Kupang (ANTARA News) - Akademisi dari Universitas Nusa Cendana (Undana)
Kupang Dr Karolus Kopong Medan, SH,M.Hum, menilai Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono benar memainkan langkah "seek security" atau
mengamankan diri terkait dengan penetapatan Undang-Undang Pilkada.
"Sikap politik yang sedang dimainkan itu, wajar dan lumrah karena
bagaimanapun selaku Presiden dan Kepala Negara harus mengambil keputusan
di tengah polemik Undang-Undang Pilkada yang disahkan DPR-RI, Jumat,
(26/9)," katanya di Kupang, Selasa, terkait batalnya, rencana Presiden
SBY tidak menandatangani RUU Pilkada, setelah berkonsultasi dengan
Mahkamah Konstitusi (MK).
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono awalnya berencana tidak
menandatangani rancangan undang-undang pemilihan kepala daerah (RUU
Pilkada) yang baru disahkan beberapa hari lalu setelah mendapat protes
masyarakat yang cukup kuat. Namun, rencana itu akhirnya urung dilakukan
presiden setelah berkonsultasi dengan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK)
Hamdan Zoelva.
Presiden menuturkan dirinya berkonsultasi dengan Hamdan saat di
Osaka soal pasal 20 UUD 1945. Di dalam pasal itu disebutkan rancangan
undang-undang disahkan sebagai undang-undang setelah mendapat
persetujuan bersama DPR dan Presiden.
"Saya ingin dapatkan pandangan dari MK tentang tafsir pasal 20 itu.
Misalnya, karena secara eksplisit, kalau saya belum beri persetujuan
tertulis atas hasil di DPR RI, apakah masih ada jalan bagi saya untuk
tidak berikan persetujuan," ujar Presiden SBY dalam jumpa pers setelah
rapat terbatas begitu tiba di Bandara Halim Perdanakusuma, Senin
(30/9/2014) pagi.
Menurut Kopong Medan, "pengamanan diri" itu juga tercermin dari
sikap politik yang diungkapkan Presiden SBY, melalui Ketua Harian Dewan
Pimpinan Pusat Partai Demokrat Syarief Hasan mengimbau semua kader dan
anggota partai agar terus memperjuangkan pilkada langsung dengan 10
perbaikan.
"Kami menginstruksikan kepada seluruh jajaran Partai Demokrat agar
terus berjuang secara politik dengan semua langkah yang konstitusional,"
kata Syarif dalam konferensi pers di Gedung DPP Partai Demokrat di
Jakarta, Senin, (29/9) atau sehari menjelang batalnya rencana untuk
tidak menandatangani UU Pilkada itu," katanya.
Sebelumnya, melalui Fraksinya di DPR RI Presiden mengusulkan langkah
politik berupa 10 syarat yang harus diterima para wakil rakyat, jika
ingin mengajak Demokrat mendukung atau mempertahankan pilkada langsung.
Sepuluh syarat perbaikan yang diajukan ke dalam opsi pilkada
langsung tersebut merupakan kehendak rakyat, oleh sebab itu Partai
Demokrat harus berusaha penuh untuk meluruskannya.
Namun menurut Kopong Medan, setelah mendengar penjelasan dari Ketua
MK Hamdan, SBY mendapatkan pandangan bahwa menteri yang ditunjuk sebagai
wakil pemerintah saat pengesahan RUU berhak memberikan persetujuan.
Pasalnya, menteri itu dianggap sebagai wakil dari presiden.
"Sehingga tidak ada jalan bagi presiden untuk tidak setuju atas hasil paripurna DPR," ungkap dia.
Sebelumnya Pengamat Politik dari Universitas Gorontalo (UG) La Husen
Zuada menilai, Partai Demokrat memainkan langkah "seek security" atau
mengamankan diri terkait dengan penetapan Undang-Undang Pilkada.
Menurut La Husen, Sabtu, sikap Partai Demokrat yang semula
menyetujui pilkada dikembalikan ke DPRD, lalu berganti posisi menyetujui
pilkada langsung dengan sepuluh syarat, lalu walk out saat sidang
penetapan di DPR RI, hanyalah bagian dari langkah seek security agar
tidak dianggap mengkhianati hak rakyat. (HMB/S023)
Rabu, 01 Oktober 2014
Akademisi nilai SBY mainkan politik pengamanan diri
Editor: B Kunto Wibisono
0 komentar:
Posting Komentar