Jakarta
(ANTARA News) - PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) menyebutkan
pengurangan atau penghapusan subsidi bahan bakar minyak (BBM) tanpa
berdampak pada eskalasi politik dan inflasi merupakan salah satu ujian
yang dihadapi presiden baru periode 2014-2019.
"Ujian
bagi presiden yang baru sudah menanti seperti pengurangan atau
penghapusan subsidi BBM," kata Direktur Investasi MAMI Alvin
Pattisahusiwa dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin.
Ia
menyebutkan, ujian lain bagi presiden baru adalah bagaimana
meningkatkan ekspor pada produk-produk yang mempunyai nilai tambah,
mengurangi impor, namun sebisa mungkin pengaruhnya minimum terhadap laju
perekonomian serta meningkatkan kembali pertumbuhan ekonomi dan membuka
lapangan kerja baru.
"Pemerintah
yang baru juga harus menyadari tingginya ekspektasi pelaku pasar akan
percepatan pembangunan proyek-proyek infrastruktur," katanya.
Alvin
menyebutkan transisi alih kepemimpinan akan mendominasi berita di dalam
negeri setelah hiruk pikuk pemilu di paruh pertama 2014.
Sementara
itu dari sisi eksternal, pelaku pasar akan mencermati kebijakan bank
sentral Amerika Serikat untuk mulai menaikkan suku bunga yang dikaitkan
dengan pertumbuhan ekonomi, inflasi dan angka pengangguran.
Di
tengah perlambatan ekonomi Tiongkok dan Eropa, Jepang akan menjadi
tumpuan pertumbuhan Asia, khususnya bagi ASEAN yang menjadi sumber daya
dan pasar utama produk-produk Jepang.
Menurut
Alvin, prospek pasar surat utang mulai terlihat menarik dengan
melebarnya selisih imbal hasil surat utang dengan inflasi. Meskipun
demikian, suku bunga BI diperkirakan masih akan tetap dipertahankan pada
kisaran 7,5-7,75 persen sebagai antisipasi inflasi yang disebabkan oleh
pengurangan subsidi BBM.
Sedangkan
untuk pasar saham, proyeksi pertumbuhan laba perusahaan di kisaran 15
persen serta valuasi yang cukup menarik dibandingkan negara kawasan
ASEAN merupakan daya tarik investor untuk tetap menanamkan modalnya di
pasar saham Indonesia.
Fundamental
MAMI
berpendapat ada satu hal fundamental yang masih harus diperbaiki agar
perbaikan kondisi makroekonomi akan berkelanjutan dan tidak menjadi
siklus yang berulang, yaitu kebijakan mengenai subsidi BBM.
Pelemahan
nilai tukar rupiah dan meningkatnya harga minyak mentah dunia menjadi
faktor pemberat subsidi. Berbagai cara efisiensi pembatasan penggunaan
BBM bersubsidi masih sekedar wacana.
Saat
ini penanganan masalah subsidi BBM menyandera fleksiblitas alokasi
belanja pemerintah. Melesetnya asumsi-asumsi pokok pada APBN 2014
sebagai dampak faktor eksternal dan domestik, membawa konsekuensi
peningkatan alokasi subsidi serta pengurangan belanja kementerian dan
lembaga. Kondisi itu juga berpotensi melebarkan defisit anggaran
terhada[ produk domestik bruto (PDB) dari 1,7 persen menjadi 2,4 persen.
"Ini adalah pekerjaan rumah yang cukup berat badi pemerintahan baru Indonesia," kata Alvin. (A039/S023)
Editor: B Kunto Wibisono
0 komentar:
Posting Komentar