institut Penyakit Tropis Universitas Airlangga juga telah mampu mendeteksi virus Zika dengan menggunakan Real Time Polymerase Chain Reaction (RTPCR), meskipun beberapa laboratorium riset lainnya juga telah memiliki alat ini screening virus ini.
"Beberapa laboratorium riset sudah memiliki alat RTPCR, namun tidak
semua laboratorium riset memiliki tenaga ahli menganalisa menggunakan
alat ini karena teknik analisa tidak hanya didukung kelengkapan alat
tetapi pengembangan dari analisa identifikasi virus," jelas Kepala ITD
Universitas Airlangga, ProfMaria Inge Lusida MD PhD.
Menurut dia, alat ini bisa mendeteksi beragam virus dengan
menggunakan serum untuk mengenali virusnya, namun dalam pengenalan virus
ini dibutuhkan tenaga ahli yang bisa mendeteksi beragam virus.
"Prinsip dasar alat ini yaitu memperbanyak gen dalam virus yang
bereaksi dengan serum tertentu, misalnya dengan serum A diketahui virus
tertentu akan bereaksi, maka saat dilakukan screening akan terlihat jumlah virus ini lebih banyak," katanya.
Lebih lanjut dia mengungkapkan, untuk memastikan virus Zika, maka dibutuhkan waktu hingga satu pekan dari hasil deteksi virus DBD, terlihat virus jenis lain yang belum dikenali.
0 komentar:
Posting Komentar