Jakarta
(ANTARA News) - Seusai saling klaim kemenangan versi hitung cepat,
pasangan calon presiden-wakil presiden nomor urut satu Prabowo
Subianto-Hatta Rajasa dan nomor urut dua Joko Widodo-Jusuf Kalla,
bertamu ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Mereka
bertamu ke Puri Cikeas Indah, Bogor, secara bergantian untuk bertemu
langsung dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Rabu (9/7) malam.
Pasangan
Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) mengawali rangkaian pertemuan
itu dengan tiba di kediaman pribadi Presiden Yudhoyono sekitar pukul
21.30 WIB.
Kedatangan
pasangan nomor urut dua itu disambut oleh Presiden Yudhoyono dengan
didampingi Oleh Seskab Dipo Alam, Mensesneg Sudi Silalahi, dan
Menkopolhukam Djoko Suyanto.
Sementara
itu turut bersama Jokowi-JK antara lain Budiman Sudjatmiko dan Maruarar
Sirait dari PDIP dan Ferry Mursyidan Baldan dari Partai Nasdem.
Seusai
pertemuan yang berlangsung lebih kurang 30 menit itu, Jokowi kepada
wartawan mengaku bahwa pertemuan dengan Presiden tersebut berawal dari
permohonan Jokowi-JK pada Rabu (9/7) sore untuk bertemu Presiden
Yudhoyono. Permohonan itu direspons positif dan dijadwalkan pada Rabu
(9/7) malam di Cikeas.
"Kami
menyampaikan apresiasi dan penghargaan kepada Bapak Presiden yang telah
memimpin dan mengawal jalannya Pilpres sehingga sampai hari ini
berjalan dengan lancar, baik, dan aman," kata Jokowi yang mengenakan
baju batik berwarna cokelat.
Menurut
Jokowi, Presiden menyampaikan keinginan agar semua pihak dapat
mendinginkan hati dan euforia kemenangan tidak berlarut-larut agar massa
yang berada di bawah atau akar rumput juga bisa tetap dalam kondisi
dingin dan sejuk.
Jokowi
juga menyatakan pihaknya siap menyanggupi agar pada esok hari tidak
menyelenggarakan pawai, tetapi kalau hanya syukuran masih dinilai tidak
apa-apa asal bukan di jalan.
Sementara
itu JK yang mengenakan jas hitam mengatakan, terkait deklarasi
kemenangan yang dicanangkan setiap pihak, hal itu dinilai tergantung
hasil survei yang digunakan.
"Kami
siap (menerima keputusan resmi KPU)," katanya seraya menegaskan
komitmen untuk mengawal situasi agar tetap kondusif dan berjalan dengan
baik, aman dan damai sampai pengumuman resmi KPU pada 22 Juli mendatang.
Setelah
menerima pasangan nomor urut dua, Presiden Yudhoyono sekitar pukul
22.45 WIB menerima pasangan nomor urut satu, Prabowo Subianto-Hatta
Rajasa yang malam itu tetap memakai baju putih-putih dan peci hitam.
Kepada
wartawan seusai pertemuan, Prabowo Subianto menyatakan lebih
mempercayakan hasil resmi KPU dibandingkan dengan hasil survei atau
sejumlah media massa yang dinilai bisa merekayasa.
"Kami
akan menyerahkan sepenuhnya kepada institusi yang berwenang yaitu
Komisi Pemilihan Umum berdasarkan real count bukan quick count," kata
Prabowo.
Ia
mengingatkan bahwa proses yang dilakukan KPU memerlukan waktu sehingga
bila ada pihak yang mendeklarasikan kemenangan maka dinilai merupakan
langkah yang tidak tepat.
Calon
presiden itu mengemukakan bahwa telah menjadi tekad dari Koalisi Merah
Putih untuk terus menginstruksikan ke jajaran mereka agar tenang dan
tidak terpancing.
Ia
mengingatkan bahwa pihak yang lain jangan sampai melakukan aksi massa
di lapangan yang mengakibatkan terbentuknya perang persepsi bahwa pihak
tertentu yang menang.
"Situasi masih dinamis. Kita sama-sama menahan diri," katanya.
Prabowo
juga mengatakan banyak proposal yang masuk terkait hasil survei
sehingga ia menilai hasil survei bisa direkayasa. Dirinya berpegang
kepada "real count" dan ketetapan KPU yang resmi.
Kepada
media, ia ingin jangan menciptakan opini yang sama dengan memaksakan
kehendak dan jangan digiring karena pihaknya menghormati kebebasan pers.
Menurutnya masih ada kelompok media yang dinilai melakukan rekayasa.
Fenomena Hitung Cepat
Pada Rabu sore (9/7), publik dikejutkan dengan munculnya klaim kemenangan dari kedua kubu pasangan capres-cawapres.
Klaim dini tersebut didasarkan pada hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei.
Setidaknya
enam lembaga survei mengumumkan pasangan Jokowi-JK sebagai pemenang
Pilpres 2014 versi hitung cepat sedangkan empat lembaga survei lainnya
menyatakan pasangan Prabowo-Hatta sebagai pemenang Pilpres 2014 versi
hitung cepat.
Enam
lembaga yang melakukan penghitungan cepat dan menyatakan Jokowi-JK
unggul adalah Lingkaran Survei Indonesia (LSI) yang menyebutkan
Jokowi-JK unggul 53,28 persen, Prabowo-Hatta 46,72 persen; CSIS-Cyrus
Jokowi-JK 52 persen, Prabowo-Hatta 48 persen; SMRC Jokowi-JK 52,79
persen, Prabowo-Hatta 47,21 persen; Indikator Politik Jokowi-JK 52,65
persen, Prabowo-Hatta 47,35 persen, Litbang Kompas Jokowi-JK 52,4
persen, Prabowo-Hatta 47,6 persen; dan RRI Jokowi-JK 52,5 persen,
Prabowo-Hatta 47,5 persen.
Sementara
empat lembaga lain yang melakukan hitung cepat, yakni Pusat Kajian
Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis), Lembaga Survei Nasional
(LSN), Indonesia Research Center (IRC), dan Jaringan Suara Indonesia
(JSI) menyatakan pasangan Prabowo-Hatta unggul dalam Pilpres.
Pengamat
politik dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Ari Dwipayana
berpendapat munculnya hasil hitung cepat yang berbeda sudah diperkirakan
sebelumnya, bahkan dinilai sebagai bagian untuk membingungkan
masyarakat.
"Quick
count tandingan akan dimunculkan sebagai tandingan atas hasil hitung
cepat yang dimunculkan oleh lembaga survei kredibel," kata Ari.
Modus
untuk menciptakan "quick count" tandingan, menurut Ari, tampak jelas
dari kasus tidak digunakannya hasil hitung cepat dari Political Tracking
yang dipimpin Hanta Yudha.
Fenomena
itu menunjukkan tragedi yang menghancurkan independensi dan profesional
lembaga survei karena lembaga survei dijadikan alat propaganda politik
yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah metodologi.
Selain
itu, kata dia, upaya untuk memunculkan rilis hitung cepat justru
dipakai untuk merancang skenario menyesuaikan hasil real count dengan
quick count.
"Inilah
bahaya berikutnya ketika akan muncul fenomena vote trading yang
berupaya memanipulasi hasil rekapitulasi suara, baik di tingkat desa
maupun kecamatan," ujar Ari.
Sementara
itu Pengamat komunikasi politik Universitas Diponegoro Semarang Turnomo
Rahardjo menilai perolehan suara Pemilihan Umum Presiden 2014 hasil
berbagai "quick count" perlu diuji publik.
Menurut
dia, hasil penelitian, termasuk hitung cepat merupakan milik publik
yang harus bisa dipertanggungjawabkan kepada publik, baik dari aspek
etis maupun metodologis, yakni melalui uji publik.
Pengajar
FISIP Undip itu menjelaskan asosiasi yang menaungi keberadaan
lembaga-lembaga survei bisa "turun tangan" memfasilitasi penyelenggaraan
uji publik atas hasil "quick count" dari setiap lembaga.
"Perlu
dibuat semacam forum uji publik terhadap berbagai hasil quick count.
Masing-masing lembaga survei menyampaikan hasil penelitiannya,
metodologinya, dan sebagainya yang mungkin saja berbeda," katanya.
Antara
hasil "quick count" dan hasil penghitungan manual dari KPU, kata dia,
merupakan dua persoalan yang berbeda, sehingga uji publik untuk
mempertanggungjawabkan hasil penelitian itu tetap perlu.
Nantinya,
Turnomo mengungkapkan masyarakat bisa menilai sendiri lembaga-lembaga
survei yang profesional dan berintegritas melalui pengkajian metodologis
yang berlangsung terbuka dan "fair".
Polemik
pemenang pilpres kali ini tampaknya hanya waktu yang dapat menjawabnya.
Namun sementara menanti tibanya pengumuman resmi KPU pada 22 Juli,
komitmen masing-masing kubu untuk menjaga situasi kondusif layak
memperoleh apresiasi demi kepentingan bangsa dan negara.
(M040*P008*S037*ZLS/G003/T007)
Editor: B Kunto Wibisono
0 komentar:
Posting Komentar