Jakarta
(ANTARA News) - Ketua DPP Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Ferry
Mursidan Baldan mengatakan proses Pilpres 2014 sesungguhnya menjadi
ujian pembuktian kematangan sikap para elit politik pada proses
kontestasi pemilihan umum itu.
"Ujian
itu datang pada saat yang bersamaan dengan meningkatnya animo rakyat
untuk terlibat dalam proses penentuan calon presiden pilihannya serta
keterlibatan untuk mengawal dan memastikan bahwa pemilu presiden
berjalan fair dan bersih mulai dari TPS (tempat pemungutan suara) sampai
rekapitulasi suara tingkat nasional di KPU," kata Ferry Mursidan Baldan
melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu.
Menurut
Ferry, pemilu presiden bagi masyarakat sesungguhnya sudah selesai pada
saat TPS ditutup pada 9 Juli lalu, karena saat itulah kesempatan mereka
menyampaikan pilihannya.
Sedangkan,
bagi penyelenggara yakni KPU dan Bawaslu, menurut dia, sesuai dengan
otoritas yang diberikan oleh Konstitusi dan UU, sudah menyelesaikan
tugasnya pada 22 Juli 2014 dengan kinerja yang jauh lebih baik dari
pemilu legislatif pada 9 April 2014.
"Pada
saat itu rapat pleno KPU sudah menetapkan hasil pemilu presiden melalui
proses yang transparan pada semua tingkatan," katanya.
Juru
bicara tim kampanye nasional pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla ini
menjelaskan, kalau hasil pemilu presiden itu digugat ke Mahkamah
Konstitusi persoalannya justru ada pada peserta pemilu presiden, yang
tak kunjung menerima hasil penetapan oleh KPU.
Meski
UU No 42 tahun 2008 tentang Pemilu Presiden memberi ruang adanya upaya
hukum untuk mengajukan sengketa hasil pemilu presiden ke Mahkamah
Konstitusi, namun ada hal yang harus dipertimbangkan.
"Apakah
terhadap sengketa hasil yang diajukan, jika nantinya terbukti akan
memengaruhi hasil akhir pemilu presiden yang sudah ditetapkan? Apalagi
selisih perolehan suaranya sekitar 8,4 juta suara," katanya.
Ferry
Mursidan menambahkan, menjadi lebih menarik lagi untuk direnungkan
yakni adanya "pengunduran diri dari proses penghitungan suara" salah
satu pasangan capres-cawapres seperti yang disampaikan saksi pasangan
capres-cawapres nomor urut satu, pada proses rekapitulasi suara tingkat
nasional di KPU sedang berjalan, dan KPU sudah mengesahkan rekapitulasi
suara di 29 provinsi.
Pada
saat itu, kata dia, tinggal beberapa provinsi lagi yang belum
direkapitulasi dan disahkan suaranya, yakni Jawa Timur, Maluku Utara,
Papua, Sumatera Utara, dan Hasil Luar Negeri (PPLN).
"Pertanyaan kita adalah tentang posisi legal pasangan capres-cawapres nomor urut satu terhadap hasil pilpres," katanya.
Pertanyaan
tersebut, menuut dia, pertama, jika mundur dari tahapan pilpres yang
sedang berjalan, maka pasangan calon akan terancam pasal 246 UU Pilpres
yang mengatur mengenai sanksi pidana dan denda.
Kedua,
jika mengajukan sengketa terhadap hasil pilpres, maka yang diajukan
harus terhadap keseluruhan hasil (33 provinsi dan 1 luar negeri) yang
telah ditetapkan pada 22 Juli 2014.
Sedangkan
pasangan capres-cawapres nomor urut satu, kata dia, mengundurkan diri
saat penetapan hasil baru berlangsung untuk 29 provinsi, belum
keseluruhan, yakni masih minus empat provinsi dan satu luar negeri.
"Itulah
sebabnya mengapa Pemilu Presiden 2014 adalah ujian bagi elit-elit
partai soal makna demokrasi. Demokrasi, sejatinya adalah jalan yang kita
pilih dalam kontestasi politik," katanya.
Anggota
DPR RI periode 2004-2009 ini menegaskan, demokrasi tidak boleh
diartikan baik hanya jika membawa kemenangan bagi diri sendiri dan kalau
tidak menang menilai tidak demokratis. (R024/T007)
Editor: B Kunto Wibisono
0 komentar:
Posting Komentar