Bogor (ANTARA News) - Presiden RI Joko Widodo belum juga genap setahun
memimpin bangsa ini. Namun, Jokowi sudah beberapa kali dihadapkan pada
dilema yang menuai pro dan kontra.
Pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pun takluput
dikembalikan ke meja sang Presiden yang diharapkan bisa menyudahi silang
sengkarut terkait dengan sisa persoalan yang menyertai pilkada serentak
di lapangan.
Boleh jadi anggaran keamanan yang sempat dipersoalkan kini rampung
dengan dibebankan pada APBN. Namun, ketika ada beberapa daerah yang
hanya memiliki bakal calon tunggal, masalah hukum menjadi kian rumit.
Para pakar boleh jadi luput mengkritisi kekosongan norma hukum
terkait dengan tidak diperbolehkannya calon tunggal dalam pilkada.
Namun, pilihan yang tersisa bagi pemerintah pun hanya dua, yakni
menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) agar
pilkada serentak tetap bisa berjalan meskipun ada tujuh daerah bahkan
kemungkinan lebih dengan hanya satu bakal calon. Pilihan kedua, menunda
pelaksanaan pilkada serentak sambil menunggu kesiapan para daerah.
Dua pilihan itu memiliki implikasi yang luas. Perppu yang
dikeluarkan juga dinilai banyak pihak akan menimbulkan preseden dan
berimplikasi terhadap masalah-masalah hukum.
Sementara itu, jika pilkada serentak ditunda, ada potensi dampak
negatif yang muncul, salah satunya adalah selama dua tahun seluruh
daerah akan dipimpin oleh pelaksanaan tugas (plt.).
Padahal, suatu provinsi, kota, dan kabupaten jika dipimpin plt., administrasi tata kelola pemerintahan menjadi tidak baik.
Pakar politik Populis Centre Nico Harjanto berpendapat bahwa kalau
setiap lima tahun ini ada penundaan, merupakan hal yang tidak baik dalam
proses melembagakan demokrasi.
Lalu, dengan adanya plt., lanjut Nico, ada banyak keputusan
strategis yang tidak bisa diambil karena plt. tidak sepenuhnya memberi
kewenangan sama dengan kepala daerah definitif.
"Bagi daerah biasanya plt. hanya satu tahun paling lama, nah, kalau
penundaan sampai dengan 2017, akan ada dua plt. Kalaupun plt-nya sama
saya pikir juga tidak bagus. Karena bisa jadi plt. yang bisa maju di
pilkada berikutnya. Hal ini membuat peluang incumbent yang serkarang
bagus peluangnya mengecil. Pelaksanaan tugas terlalu lama bisa
membonsaikan aspirasi politik masyarakat di daerah," katanya.
Kewenangan Bawaslu
Solusi sementara pun didapat ketika rapat koordinasi digelar oleh para penyelenggara pemilu.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Malik memastikan
Presiden Jokowi tidak akan mengeluarkan perppu terkait masih adanya
calon tunggal untuk pilkada serentak, 9 Desember 2015.
"Tidak, Presiden tidak berkenan mengeluarkan perppu," kata Husni Kamil Malik.
Pihaknya turut serta menghadiri rapat konsultasi antara Presiden,
Wakil Presiden, dan para pimpinan lembaga negara di Istana Bogor.
Pada kesempatan itu, pihaknya menyampaikan hasil rapat koordinasi
pagi ini antara KPU dgan Bawaslu serta DKPP. Hasilnya merupakan salah
satu respons atas perkembangan terakhir pelaksanaan pilkada serentak.
"Pelaksanaan pendaftaran telah ditutup 3 Agustus 2015 dan kemudian
menyisakan tujuh kabupaten/kota yang pendaftarannya hanya diikuti oleh
satu pasangan calon sebagaimana ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2015 pendaftaran itu harus sekurang-kurangnya diikuti oleh dua pasangan
calon, tidak ada pengaturan yang lain prinsipnya secara umum UU tersebut
menyatakan harus dilakukan pemilihan," katanya.
Oleh karena itu, pihaknya menyadari ada diskursus untuk mengatur
hal itu. Jalan keluar salah satunya adalah mengeluarkan perppu.
Dalam pembahasan rapat koordinasi pada hari Rabu, 3 Agustus 2015,
kata Husni, ada dua kesimpulan, yakni KPU tidak memiliki ruang untuk
inisiatif mengubah peraturannya dengan sendiri.
"Yang kedua, penting ada perppu jika kemudian tidak ada jalan keluar lain," katanya.
Akan tetapi, kata dia, dari diskusi yang dilakukan kemudian, yang
juga disampaikan dalam rapat konsultasi di hadapan Presiden, ada tinggal
satu solusi apabila ada dorongan dari luar, baik itu peraturan
perundang-undangan setingkat (bisa berupa) perppu atau kebetulan dalam
UU No. 15/2011, kemudian UU No. 8/2015, masih ada kewenangan Bawaslu.
Dalam UU tersebut, disebutkan bahwa Bawaslu memiliki satu
kewenangan yang dapat mengubah satu kebijakan yang telah diambil oleh
KPU.
"Kewenangan itu dalam bentuk rekomendasi," katanya.
Oleh karena itu, pihaknya menanyakan kepada Bawaslu dan
dikonfirmasi lagi ketika pertemuan dengan Presiden bahwa Bawaslu akan
merespons dengan mengeluarkan rekomendasi.
Setelah nanti rekomendasi itu dikeluarkan, kata Husni, kemudian
KPU akan meresponsnya dan melakukan hal-hal yang menjadi catatan
Bawaslu.
"Nah, inilah jalan keluar sementara, dan untuk diketahui bersama
bahwa Presiden tidak berkenan mengeluarkan perppu," katanya.
Pada kesempatan yang sama Ketua Bawaslu Muhammad menegaskan bahwa
pihaknya akan menggelar rapat pleno untuk mencermati penutupan
pendaftaran pasangan calon dalam pilkada serentak.
"Memang ada beberapa kendala-kendala yang harus dicermati segera.
Selepas dari tempat ini, kami segera melakukan rapat pleno untuk
memutuskan apakah akan segera mengeluarkan rekomendasi atau apakah ada
pendapat lain dari Bawaslu terkait dengan tujuh daerah yang belum bisa
menyelenggarakan pilkada karena calonnya kurang dari dua," katanya.
Terkait dengan kemungkinan perpanjangan pendaftaran, dia mengatakan
bahwa hal itu merupakan salah satu hal yang akan dicermati.
"Salah satunya kami akan cermati apa plus minusnya, apa hal-hal
yang harus menjadi perhatian penyelenggara pemilu dan juga tentu untuk
mengakomodasi aspirasi masyarakat melalui parpol," katanya.
Pertimbangkan Kegentingan
Sementara itu, Presiden Jokowi yang sejak awal tidak menghendaki
dikeluarkannya perppu menyatakan tetap mempertimbangkan kondisi genting
atau tidaknya suatu keadaan sebelum mengeluarkan perppu, termasuk
terkait dengan pilkada serentak.
"Ini hanya dilakukan dalam posisi kegentingan. Ini genting apa
enggak? Genting enggak? Begini, ini kan ada tambahan dari KPU sudah
disampaikan ada tambahan sampai 7 hari itu. Nanti dilihat 7 hari itu,"
kata Presiden Jokowi.
Presiden enggan berkomentar lebih jauh ketika ditanya jika dalam
waktu 7 hari masa perpanjangan tidak ada calon lain yang muncul sehingga
tetap ada calon tunggal.
Menurut dia, bisa dilakukan pendekatan kepada partai-partai politik agar mereka berusaha mengajukan calon-calon terbaik.
"Nanti dilihat kan masih mundur 7 hari," katanya.
Pemerintah dipastikan akan melakukan upaya untuk mendorong hal itu.
"Ya, menyampaikan, iya, dong. Tentu saja menyampaikan kepada ketua
partai agar daerah yang masih satu calon bisa ditambah dengan calon
lain," katanya.
Jokowi sendiri menyatakan belum mau membicarakan soal perppu sebelum sepekan masa pengunduran tersebut.
Walaupun dia tidak secara langsung menyampaikan, draf perppu tersebut telah disiapkan.
"Biasa kita selalu sedia payung sebelum hujan. Enggak usah disampaikan nanti saja," katanya.
Silang sengkarut pilkada serentak rupanya telah menemukan jalan
keluar sementara dalam masa 7 hari perpanjangan pendaftaran.
Perpu yang dikhawatirkan mendatangkan implikasi terhadap masalah hukum pun diharapkan tidak akan pernah diterbitkan.
Kamis, 06 Agustus 2015
Solusi sementara silang sengkarut calon tunggal pilkada
Editor: B Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2015
0 komentar:
Posting Komentar