Makkah (ANTARA News) - Pada saat kegiatan ibadah haji memasuki kegiatan
menginap (mabit) dan melempar jumrah di Mina, banyak jamaah haji dari
seluruh dunia yang tidur di alam terbuka, terutama di sekitar tempat
melempar jumrah sehingga hampir tidak ada tempat tersisa, seperti yang
terjadi pada Minggu malam (5/10) waktu setempat.
Umumnya
mereka menggelar tikar, karpet, sajadah atau bahkan hanya dengan kardus
bekas tempat minuman. Namun ada pula yang membawa tenda kecil. Untuk
diketahui, mabit di Mina bisa dilakukan hanya dua hari namun jika ingin
mengambil ibadah yang utama dilakukan tiga kali. Mabit pertama musim
haji tahun ini dilakukan pada Sabtu (10 Zulhijah atau 4 OKtober).
Kegiatan mabit ini diikuti dengan melempar jumrah (biasanya keesokan
harinya) sebagai tanda membuang sifat buruk jamaah haji.
Sebenarnya
di Mina, pihak Arab Saudi menyediakan tenda-tenda namun diperuntukan
bagi jamaah yang mempunyai izin resmi. Akibatnya jamaah haji yang tidak
mempunyai izin terpaksa harus tidur di manapun. Namun banyak pula jamaah
resmi ikut mabit di dekar jamarat (tempat melempar jumrah) karena
tenda mereka cukup jauh dari jamarat sehingga cukup lelah jika akan
melontar jumrah.
Jamaah
haji tidak mempunyai izin itu antara lain adalah warga Arab Saudi
sendiri, pekerja dari luar negeri (termasuk tenaga kerja Indonesia),
atau jamaah dari negara tetangga yang masuk tidak resmi. Warga Arab
Saudi atau tenaga kerja dari luar negeri memang juga harus memiliki izin
jika ingin berhaji.Dubes RI untuk Arab Saudi AM Fachir mengatakan bahwa
Arab Saudi juga menerapkan kuota haji bagi warganya sendiri.
Mereka
seringkali berhaji dalam rombongan atau bersama dengan anggota
keluarganya. "Kami satu rombongan ada 60 orang," kata Aisyah, salah satu
mukimim yang tinggal di Jeddah yang berhaji secara tidak mengantongi
izin. Seluruh anggota rombongannya hanya menggelar alas seadanya saat
mabit.
Ketika mabit, kegiatan
yang dilakukan bermacam-macam, ada yang berzikir, membaca doa, membaca
Alquran, atau sekadar ngobrol dan tidur-tiduran.
Namun
untuk mabit di luar tenda memang perlu persiapan khusus. Karena jika
mabit di tenda resmi, selain ada pendingin udara maka keperluan konsumsi
sudah disiakpan oleh para pengurus. Air minum juga tersedia cukup
banyak. Tetapi untuk toilet, walapun jumlahnya cukup banyak, banyak
jamaah harus mengantri karena masih belum mencukupi.
Sementara
jamaah yang menginap di luar tenda atau biasa disebut jamaah mandiri,
harus menyiapkan segala sesuatunya sendiri. Untung saja di sekitar
tempat menginap ada beberapa rumah makan cepat saji antara lain menjual
donat, ayam cepat saji, dan lainnya.
Namun
karena jumlah jamaah yang sangat banyak, ratusan ribu bahkan sejutaan
jamaah, maka perlu perjuangan khusus untuk membelinya. Untuk tempat yang
"sepi" diperlukan waktu paling tidak 30 menit. Untuk orang Indonesia
tentu harus berjuang lebih karena fisik yang kalah besar dengan
etnis Arab atau Afrika.
Cara
lainnya adalah membawa makanan sebelum mabit di Mina. Ini umumnya
dilakukan oleh jamaah haji yang tinggal di Makkah karena jaraknya tidak
jauh dari Mina.
Untuk minuman
mungkin tidak terlalu dirisaukan karena cukup banyak kran-kran air yang
menyalurkan air yang dapat diminum. Namun sekali lagi harus mengantri
walau tidak terlalu lama. Biasanya jamaah membawa banyak botol sekaligus
atau bahkan jerigen karena sekalian untuk memenuhi kebutuhan anggota
rombongan mereka. Jika kita hanya ingin minum langsung dari kran atau
hanya membawa satu botol maka biasa kita diberi kesempatan untuk
menyela.
Begitu juga dengan
urusan buang hajat. Selain harus mengantri cukup panjang maka siap pula
menutup hidup rapat-rapat jika tidak tahan dengan bau kurang sedap.
Maklum yang menggunakan toilet berasal dari berbagai
etnis dengan budaya yang berbeda-beda.
Toilet
paling tidak tersedia empat unit, masing-masing dua unit di sisi timur
dan barat area Jamarat. Satu kompleks toilet terdiri sekitar 10 kamar
mandi, disampingnya lima kran untuk wudhu. Di setiap pintu kamar mandi
mengantre 20-30 jamaah haji.
Yang
tak kalah pentingnya saat mabit di luar adalah mencari tempat yang
strategis. Jika ingin langsung melempar jumrah pada pagi hari maka tentu
harus mencari tempat di sekitar pintu masuk jumarat (tempat melempar
jumrah).
Namun jika hanya
ingin bermalam kemudian tengah malah kembali ke penginapan untuk tidur
di Makkah (melempar jumrahnya setelah matahari terbit) maka bisa dimana
saja yang strategis.
Jika
ingin mendapat tempat cukup lega maka secepatnya menggelar alas untuk
duduk atau tidur. Tim Media
Center Haji yang juga ikut mabit semula mengambil tempat posisi agak ke
tengah jalan jamaah. Namun tidak lama kemudian langsung posisi tersebut
sudah menjadi di tengah jamaah karena makin banyak jamaah yang
menggelar alas makin ke tengah jalan.
Saat
tidur, persoalan pun kembali muncul karena bisa saja kaki rekan,
keluarga atau jamaah yang lain mampir ke muka kita karena memang tempat
cukup sempit. Namun tidak ada kemarahan di antara para jamaah, semua
mencoba mengerti akan kondisi yang ada. Apalagi mereka sedang
melaksanakan ibadah haji yang juga harus melatih kesabaran.
Jamaah haji pun menikmati semuanya. "Wah indah juga tidur dengan memandang langit Mina," kata seorang Fani, anggota Media Center Haji, sambil memandang langit Mina.
0 komentar:
Posting Komentar