Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan
gejolak ekonomi yang sedang terjadi di dunia saat ini diperkirakan
masih akan terus berlanjut hingga Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed)
mengeluarkan keputusan terkait penyesuaian suku bunga acuan.
"Kita lihat sampai September ini, sampai pertemuan FOMC (Federal
Open Market Comittee) masih ada gejolak. Makanya tugas kita menjaga,
semoga dalam gejolak ini, kita bisa menjaga stabilitas ekonomi," ujarnya
di Jakarta, Selasa.
Menkeu kembali menegaskan saat ini kondisi stabilitas ekonomi masih
terkendali, dan seluruh indikator makro menunjukkan belum ada
tanda-tanda terjadinya krisis, berbeda ketika terjadi krisis finansial
pada 1998.
"Pertumbuhan kita masih positif di semester satu, masih 4,7 persen,
trade balance juga surplus, current account turun defisitnya. Jadi
kondisi makro masih bagus, belum lagi perbankan, NPL dan CAR dalam
kondisi sehat. Kondisinya sama sekali berbeda dengan 1998," ujarnya.
Terkait keputusan Bank Sentral Tiongkok (The Peoples Bank of
China/PBoC) yang terbaru memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin,
Menkeu mengatakan hal tersebut tidak berpengaruh secara langsung kepada
perekonomian Indonesia.
Menurut dia, aksi terbaru PBoC tersebut lebih berdampak pada situasi
internal Tiongkok yang ingin mendorong sektor konsumsi masyarakat untuk
meningkatkan kinerja perekonomian yang sempat mengalami kelesuan.
"Kalau cut rate menurut saya lebih ke internal dan mendorong
pertumbuhan. Tapi yang berpengaruh keluar kalau dia melakukan devaluasi,
dan dia (kemungkinan) masih terus melakukan devaluasi, karena Yuan
masih overvalued," ujarnya.
Meskipun dalam beberapa hari terakhir, kurs rupiah dan bursa saham
mengalami tekanan akibat pengaruh global, namun pada Selasa sore, sempat
mengalami penguatan atau mendapatkan respon positif dari para pelaku
pasar.
Hal tersebut terlihat dari nilai tukar rupiah yang ditransaksikan
antarbank di Jakarta yang bergerak menguat sebesar 25 poin menjadi
Rp14.024 per dolar AS dibandingkan posisi sebelumnya di posisi Rp14.049
per dolar AS.
Langkah Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas rupiah salah satunya
dengan melakukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar
sekunder cukup membantu mata uang rupiah untuk bergerak positif terhadap
dolar AS.
"Kebijakan BI itu menjaga volatilitas mata uang rupiah sehingga
pergerakannya menjadi terbatas, cenderung positif," kata Analis dari PT
Platon Niaga Berjangka Lukman Leong.
Menurut dia, meski kebijakan Bank Indonesia itu bersifat jangka
pendek, namun dapat membantu mengurangi kekhawatiran pasar dan pelaku
usaha di dalam negeri di tengah sifat penguatan dolar AS yang sudah
mengglobal.
Sementara, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek
Indonesia ditutup menguat sebesar 64,77 poin atau 1,56 persen menjadi
4.228,50 menyusul pelaku pasar yang kembali melakukan aksi beli.
Analis HD Capital Yuganur Wijanarko menjelaskan bahwa pelaku pasar
yang kembali melakukan aksi beli terhadap beberapa saham BUMN dan saham
emiten lainnya telah menopang IHSG BEI agar tidak terus terpuruk.
"Kondisi jenuh jual (oversold) akhirnya mendorong aksi beli investor
sehingga IHSG terhindar dari kejatuhan lebih lanjut," katanya.
Rabu, 26 Agustus 2015
Menkeu: gejolak berlanjut hingga Fed keluarkan keputusan
Editor: B Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2015
0 komentar:
Posting Komentar