Jakarta
(ANTARA News) - Presidium Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI)
Prof Nanat Fatah Natsir menilai pertemuan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono dengan presiden terpilih Joko Widodo sebagai hal positif yang
bisa menjadi tradisi dalam demokrasi Indonesia.
"Pertemuan
antara presiden dengan presiden terpilih harus diteruskan ke depan. Hal
ini belum pernah terjadi sebelumnya. Indonesia bisa menjadi model bagi
negara lain," kata Nanat Fatah Natsir dihubungi di Jakarta, Kamis.
Mantan
rektor UIN Bandung itu berharap pelantikan Jokowi sebagai presiden pada
Oktober juga bisa dihadiri oleh seluruh mantan presiden. Hal itu akan
semakin mengukuhkan Indonesia sebagai negara yang demokratis.
Apalagi,
Indonesia sudah mendapat banyak pujian dari luar negeri atas
penyelenggaraan Pemilu 2014 yang berlangsung demokratis dan lancar.
Pergantian pimpinan nasional bisa dilaksanakan tanpa ada kejadian yang
berarti.
"Berbeda
dengan negara lain yang untuk berganti dari presiden satu ke yang lain
harus ada korban. Pemilu di Indonesia berjalan lancar tanpa ada korban,"
tuturnya.
Menurut
Nanat, penyelenggaraan pemilu yang lancar juga tidak lepas dari peran
Yudhoyono dalam mengawal jalannya pemilu. Sebagai presiden yang menjabat
selama dua periode, kata Nanat, Yudhoyono patut mendapat apresiasi.
"Pak
Yudhoyono sukses menjadi presiden. Perekonomian Indonesia meningkat
selama pemerintahannya. Kalau pun ada kekurangan, itu manusiawi karena
tidak ada manusia yang sempurna," katanya.
Presiden
Yudhoyono bertemu dengan presiden terpilih Jokowi di Nusa Dua, Bali
pada Rabu (27/8) malam. Dalam pertemuan selama dua jam itu, Yudhoyono
dan Jokowi membicarakan beberapa hal.
Salah
satu materi yang dibicarakan adalah Rancangan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (RAPBN) 2015. Namun, keduanya tidak menjelaskan secara
detail hal pokok apa yang dibicarakan terkait RAPBN 2015 itu.
Editor: Desy Saputra
0 komentar:
Posting Komentar