Depok
(ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi, Kamis (21/8) siang, dijadwalkan
membacakan putusan akhir atas gugatan perselisihan hasil pemilihan umum
yang diajukan oleh pasangan capres/cawapres Prabowo Subianto-Hatta
Rajasa.
Selain
pasangan tersebut, masyarakat juga menunggu dan mereka-reka putusan
akhir apa gerangan yang akan diambil oleh Majelis Hakim Mahkamah
Konstitusi (MK) dan seberapa besar peluang gugatan Prabowo-Hatta itu
dikabulkan oleh mahkamah tersebut.
Bahkan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan perhatian khusus pada
rencana pembacaan putusan sengketa hasil Pemilu Presiden 2014 oleh MK.
Juru bicara Presiden Julian Aldrin Pasha mengatakan, terkait rencana
pembacaan putusan tersebut SBY menunda keberangkatan ke Papua dalam
rangka "Sail Raja Ampat", yang diagendakan Kamis (21/8).
Menurut
pengamat politik Indonesian Public Institute (IPI), Karyono Wibowo,
pihak Prabowo Subianto-Hatta Rajasa sejauh ini belum memberikan
bukti-bukti kuat. Mereka lebih banyak menghadirkan saksi yang memberikan
keterangan berdasarkan mendengar keterangan pihak lain. Jadi tidak
melihat, mendengar dan mengalami sendiri.
Keterangan
saksi seperti itu kurang kuat untuk membuktikan adanya pelanggaran yang
terstruktur, sistematis dan masif dalam penyelenggaraan Pemilu Presiden
2014. "Yang lebih banyak dipersoalkan Prabowo-Hatta hanyalah persoalan
jumlah daftar pemilih khusus tambahan (DPKTb) dan pembukaan kotak suara
oleh KPU," kata Karyono.
Bila
yang dipersoalkan hanya DPKTb dan pembukaan kotak suara, ujarnya, maka
materi gugatan Prabowo-Hatta masih lemah. Apalagi, hal itu juga sudah
diklarifikasi oleh pihak termohon yakni KPU.
Pengamat
Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Pangi Syarwi
Chaniago memprediksi ada tiga kemungkinan MK akan memutuskan sengketa
pilpres pada 21 Agustus. Pertama, menerima gugatan termohon
(Prabowo-Hatta). Namun, putusan ini tetap berisiko tinggi terhadap
kestabilan politik, terutama menyangkut pendukung Jokowi yang
mempertanyakan keputusan tersebut.
Kedua,
menolak semua gugatan Prabowo-Hatta. Putusan MK tersebut tetap akan
membuat suasana politik menjadi gaduh, memanas dan mengancam stabilitas
politik. Ketiga, memenuhi sebagian gugatan Prabowo-Hatta, dengan
konsekuensi Pemungutan Suara Ulang (PSU) di beberapa Provinsi atau semua
TPS di Papua atau sebagian TPS di Indonesia.
"Saya
berkeyakinan amar putusan MK tanggal 21 Agustus, mengambil opsi
ketiga," ujar Pangi. Itu dilakukan sebagai keputusan kompromi atau jalan
tengah, untuk mengakomodir kepentingan kedua belah pihak. "Ketika MK
tidak mengambil jalan tengah tentu akan membuat suasana gaduh, mengancam
kesatuan bangsa yang berujung konflik horizontal artinya putusan MK
berisiko besar membuat rakyat terbelah," katanya.
Menurut
Pangi, publik merindukan keputusan yang memenuhi rasa keadilan dan yang
mengakomodir kepentingan kedua belah pihak. Menurutnya, MK jangan
terjebak pada angka- angka semata.
"Ini
ujian besar bagi hakim MK atas pertaruhan independensi, objektifitas,
faktual hukum dan realitas sehingga amar putusan atau vonis MK betul
betul memenuhi rasa keadilan," katanya.
Anggota
DPD RI asal Bali I Wayan Sudirta berpendapat, melihat proses
persidangan sengketa Pilpres di MK selama sebulan ini, gugatan
Prabowo-Hatta bisa jadi akan ditolak. Sebab, pembuktian perhitungan
suara, kesaksian, dan kecurangan yang disebut terstruktur, sistematis
dan masif (TSM) ternyata lemah, terutama terkait dengan 8,4 juta suara
yang disengketakan.
Menurut
Wayan, sepanjang sejarah MK belum pernah memutuskan pemungutan suara
ulang (PSU) dalam kasus sengketa Pileg dan Pilpres, kecuali dalam
Pilkada. "Kalau dalam Pilkada ada PSU di beberapa tempat. Juga saya
tidak melihat ada TSM, kecuali dilakukan oleh incumbent. Saksi juga tak
bisa menegaskan katanya-katanya. Jadi, siapa yang curang itu tidak
jelas," ujarnya.
Meski
demikian dia mengakui bahwa dalam Pilpres itu bisa saja ada kekurangan,
tapi tak akan menggagalkan hasil Pilpres. Apalagi Prabowo-Hatta tak
bisa membuktikan jumlah yang dicurangi itu di mana dan berapa. "Kalau
pun ada jumlahnya tak sampai 8,4 juta dan pasti tak akan bisa
menggungguli perolehan suara Jokowi-JK," katanya.
Percayakan Kepada MK
Sementara
itu Komisi Pemilihan Umum selaku pihak Termohon memberikan kepercayaan
sepenuhnya kepada lembaga pimpinan Hamdan Zoelva itu. Ketua KPU, Husni
Kamil Manik mengatakan, sejak awal KPU yakin bahwa Majelis Hakim
Konstitusi bisa bekerja sesuai dengan kewenangan yang dimiliki.
"Kami
selalu mengikuti apapun yang harus kami lakukan dalam persidangan itu.
Selalu juga menilai dinamika apa yang ada di persidangan itu. Jadi, kami
juga menanti apa yang menjadi putusan mereka," katanya.
Husni
mengaku tidak ingin berandai-andai dengan hasil keputusan yang akan
dikeluarkan oleh MK, menyangkut menolak atau menyetujui permohonan yang
diajukan oleh pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Pasalnya, KPU juga masih menunggu apa yang bakal diputuskan oleh MK atas
perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) ini.
Dia
juga menyatakan tak memiliki persiapan khusus menjelang dibacakannya
putusan sengketa (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK). "Enggak, enggak
ada."
Capres
pihak Pemohon, Prabowo Subianto tampaknya tidak peduli disebut tak
legowo karena dirinya tidak mau menerima hasil putusan KPU atas
pemilihan presiden. "Saya disebut tidak legowo tidak masalah. Tapi
bagaimana tanggung jawab saya terhadap saudara-saudara saya dan puluhan
juta yang memilih saya terhadap kecurangan ini?" katanya.
Dia
juga masih optimistis bahwa para hakim di MK akan menetapkan keputusan
yang sebaik-baiknya dan sejujur-jujurnya. Jika hasil tersebut masih
belum sesuai dengan harapannya, Prabowo mengaku masih memiliki jalan
lain yang akan ditempuh. "Kami akan ke PTUN. Kekuatan politik kami masih
sangat kuat, di DPR RI, DPRD dan seluruh Indonesia," kata Prabowo
menegaskan.
Prabowo
menyatakan, gugatan Pilpres 2014 ke MK bukan karena dia tidak menerima
hasil pilpres, tetapi ingin membuktikan telah terjadi kecurangan dalam
pesta demokrasi 2014. Pihaknya tidak ingin lahirnya suatu pemerintahan
dari kebohongan atau kecurangan, karena akan memerintah dengan tidak
benar dan dikhawatirkan ditinggalkan rakyatnya.
"Manakala
kecurangan sudah diketahui rakyat, pemerintah tidak akan dipercaya oleh
rakyat," katanya. Ia berharap, Koalisi Merah Putih dapat terus kompak
dan berjuang mendapatkan keadilan.
Mantan
Ketua Tim Pemenangan Prabowo-Hatta, Mahfud MD, tidak mau memberikan
prediksi terkait putusan MK dalam gugatan hasil Pilpres 2014. Sebagai
mantan hakim MK, dirinya tidak bisa memberikan pernyataan soal peluang
itu akan dikabulkan ataukah tidak.
"Yang
tahu itu hakim, dan baru akan ketahuan hari Kamis. Enggak boleh
(diprediksikan), mantan hakim nggak boleh komentar," katanya. "Soal
kekurangan bukti pihak Pemohon dianggap masih wajar. Sering terjadi di
setiap sidang, hakim memberi catatan," katanya.
Sementara
itu Joko Widodo (Jokowi) menyatakan akan menghormati putusan yang akan
dikeluarkan MK terkait PHPU Presiden dan Wakil Presiden 2014. "Kita
hormati MK dan percaya pada MK," katanya.
Dia
memastikan dirinya tidak akan menghadiri acara putusan MK Kamis siang.
Namun mantan Wali Kota Solo itu mengaku akan tetap memantau situasi di
MK dari Balai Kota saja.
Jokowi
juga menyebutkan tidak memberikan instruksi maupun arahan apapun kepada
para relawan dan pendukungnya menghadapi putusan MK. "Enggak ada,
enggak ada apa-apa. Relawan kami sudah tahu, mereka di rumahnya
masing-masing."
Sejauh
ini situasi keamanan menjelang putusan MK masih kondusif. Meski
demikian Polda Metro Jaya siap dengan segala upaya antisipasi terhadap
kemungkinan terburuk, termasuk keamanan para hakimnya. "Ada empat polisi
yang mengawal setiap hakim," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes
Pol Rikwanto.
Dia
juga menambahkan, Polda Metro Jaya tidak melarang unjuk rasa saat MK
membacakan putusan hasil sidang sengketa Pilpres nanti. "Kalau ada unjuk
rasa akan tetap kami amankan, asal ada pemberitahuan."
Untuk
mengantisipasi hal tersebut, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Dwi Priyatno
mengatakan bahwa status kesiagaan untuk Jakarta Siaga 1. Namun demikian,
warga masyarakat tidak perlu cemas perihal peningkatan status kesiagaan
ini. Silahkan beraktivitas seperti biasa pada hari Kamis.
Masyarakat
juga tentu berharap "persatuan dan kesatuan bangsa tidak terpecah hanya
karena putusan MK" karena jika itu terjadi bangsa ini harus membayarnya
dengan sangat mahal. (Z002/Z002)
Editor: B Kunto Wibisono
0 komentar:
Posting Komentar