Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Sofyan
Djalil mengungkapkan Presiden Joko Widodo telah mengingatkan kepada
Kementerian BUMN mengenai manajamen dan pengelolaan mitigasi risiko
finansial dari megaproyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
Sofyan yang mengklarifikasi kepada Komisi XI DPR di Jakarta, Selasa
(6/10) malam, mengatakan pemerintah juga mengingatkan agar kerja sama
pembiayaan yang dilakukan konsorsium BUMN Indonesia dengan BUMN dan
kreditur Tiongkok harus hati-hati dan secermat mungkin.
"Jangan sampai sekarang mengatakan tidak ada jaminan. Namun, nanti selanjutnya malah tiba-tiba minta jaminan," ujarnya.
Seperti diketahui, pemerintah telah menyerahkan megaproyek kereta
cepat dari ke kerja sama antarpemerintah menjadi mekanisme bisnis antara
BUMN atau swasta. Berdasarkan data studi kelayakan investor Tiongkok,
proyek kereta cepat sepanjang 140 kilometer ini akan membutuhkan biaya
sekitar 5,5 miliar dolar AS.
Semua pembiayaan yang dipilih secara bisnis untuk proyek ini adalah
sebanyak 75 persen berasal dari pinjaman Bank Pembangunan Tiongkok ke
konsorsium BUMN Indonesia dan Tiongkok. Bunga pinjaman itu, menurut data
Bappenas, sebesar dua persen dengan waktu pengembalian 40 tahun.
Sedangkan, masa tenggang untuk tidak melakukan pembayaran angsuran pokok
(grace period) adalah 10 tahun.
Adapun sisa pembiayaan sebesar 25 persen berasal modal dan ekuitas konsorsium bentukan BUMN Indonesia dan Tiongkok.
Legislator Komisi Keuangan, Perencanaan Pembangunan dan Perbankan
Fraksi Gerindra, Haerul Saleh dalam rapat itu mempertanyakan kelayakan
finansial proyek dan urgensi kereta cepat Jakarta-Bandung.
Menurut Haerul, konsorsium BUMN Indonesia harus sangat hati-hati
menerima pinjaman dari Bank Pembangunan Tiongkok, dan juga dalam
mengikutsertakan modalnya untuk megaproyek ini.
"Bagaimana jika di rute Bandung-Jakarta yang sudah banyak moda
transportasi, jumlah penumpang yang diinginkan di proyek kereta cepat
ini tidak tercapai. Apakah nanti tidak memberatkan keuangan BUMN?," ujar
Haerul.
Lebih lanjut, ujar Haerul, meski proyek ini dikerjakan secara
murnis bisnis, pemerintah juga perlu mempertimbangakan modal BUMN, yang
akan dikeluarkan untuk proyek ini. Terlebih, kata Chaerul, proyek ini
tidak termasuk rencana prioritas pemerintah.
"Perlu dipikirkan dampaknya oleh pemerintah," ujarnya.
Konsorsium BUMN untuk menangani proyek kereta cepat ini terdiri
dari beberapa BUMN dari Indonesia, antara lain PT. Wijaya Karya, PT.
Perkebunan Nusantara VIII, PT. INKA, PT. Kereta Api Indonesia dan PT.
Jasa Marga. Empat BUMN itu akan mendirikan perusahaan patungan (joint
venture) dengan konsorisum Tiongkok yang dipimpin China Railway
Corporation.
Rabu, 07 Oktober 2015
Sofyan: Presiden telah ingatkan manajemen risiko kereta cepat
Editor: B Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2015
0 komentar:
Posting Komentar