Jakarta
(ANTARA News) - Amnesty International harapkan Presiden baru Joko
Widodo mewujudkan janji-janji kampanyenya untuk memperbaiki situasi HAM
Indonesia yang mencemaskan.
Harapan
Amnesty Internasional itu disampaikan Direktur Asia Pasifik Amnesty
International Richard Bennett dalam keterangan kepada Antara di Jakarta,
Rabu.
Joko
Widodo, yang hari ini dikonfirmasikan sebagai pemenang pemilihan
presiden 9 Juli, telah menjanjikan untuk mengutamakan urusan hak asasi
manusia selama masa pemerintahannya termasuk menyelesaikan
pelanggaran-pelanggaran serius HAM di masa lalu, melindungi kebebasan
beragama, mereformasi kepolisian dan membuka akses ke Papua bagi para
pemantau internasional.
"Merupakan
sesuatu yang membesarkan hati bahwa Presiden Joko Widodo telah
berbicara tentang komitmennya untuk hak asasi manusia selama masa
kampanye presiden; sekarang saatnya dia harus mewujudkannya," ujar
Richard Bennett.
Menurut
Richard Bennett, Pemerintahan yang baru memiliki kesempatan untuk
membuka halaman baru menuju era di mana hak asasi manusia secara sejati
dihormati di Indonesia.
Kemenangan
Joko Widodo akan meningkatkan harapan banyak aktivis hak asasi manusia
dan korban yang telah berjuang melawan impunitas selama bertahun-tahun
harapan-harapan tersebut tidak bisa dihabisi.
Sebagai
langkah paling awal, Amnesty Internasional yang berkedudukan di London,
Inggris mendesak pemerintahan yang baru untuk mengambil evaluasi
mendalam rekam jejak hak asasi manusia Indonesia selama dekade terakhir
dan memformulasikan sebuah rencana aksi yang jelas. Yang juga penting,
hal ini harus dilakukan bersama-sama dengan masyarakat sipil dan
aktor-aktor penting lainnya.
Amnesty
juga merekomendasi yang mempublikasikan sebuah agenda HAM untuk calon
presiden ke depan Indonesia, menggarisbawahi delapan isu utama yang
harus menjadi agenda teratas dari pemerintahan yang baru.
Agenda-agenda
tersebut diantaranya melawan iklim impunitas bagi kejahatan-kejahatan
masa lalu . Presiden harus menginstruksikan Jaksa Agung untuk
menyelesaikan penyidikan terkait kejahatan di bawah hukum internasional,
yang diterimanya dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
dan badan-badan lain, dan membawa para pelakunya ke muka hukum.
Lebih
lanjut, sebuah Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi harus dibentuk sesuai
dengan standar-standar dan hukum internasional, yang juga bisa
merekomendasikan upaya reparasi untuk memulihkan penderitaan para
korban.
Penghormatan
terhadap kebebasan beragama dan toleransi beragama jelas telah
mengalami kemunduruan di beberapa tahun belakangan ini. Pemerintahan
yang baru harus mencabut undang undang dan peraturan yang
mendiskriminasi kelompok minoritas agama yang digunakan menjustifikasi
gangguan dan serangan.
Amnesty
International mendokumentasikan serangkaian pelanggaran HAM yang
dilakukan oleh polisi, termasuk pembunuhan di luar hukum, penyiksaan dan
bentuk-bentuk penganiayaan lainnya, dan penggunaan kekerasan dan sejata
api yang berlebih atau tidak perlu.
Investigasi
pidana atas pelanggaran HAM oleh polisi sangat jarang dilakukan,
membuat banyak korban tanpa akses kepada keadilan dan reparasi Komisi
Kepolisian Nasional (Kompolnas) harus dibuat bekerja secara independen
dari pemerintah, pengaruh politik, dan kepolisian itu sendiri. Mandatnya
harus memperkuat institusi ini untuk, di antaranya, melakukan
investigasi yang efektif dan membawa kasus-kasus langsung ke Jaksa
Penuntut.
Selain
itu perlunya Pembebasan tahanan nurani, puluhan tahanan nurani,
khususnya yang berasal dari Papua dan Maluku, masih ada di balik penjara
karena aktivitas politik damai mereka di Indonesia, dan harus segara
dibebaskan.
Pemenjaraan
mereka yang terus berlangsung menjadi penanda terus tidak dihormatinya
kebebasan berekspresi di sebagian wilayah di Indonesia. Amnesty
International juga menyerukan kepada Presiden Joko Widodo untuk membuka
akses secara bebas dan tanpa halangan ke Papua bagi para pemantau
internasional, termasuk Organisasi Non-Pemerintah dan jurnalis asing,
sebagaimana yang dijanjikannya pada saat kunjungannya ke Papua di masa
kampanye presiden.
Diharapkan
presiden baru juga dapat mempromosi dan perlindungan HAM di ASEAN.
Indonesia, yang memiliki GDP tertinggi di kawasan ini dan menjadi tuan
rumah markas Persatuan Negara-Negara Asia Tenggara (ASEAN) di Jakarta,
secara cepat muncul menjadi pemimpin di Asia Tenggara.
Presiden
Indonesia harus mengambil peran ini secara serius dan membuat contoh
bagi para tetangganya, dan dunia tentang hak asasi manusia.
Indonesia
telah memainkan peran positif dalam membentuk badan HAM kunci ASEAN
sejak 2007, komitmen ini harus terus dilakukan di bawah pemerintahan
yang baru, secara khusus untuk memperkuat Komisi HAM Antar-Negara ASEAN
(AICHR) untuk menjadi badan yang kuat dan benar-benar independen yang
melindungi dan mempromosikan HAM di kawasan ini. (ZG)
Editor: B Kunto Wibisono
0 komentar:
Posting Komentar