Jakarta
(ANTARA News) - Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Nasional Demokrat,
Luthfi A.Mutty mengatakan, revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
jelas mengandung upaya pembubaran bukan sekedar pelemahan terhadap
lembaga anti rasuah itu.
"Indikasi
pembubaran KPK itu bisa dilihat dari adanya pasal-pasal yang ada dalam
revisi UU KPK, yakni pasal 5, pasal 13, pasal 14, pasal 23, pasal 42 dan
pasal 52," kata Luthfi dalam rilis yang diterima ANTARA News, Jakarta,
Kamis
Pasal 5
dalam revisi UU KPK menyebutkan adanya pembatasan usia KPK cuma 12
tahun. Pada pasal 13, tertulis KPK hanya boleh menyidik kasus korupsi di
atas Rp50 miliar. Jika kurang dari Rp50 miliar, wajib diserahkan ke
Polri/Kejagung dalam 14 hari
"Bergembiralah para koruptor yang nilai korupsinya di bawah Rp50 miliar karena bebas dari KPK," kata dia.
Pasal
14, sambungnya, penyadapan yang dilakukan oleh KPK harus atas izin ketua
pengadilan negeri dengan bukti awal yang cukup. “Ini jelas akan
menghilangkan taring KPK,” katanya.
Pun
pasal 23 terkait pembentukan Dewan Eksekutif dan pasal 39 tentang
pembentukan Dewan Kehormatan yang terdiri unsur pemerintah, penegak
hukum, masyarakat masing-masing tiga orang.
“Ini
jelas sangat ngawur karena yang menjadi fokus KPK selama ini adalah
korupsi oleh penegak hukum dan penyelenggara negara,” sebut dia.
Pada
pasal 42 yang memungkinkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3)
serta pasal 52 yang mengharuskan KPK menyampaikan Surat Perintah
Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Polri dan Kejaksaan Agung 14 hari
setelahmulai penyidikan.
“Ini
menunjukkan bahwa KPK bukan lagi lembaga negara yang otonom dengan
kewenangan yang khusus. Lebih parah lagi karena KPK menjadi lembaga yang
disupervisi oleh Polri dan Kejagung,” kata Luthfi.
Dengan
alasan diatas, dirinya berkesimpulan bahwa revisi UU KPK ini sangat
bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi. Yang paling
menyedihkan adalah revisi UU KPK adalah usul inisiatif DPR RI
“Di
tengah-tengah penilaian dan tingkat kepercayaan masyarakat yang sangat
rendah kepada DPR RI, seharusnya DPR RI tidak melakukan langkah-langkah
aneh dan konyol dengan mengusul RUU yang bertentangan dengan rasa
keadilan masyarakat,” demikian Luthfi.
KPK,
katanya, lahir sebagai lembaga extra ordinary untuk penanganan korupsi
yang juga dinilai sebagai kejahatan luar biasa sehingga tidak cukup
ditangani oleh lembaga penegak hukum yang sudah ada.
Editor: B Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2015
0 komentar:
Posting Komentar