Surabaya
(ANTARA News) - Mahasiswi Jurusan Desain Manajemen Produk Fakultas
Industri Kreatif Universitas Surabaya (Ubaya) Mely Prasetyo, merancang
sandal dari bahan olahan pelepah pohon pisang (gedhebog).
"Biasanya,
material alas kaki yang ada terbuat dari kayu, anyaman jerami, kain
tenun, metal, kulit hewan, dan karet, karena itu saya mencoba untuk
merancang dengan bahan yang belum pernah ada," katanya di kampus Ubaya,
Rabu.
Gadis
kelahiran Surabaya pada tahun 1991 itu menjelaskan dirinya tertarik
memanfaatkan pelepah pisang selain karena belum pernah digunakan
sebelumnya, juga karena banyaknya pohon pisang yang ada di Surabaya,
diantaranya di jalanan yang ia lintasi saat berangkat ke kampus.
"Di Pasar Keputran juga banyak gedhebog,
tapi saya sering melihat gedhebog itu dibuang begitu saja, karena itu
saya berpikir untuk memanfaatkan sebagai bahan untuk sandal khas
Indonesia," kata gais yang mengaku suka fashion itu.
Ia menjelaskan ada lima proses yang harus dilakukan untuk mengolah pelepah pisang menjadi sandal.
Pertama
adalah pengupasan pelepah pisang, kemudian dipotong menjadi ukuran 1
centimeter. Selanjutnya, potongan-potongan pelepah pisang itu direbus
selama 15 menit, kemudian dikeringkan dalam udara terbuka.
Setelah itu, pelepah diwarnai dengan pewarna tekstil dalam air mendidih selama 30 menit hingga sehari.
"Terakhir, proses finishing.
Caranya, pelepah pisang yang sudah kering, berwarna, dan berbentuk
potongan kecil itu pun dilekatkan dengan lem sepatu pada bahan
sandal/sepatu yang disebut texon dan sudah dibentuk sesuai ukuran kaki," katanya.
Untuk memperkuat, katanya, bagian pinggir pelepah pisang yang sudah melekat pada texon itu dijahit, lalu dilapisi dengan vernis untuk mempercantik.
"Tali
pengikat atau bagian atas sandal juga dibuat dari potongan pelepah
pisang, tapi cara melekat dua pelepah pisang dengan posisi berlawanan
agar tidak mudah rapuh," katanya.
Mely mengatakan ia berencana untuk memproduksi sandal pelepah pohon pisang ini dalam jumlah besar.
"Kalau
produksi individual seperti buatan saya, harganya mahal bisa Rp500
ribuan, karena kemasan yang nilainya mencapai Rp300 ribu hingga Rp400
ribu, padahal sandalnya tidak sampai Rp100 ribu, tapi kalau produksi
massal akan jauh lebih murah," katanya.
Editor: Heppy Ratna
0 komentar:
Posting Komentar